Bab 7 Senyuman Semanis Pabrik Madu
Bab 7 Senyuman Semanis Pabrik Madu
Awalnya Karenina tampak meragukan niat Junot. Lelaki berperawakan biasa dengan bibir tebal terbilang tebal, menurut Nina, itu palingan hanya seorang lulusan psikolog nganggur.
Namun, Karenina sedikit kaget karena Junot mampu menyewa angkot hanya untuk merek berdua saja. Matanya menyelidik. Apa Juno berhutang dulu pada supir angkot ini.
"Nih laki beneran mampu? Isi kantongnya juga palingan tipis kayak badannya" cibir Karenina sambil menatap Junot hina.
"Ayo, Nina kita masuk! Aku sudah sewa angkotnya untuk kita berdua saja" ucap Junot dengan percaya dirinya.
Sedangkan, Karenina tampak melotot tak percaya. Sekaligus merasa ingin melepeh saat lelaki berwajah ekonomis itu mengatakan kalimat, 'untuk kita berdua saja'.
Karenina tampak bergidik, tetapi ia tak bisa menghindarinya. Dia pindai Junot sesaat.
Dan dia menemukan perubahan. Wajah Junot sekarang bersih sekali. Beda dengan ketika Junot masih empat belas tahun dan menyatakan akan menikahinya, dulu.
"Nina, ayo masuk, angkotnya mau langsung jalan. Kan aku sudah bilang, angkot ini hanya untuk kita berdua saja" Junot mengatakannya dengan begitu antusias.
“Penting banget ya, harus diulang-ulang, bahwa kamu membiayai angkot ini. Nanti juga kita bisa patungan,” ketus Karenina.
Junot tertawa. Matanya berbinar-binar.
Andai Karenina tahu, bahwa Junot sudah lama menunggu hal ini. Dia sudah lama menginginkan Karenina memakinya kembali.
“Bukan masalah angkotnya yang penting. Tapi, aku bisa bersama kamu dan mendengarkan suara kamu lagi!”
“Aish! Gombal!” kata Karenina bersungut. Lalu, setengah terpaksa memasuki angkot itu.
Laki-laki itu kembali tersenyum lebar menunjukkan deretan gigi putihnya yang berbehel. Nin, aku masih ingat janjiku untuk menikahimu, batin Junot.
Karenina menarik senyum terpaksa. "Iya. Sudah! Tidak usah senyum kayak gitu lagi! Kamu pikir senyummu manis?" wanita itu kemudian memalingkan wajahnya.
Juno geleng-geleng kepala. Kalau seketus begini, pasti banyak pria-pria patah hati yang dendam pada Karenina, kata Junot dalam hati.
Lelaki ini tidak tahu, jika di dalam sukma Karenina, sudah merasuk sebuah guna-guna. Perempuan ini sebentar lagi gila.
“Etdah! Dibilangin tidak usah senyum, malah semakin lebar saja senyumnya!” kata Karenina kesal.
"Kenapa, kamu takut suka sama aku?" ucap Junot tiba-tiba yang bersamaan dengan itu bulu leher Karenina terasa berdiri turut merasa geli. Tapi, Junot malah terkikik geli melihat reaksi Karenina.
Ia sebenarnya bukan lelaki tukang gombal, hanya saja wajah judes Karenina justru malah membuatnya semakin gencar ingin meluluhkannya.
“Kata banyak perempuan, senyum aku manis. Manis pakai banget. Seperti gula disiram pabrik madu.”
“Siapa?” pancing Karenina.
“Ya aku lah,” kata Junot.
[Kena kau, dengan jebakan betmen-ku.]
“Maksudku, siapa yang tanya? Aku perasaan nggak peduli dengan komentar orang-orang dengan senyummu!”
“Ha ha haa,” Supir angkot tertawa terbahak-bahak. Kali ini, dia tidak bisa menahan lagi kejudesan-kejudesan Karenina, ditingkahi jawaban kocak dan slow dari Junot.
“Jangan judes-judes, Mbak. Si Akangnya ganteng banget, lho!” kata Si Supir.
Karenina diam. Sembunyi-sembunyi, ia lirik Junot.
Pak Supir benar. Junot semakin ganteng. Tapi, tetap saja aku tidak suka. Jijai, mengingat giginya yang berantakan.
Saat ini hanya ada dirinya, Karenina dan seorang sopir angkot disana. Junot menatap jalanan dengan senyum mengembang.
Sedangkan, disampingnya Karenina tengah duduk tak nyaman. Pikirannya mulai menerawang tak jelas. Bagaimana kalau Junot akan melakukan hal buruk padanya?
Bisa saja, 'kan? Siapa yang tak mau disuguhkan perempuan menarik seperti Karenina. Berwajah cantik, tubuh molek, sendirian lagi.
Rasanya kedua pria di dalam sana seperti tengah menyeringai padanya. Oh tidak, lindungi aku dari serangan makhluk aneh ini ya Tuhan! Karenina membatin keras.
Tiba-tiba degup jantung Karenina terasa tak karuan saat sang sopir angkot justru melajukan mobil yang mereka tumpangi ini menjauh dari perkotaan. Tepatnya menuju sebuah hutan yang minim kehidupan.
"Ya, terus aja Bang sampai ujung sana. Kayaknya lebih aman dan jauh dari gangguan" ucap Junot merequest pada sang sopir.
What?
Apa-apaan ini?
Karenina melihat Junot. Dan betapa kagetnya ia, melihat wajah Juno berubah menjadi mesum.
“Woi! Wajahmu kenapa mesum, Junot?” tanya Karenina.
Junot tidak menjawab. Dia malah asyik berbincang dengan sang supir.
Sontak saja Karenina berjengit ketakutan saat mendengar percakapan dua orang pria yang saling menunjukkan raut mencurigakan itu.
"Kamu mau bawa saya ke mana, Junot?" tanya Karenina dengan raut meredam amarah.
Tak disangka reaksi Junot justru terasa menyebalkan bagi Karenina. Ia terasa ingin mencabik-cabik wajah jelek laki-laki itu. Namun, lagi Karenina hanya bisa menahannya saja.
"Seneng-seneng dong Nina sayang. Udah ya kamu diem aja, ntaran juga suka" tutur Junot mengedipkan satu mata ala pemain sinetron antagonis nakal, membuat Karenina kian ingin melepeh pada saat yang bersamaan.
"Jangan macem-macem kamu ya! Kamu mau aku laporin polisi, huh?!" tantang Karenina memasang kuda-kuda penjagaan diri dengan amarah yang kian memuncak.
"Sudahlah, sayang, jangan berlagak sok jual mahal gitu. Aku tahu kamu juga mau kan? Sini, aa Junot peluk dulu" Junot membuka tangannya lebar-lebar hendak memeluk Karenina dengan ekspresi mengerikan.
Karenina diam, tubuhnya terasa kaku tak bisa ia gerakkan. Hanya wajahnya saja yang seolah mengatakan, "Tidak! Jangan sentuh aku! Aku tidak mau terinfeksi bakteri gigi kamu yang berantakan! Tuhan tolongin Ninaaaaaaa!!"
"Aaaaa jangan, jangan, please jangan!!!" pekik Karenina terus menyembunyikan kepala dengan kedua tangan yang disilangkan di depan dada.
Junot dan si sopir yang masih berada di dalam angkot pun merasa heran dengan kelakuan wanita itu.
"Nina, kamu kenapa?" tanya Junot hati-hati.
"Hei Nina, kita sudah sampai rumah kamu!" ucap Junot setengah berteriak agar suaranya tidak kalah tinggi dengan perempuan itu.
Karenina seketika terhenyak lalu terdiam. Napasnya masih tak beraturan.
Ia menatap Junot tajam seraya menyapu pandangan ke segala arah. Karenina memejamkan mata sesaat dan meneguk salivanya berat.
"Jadi, tadi cuma mimpi?" gumam Karenina yang berharap akan mendapatkan jawaban yang pasti.
Junot heran, "perasaan tadi kamu gak tidur, kok bisa mimpi, sih!" celetuk Junot yang mengundang tatapan maut Karenina.
Wanita berambut panjang itu mendengus kesal. Lalu, menyusul Junot yang telah lebih dulu turun dari angkot.
"Nih, Bang duitnya. Terima kasih ya!" Junot mengulurkan tangan memberikan beberapa lembar uang berwarna merah yang tanpa diketahui Junot, Karenina sedikit takjub melihatnya.
Junot berbalik lalu kembali beradu pandang dengan Karenina. Junot menatap lekat Karenina, hatinya terasa senang sekali karena bisa kembali bertemu wanita yang dicintainya.
"Ayo, saya antar ke rumah" ajak Junot dengan ramah.
"Gak!" ketus Karenina.
Junot berhenti lalu mengangkat kedua alisnya tidak heran, sudah pasti Karenina si kepala batu tak akan mau ia antar pulang.
"Denger ya, Junot jelek, saya tidak mau diantar sama kamu! Dan jangan pernah mengadu apa-apa ke orang tua saya soal tadi" tegas Karenina.