Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 1 : Keindahan di Dalam Kereta

Langkah laki-laki muda itu tegas berjalan di bawah teriknya matahari, kepalanya dibaluti sehelai kain untuk menghalangi sengatan panas yang mendera. Buntalan kain usang yang tersandang di bahunya menjadi serasi dengan jubah hijau yang telah agak kecokelatan ditempeli debu di mana-mana.

Aaron, masih berusia sekitar 17 tahun, berasal dari dusun terpencil di sebuah kaki gunung tempat keluarga dan klannya berada. Tujuannya adalah ke kota untuk mendaftar menjadi murid sebuah akademi karena beberapa hari lagi penerimaan siswa baru akademi terkenal di negeri itu akan segera dibuka.

Di Benua Aega tempat Aaron berada kekuatan adalah segalanya, dan Aaron bermimpi menjadi Kultivator paling kuat untuk menaikkan derajat keluarganya, sehingga suatu hari nanti mereka bisa sejajar dengan keluarga-keluarga lainnya.

Terus berjalan dengan langkahnya yang tegas, tiba-tiba terdengar suara derap pacu kuda dari kejauhan, Aaron berhenti dan menoleh ke belakang. Konvoi kereta tampak berlari mendekat, debu-debu membubung tinggi mengikuti iring-iringan kereta tersebut. Anak muda itu memundurkan dirinya ke pinggir jalan. Selalu seperti ini setiap ada kuda atau kereta yang lewat, ia akan berhenti dan menonton di tepi jalan. Mengagumi kekuatan kuda-kuda dan juga orang-orang yang menungganginya.

Sesekali jika beruntung, ada saja orang baik yang melemparkan sesuatu untuknya, entah itu sepotong kue, atau sekantong air. Namun sesekali ia juga akan menemukan orang-orang jahat, yang melayangkan cambuk panjang dari atas kudanya, memperingatkannya untuk menyingkir jauh-jauh. Biasanya para prajurit atau pengawal pejabat kerajaan yang berkendara membawa keluarga tuan besarnya.

Matanya hampir tidak berkedip memandangi gerbong pertama, tirai gerbong kereta tersebut sedikit terbuka. Di dalamnya seorang pria gendut nampak duduk dengan malas. Matanya sedikit tertegun melihat anak laki-laki muda itu, namun segera kereta itu berlalu.

Beberapa saat kemudian kereta kedua lewat, memperhatikan ke balik tirai yang terbuka, pandangannya bertatapan langsung dengan sepasang mata jernih milik seorang gadis seusianya. Seakan tersihir oleh pemandangan itu, Aaron tidak mampu mengalihkan pandangannya.

Gadis itu begitu lembut dan kulitnya sehalus sutra, wajahnya mencerminkan kemurnian yang terhormat, dengan hidung sedikit mancung dan bulu mata yang berkibar, rambut hitam lurusnya sedikit tergerai di pipinya yang halus. Aaron belum pernah melihat kecantikan seperti itu sebelumnya.

Berdegup, laki-laki muda itu menyadari kesalahannya, ia menundukkan pandangan. Jika gadis itu adalah keluarga orang besar, takutnya pengawal mereka tidak akan menerima putri majikannya dipandang dengan lancang. Itu adalah hal yang tidak sopan untuk orang kecil memandang langsung keluarga besar yang tidak dikenalinya, apalagi jika itu adalah seorang gadis terhormat.

Ketika kereta gadis itu berlalu. Aaron melayangkan pandangan ke gerbong yang ketiga, namun itu hanyalah sebuah kereta barang, tidak ada yang istimewa, tentunya gerbong itu hanya berisi peralatan dan barang-barang.

Menutup mulut dengan sisa kain penutup kepalanya, ia melanjutkan perjalanan.

Aaron terus berjalan ketika melihat iring-iringan kereta yang baru saja melewatinya tiba-tiba berhenti. Seorang penunggang kuda datang ke arahnya. Tepat ketika kuda itu hampir menabrak Aaron, penunggang itu menarik tali kekang tiba-tiba, sehingga dua kaki depan kuda itu naik ke udara. Aaron terkejut dan hendak menghindar, namun pengawal itu segera berteriak.

"Anak Muda, tuan kami menyuruhku untuk memanggilmu!"

Aaron terkejut. Timbul sedikit kecurigaan di dalam hatinya karena ia telah memandang gadis itu dengan lancang sebelumnya. Wanita itu mungkin saja melaporkan kepada tuan-nya. Jantungnya berdetak kencang, ia tidak ingin ada masalah dengan orang-orang ini.

"Ada apa, Paman?" tanya Aaron.

"Jangan banyak tanya, ikut saja denganku. Naik di belakang!" perintah pengawal tersebut dengan tidak sabar.

Aaron semakin bingung, namun menyadari ia tidak punya pilihan. Dengan terpaksa ia menghampiri, lalu sedikit agak ragu Aaron melompat naik ke punggung kuda pengawal tersebut.

"Hiyaaa!"

Hantaman kaki pengawal tersebut mengejutkan kuda dan segera berlari meluncur ke depan, Aaron hampir terjatuh jika saja ia tidak buru-buru menstabilkan tubuhnya.

Sesampai di rombongan kereta tersebut, pengawal itu menyuruh Aaron turun. Dengan sigap ia melompat ke bawah. Seorang laki-laki paruh baya bertubuh gendut berdiri menghampirinya.

"Siapa namamu?" tanya pria itu.

Matanya memperhatikan Aaron dari ujung kaki hingga ujung kepala.

"Aaron, Tuan," jawab Aaron.

"Kami butuh pekerja kasar untuk mengangkat barang, apakah kamu tertarik?" tanya pria gendut itu setelah mengetahui kultivasi anak di depannya tidaklah cukup tinggi.

"Saya sebenarnya hendak ke kota, Tuan. Jika yang Tuan maksudkan adalah pekerjaan tetap, maaf, saya tidak bisa," jawab Aaron secara langsung menyatakan keberatannya.

"Tidak ... tidak, hanya pekerjaan lepas selama di perjalanan. Setelah sampai di kota, kami akan memberimu beberapa keping uang dan kamu bebas untuk pergi," jelas pria gendut itu dengan santai.

Pucuk dicinta ulam tiba, pikir Aaron. Akan sangat baik jika ia memiliki tumpangan. Menghitung waktu, akan butuh sedikitnya enam hari lagi baginya sampai di kota dengan berjalan kaki. Jika dengan kereta hanya akan memakan waktu paling lama dua hari, itu sangat menghemat waktu.

Menangkupkan tangan, Aaron segera menerima tawaran itu. "Kalau begitu saya mengucapkan terima kasih kepada Tuan," jawabnya menyetujui.

"Baiklah, panggil saya Hong. Kamu naik di kereta barang di belakang, tugasmu juga untuk mengawasi keadaan sekitar selama perjalanan," jelasnya.

Sekali lagi berterima kasih, Aaron menuju kereta barang di urutan paling akhir. Ia tidak berani menatap gerbong nomor dua, khawatir jika orang-orang itu menangkap pandangannya.

Kusir kereta barang tersebut adalah lelaki yang sudah sangat tua, namun tidak terlihat sangat lemah. Meskipun tidak ada jejak kultivasi dari tubuhnya, ia terlihat cukup mahir mengendalikan kereta. Aaron duduk di sebelahnya, memperhatikan kakek tua itu mengendalikan tali kuda.

Kakek tua itu bernama Ah Long, ia cukup ramah dan menawarkan Aaron beberapa makanan. Dari Ah Long juga Aaron tahu bahwa nama nona muda mereka adalah Naruya Yue, dan ternyata di gerbong tersebut bukan hanya ada satu orang gadis, bersama Yue adalah kakak perempuannya yang bernama Naruya Xia yang telah terlebih dahulu masuk akademi, tetapi Aaron tidak melihat gadis itu sebelumnya, mungkin karena terhalang tirai kereta.

Tuan Hong adalah paman dari nona Yue. Menurut keterangan kakek Long, ternyata tujuan mereka ke kota sama dengan Aaron, putri tuan besar mereka Yue akan mengikuti ujian masuk akademi tahun ini. Di samping itu kebetulan mereka juga mengantar barang dagangan, gerbong barang yang ditumpangi Aaron berisi barang dagangan tersebut.

Tiba-tiba tirai gerbong di depannya tersingkap, Aaron dengan jelas melihat sepasang mata cantik menatapnya, hanya beberapa saat kemudian tirai itu tertutup lagi. Aaron tidak percaya gadis itu mengintip untuk melihatnya.

Kakek Long sepertinya menyadari apa yang terjadi. "Jangan pikirkan itu, Nak, kalau jatuh nanti rasanya sakit," ujarnya menggoda.

Aaron terkesiap. "Tidak seperti yang Kakek pikirkan. Aku bukan laki-laki seperti itu," kilah Aaron.

"Hahaha ... di mana-mana laki-laki itu sama. Aku sudah hidup terlalu lama untuk kau bohongi, Nak." Kakek Long terbahak.

Tidak berdaya Aaron hanya duduk menopang dagu. Kakek ini terlalu sensitif, gerutunya di dalam hati.

...

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel