Bab 2 : Majikan yang Cantik
Matahari telah condong di barat, cuaca panas berganti hangat dan cahaya keemasan senja di mana-mana. Sebentar lagi malam akan menjelang.
"Kita akan berhenti tidak jauh di depan, itu tempat para pedagang biasanya mendirikan kemah untuk menginap. Bersiaplah, anak muda. Kamu harus bekerja untuk mendirikan kemah-kemah." Kakek Long mengingatkan.
"Baik, Kakek," jawab Aaron. Jadi itulah pekerjaannya, membantu pekerjaan kasar bagi kebutuhan orang-orang ini.
Aaron telah terbiasa melakukan itu. Ia sering pergi berburu dengan ayahnya dan menginap di hutan. Jadi pekerjaan seperti mendirikan kemah dan mencari kayu bakar bukanlah pekerjaan sulit baginya.
Kakek Long juga baik selama di perjalanan. Ia mengajari Aaron cara mengendalikan kuda-kuda penarik kereta. Aaron cukup cerdas, hanya dengan beberapa instruksi dari kakek Long ia sudah bisa melakukannya.
Tidak lama kemudian mereka sampai di tempat yang dimaksud oleh kakek Long, sebuah hutan kecil dengan aliran sungai berair jernih. Hamparan rumput yang dihuni oleh kemah-kemah para pedagang yang telah terlebih dahulu datang dan beristirahat.
Tuan Hong memerintahkannya untuk menurunkan tenda-tenda di gerbong kereta barang, sementara tuan Hong sendiri menemui penjaga yang mengawasi daerah itu untuk membayar sewa tempat mereka berkemah.
Dengan cekatan Aaron mengambil barang-barang yang diperlukan dan mulai mendirikan tenda. Dibantu oleh pengawal yang menjemputnya tadi. Penjaga itu mengenalkan dirinya bernama Lei.
Tidak banyak orang dalam rombongan mereka. Ditambah dengan Aaron mereka semua berjumlah delapan orang, tiga kusir, satu penjaga, tuan Hong dan dua keponakannya.
Karena sudah terbiasa, tenda-tenda itu segera selesai dikerjakan oleh Aaron. Dua gadis keponakan tuan Hong terlihat mengamati Aaron yang mengerjakan tugasnya. Mereka agak kagum dengan kelincahan anak muda itu. Meskipun Aaron hanyalah terlihat seperti orang biasa, namun raut polos dan mata jernihnya mengundang simpati menunjukkan kalau ia bukanlah orang yang berbahaya.
"Nampaknya anak itu cukup cekatan," gumam gadis di samping nona Yue. Gadis itu adalah nona Xia, kakak sepupu dari Yue. Xia telah terlebih dahulu menjadi murid akademi.
Saat mereka memperhatikan Aaron, dari jauh terlihat tiga orang seumuran mereka datang dengan pakaian yang sangat bagus. Menilik penampilan mereka, pastilah anak orang terpandang dari suatu tempat.
Di paling depan seorang laki-laki muda berkulit putih dengan wajah yang tampan. Di belakangnya seorang laki-laki muda lainnya dan seorang gadis yang terlihat agak acuh dan penyendiri, wajahnya anggun dengan lekukan tubuhnya yang mulai tumbuh dewasa.
"Salam, Nona Xia, Nona Yue." Sapa pria tampan itu menangkupkan tangan. Mata cemerlangnya menyiratkan kepercayaan diri yang besar.
"Tuan Muda Qibo. Salam ... lama tidak bertemu," jawab Xia membalas sambil tersenyum. Mereka berdua segera berdiri berhadapan dengan ketiga orang itu.
"Ah ... maafkan, akhir-akhir ini Qibo jarang berkunjung. Qibo ini sedang sibuk berlatih untuk persiapan penerimaan murid baru di akademi. Beruntungnya berkat pelatihan yang giat, yang muda ini berhasil naik ke tingkat dua Ranah Mortal jiwa," balas anak laki-laki tampan itu yang ternyata bernama Qibo.
"Ah ... sangat luar biasa, Xia tidak meragukan bakat dari klan Arsena yang sejak dulu terkenal sangat bagus," balas Xia memuji.
"Nona Xia terlalu menyanjung. Bakat saya tidak lebih baik daripada genius-genius dari klan lain, bagaimana mungkin bisa di samakan?" Qibo merendah, namun di dalam dadanya serasa meledak mendengar sanjungan itu. Sekilas ia melirik nona Yue di samping Xia.
"Tidak benar itu, bahkan di usianya yang masih sangat muda, Tuan Muda Qibo telah masuk ke tingkat dua Mortal Jiwa. Sungguh tidak dapat dicari bandingannya." Terdengar selaan dari sebelah Qibo. Pria itu adalah Luche, yang selalu menjilat dan menyanjung Qibo.
Mendengar sanjungannya semua orang tertawa. Qibo nampak sangat menikmati sanjungan yang diberikan orang-orang kepadanya, apalagi di hadapan nona Yue langsung. Ia telah lama menyukai gadis keponakan tuan Hong itu. Sebenarnya mereka bertemu di tempat ini bukanlah karena kebetulan, Qibo dan rombongannya telah mengatur waktu agar mereka bertemu di tempat ini. Dengan rencana mengajak untuk melanjutkan perjalanan bersama-sama keesokan harinya.
"Tingkat apakah Nona Yue saat ini?" Tiba tiba Qibo mengalihkan pertanyaannya kepada Yue yang sejak tadi hanya diam mendengarkan. Qibo menatap dengan kekaguman yang sangat jelas di matanya, pesona Yue benar-benar seperti sekuntum persik yang akan mekar.
"Yue ini tidak dapat dibandingkan dengan Tuan Muda Qibo. Setelah berusaha sangat keras, Yue hanya pada tingkat awal Mortal Jiwa," ucap Yue merendah. Ekspresinya sopan, namun juga mengandung jejak acuh di dalamnya.
Qibo nampak senang, orang yang membuatnya berangan-angan siang dan malam seharusnya memang tidaklah biasa-biasa saja. "Sungguh luar biasa, Nona Yue masih sangat muda, tapi telah mampu menembus ranah Mortal Raga ke Mortal Jiwa." Ia memberikan sanjungan.
Nona Yue tersenyum. "Tuan Muda Qibo terlalu memuji. Bahkan Tuan Muda sendiri berada di level dua Mortal Jiwa."
Tingkat paling pertama dari kultivasi adalah Mortal Raga, ranah di atas itu adalah Mortal Jiwa dan masih banyak lagi ranah- ranah di atasnya. Pada setiap ranah dibagi lagi menjadi sembilan tingkatan. Untuk mencapai setiap ranah lanjutan maka harus melewati sembilan tingkatan itu terlebih dahulu.
Persyaratan minimal masuk akademi adalah Mortal Raga tahap ke tujuh, itu juga dengan syarat tambahan tidak boleh melewati umur 17 tahun, kecuali memiliki ranah yang melampaui Mortal Raga.
...
Aaron terus menambahkan kayu api ke dalam unggun. Ketika nyalanya telah cukup besar, paman Lei menyatakan cukup.
Baru saja Aaron hendak duduk ketika terdengar suara berteriak dari jauh. Ia menoleh, dan melihat laki-laki yang bersama Qibo melambaikan tangan memanggilnya. Semua orang di kelompok itu juga memandang ke arahnya.
Mengetahui kalau ia dipanggil, Aaron bangkit berdiri. Agak ragu berjalan ke arah mereka.
"Cepat, Tuan Muda Qibo memanggilmu!" bentak Luche. Aaron agak mempercepat langkahnya.
"Ada apa Tuan Muda memanggilku?" tanya Aaron. Ia harus menjaga sikap dan bahasanya di depan orang ini. Secara alami nona Yue di depannya adalah majikannya sekarang, jadi ia harus menjaga kesopanannya.
"Tuan Muda Qibo akan menunjukkan teknik klannya yang legendaris, Murka Agung Seribu Tombak. Kamu cukup beruntung untuk menjadi pertunjukan tuan muda," jelas Luche.
Wajah Aaron berubah, cukup beruntung? Menjadi sansak latihan orang lain bukanlah sebuah keberuntungan, kutuknya dalam hati.
Menangkupkan tangan Aaron berkata, "Maaf, Tuan Muda. Saya hanyalah orang kecil yang tidak memiliki kemampuan, takutnya yang rendah ini tidak dapat memuaskan hati Tuan Muda." Aaron berusaha menolak dengan sopan.
"Berani kau menolak permintaan Tuan Muda?" Luche menggeram. Ia berjalan menghampiri Aaron dan melemparkan beberapa keping perak. "Keping perak itu akan cukup untukmu membayar tabib jika kau terluka!" teriak Luche. "Kau hanya perlu berdiri di sana dan menunggu Tuan Muda Qibo menunjukkan jurusnya."
Aaron melirik keping-keping perak itu, namun tidak mengambilnya.
"Hahaha ... aku tidak akan mengeluarkan kekuatan penuh, kamu juga boleh melakukan apa saja untuk menghindari cedera," sela Qibo sambil menaikkan lengan jubah kuningnya.
Tiba-tiba Yue maju selangkah dan berkata dengan suara lembut, "Yue rasa Tuan Muda Qibo tidak perlu menunjukkan keterampilannya hari ini. Yue ini percaya Tuan Muda Qibo sangatlah berbakat." Menyadari Aaron nampak keberatan dengan pertunjukan keterampilan itu, Yue mencoba menghalanginya.
...