Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 4 Permintaan Terakhir

Bab 4 Permintaan Terakhir

“Gelay-gelay abrakadabra Karenina brekele-brekele, TERIMALAH MANTERAKU!”

Mata dengan celak hitam tebalnya melotot, gerakan tangannya semakin lama semakin luwes seperti orang menari. Sesaat Gusso dibuat tak nyaman karena si Mbah mulai melempar-lemparkan kembang tujuh rupa di atas nampan ke arahnya.

Foto Karenina di taruh di sisi kendi berisi darah. Si Mbah terus membacakan mantra-mantra saktinya yang terdengar ambigu di telinga Gusso.

"Hum hum hum! Ti kajaletot maneh edan jadi edan! Huuuummmm" tangannya berlanjut melempar kembang ke atas foto Nina.

Si Mbah lalu meminum air dari sebuah botol yang tersedia disana. Ia mengangkat foto Karenina di depan wajahnya, merapatkan mata sesaat lalu kembali membukanya.

PRROOOT!

Si Mbah kemudian menyemprotkan air dari mulutnya ke foto Nina. Namun, belum selesai, si Mbah justru meminumnya lagi sembari menatap mata Gusso yang semakin terlihat tak nyaman.

Gusso mencoba menarik senyumnya, guna menghilangkan ketakutan yang kembali menyerang.PRRROOTT

Dan, benar saja. Gusso merapatkan wajahnya kemudian menarik usapan dengan telapak tangan dari atas kening hingga dagu.

"Kenapa saya juga disemprot, Mbah?" tanya Gusso sedikit kesal sekaligus pasrah.

Si Mbah melirik anak muda di depannya lalu menatap geram. "Jangan banyak bicara!" ketus Mbah membuat Gusso seketika terdiam.

"Saya menyemprot foto wanita ini agar mantra-mantra saya tidak salah alamat. Dan, saya menyemprot kamu agar wajahmu tidak kelihatan takut melulu, kamu pikir saya setan?!" ucap Si Mbah membuat Gusso membulatkan matanya.

“A ... apa? Ciyus miapa? Mbah tadi menyemprot saya bukan dalam rangka menyalurkan mantera?”

Dukun itu terkekeh. Kemudian manggut-manggut, seraya membelai rambut brekelenya yang gondrong segondrongnya.

Gusso memperhatikan wajah si Mbah tidak percaya. Ia pikir, si Mbah menyemprotnya dengan tujuan tertentu, ternyata hanya untuk mengusir wajah gugup yang dipasangnya saja.

"Mbah, Mbah... kok tega ngeprank saya kayak gitu" oceh Gusso dengan wajah frustasi.

“Banyak cingcong anak muda! Hush! Sana! Sekarang kamu boleh pulang. Jangan lupa transfer COD-nya. Setelah ini berhasil, transfer uangnya! Atau kamu aku bikin gila juga!”

***

Karenina kejang-kejang, seolah ada yang sesuatu yang hendak masuk ke dalam tubuhnya. Sayangnya, itu hanya terjadi beberapa detik saja.

Karenina tidak menyadari itu suatu pertanda janggal. Dia pikir, mungkin karena dia kelelahan saja.

Karenina mengabaikan rasa aneh dalam dirinya. Ia memilih membereskan semua pakaian dan barang-barangnya ke dalam sebuah tas besar.

Karenina akhirnya memutuskan mantap untuk pulang ke kampung halamannya hari ini, setelah tertunda beberapa hari.

Hal itu bukanlah tanpa alasan. Dua hari yang lalu Karenina diterima kerja sebagai guru SMA di kampungnya.

Setelah semua barang telah terkemas rapi, Karenina kemudian mandi mempersiapkan dirinya. Wangi buah menyebar dari rambut hitamnya.

Ia memakai kemeja bermotif bunga dengan dasar warna putih dan corak bunga berwarna hijau segar. Sedangkan, untuk celana, Karenina menggunakan celana berwarna abu-abu semata kaki.

Rambutnya ia urai seperti biasanya. Wajahnya ia poles sedikit dengan make up.

Bibir merah menyala juga membuat penampilannya tampak segar dan menawan. Sejenak, dia tarik napasnya. Dan ia pun pergi.

Karenina keluar dari kos-kosannya dengan menenteng tas besar berisi barang bawaan. Ia menutup pintu lalu mulai berjalan keluar gerbang.

Tiba-tiba saja, ia mendapati pria yang telah ia tolak beberapa kali berjalan bersama seorang wanita yang mengapit lengannya.

Karenina berhenti karena melihat kedua orang itu berjalan tepat di hadapannya. Saat Karenina ingin melanjutkan langkahnya, tiba-tiba saja terinterupsi oleh kegiatan Gusso dan perempuan itu lagi. Karenina pun melirik keduanya.

"Aw! Kamu kenapa ngelepasin tangan aku kasar kayak gitu, Mas?" ucap wanita itu tampak heran.

Gusso berdiri dengan angkuhnya. "Itu karena aku tidak mencintaimu Cyntia. Pergilah dari sini!" usir Gusso mendorong lengan Cyntia.

Cyntia tampak tidak terima dengan perlakuan Gusso padanya. "Kamu apa-apaan sih, Mas. Kita kan baru aja jadian!" balas Cyntia penuh kemarahan.

Gusso menatapnya sinis, "kita putus!" ucapnya begitu remeh.

Cyntia membuka mulutnya tampak tidak percaya. Air matanya mencelos tidak karuan. "Aku tidak terima, Mas. Kamu kok gitu sih! Baru aja tadi kamu gombal-gombalin aku bilang cuma aku wanita yang kamu cintai. Tapi, sekarang...? Kamu tega, Mas!"

Cyntia mendorong tubuh Gusso lalu berlari sambil menangis sesenggukan. Gusso pun hanya menatapnya tanpa rasa bersalah.

Dia mengangkat sudut bibir angkuh. Kepalanya berputar menatap Karenina, wanita yang sedari tadi memperhatikan drama mereka dengan raut tak kalah sinis.

Karenina merasa muak dengan prilaku pria gila di hadapannya. Apa maksudnya memutuskan seorang wanita di hadapan matanya? Ingin membuat dirinya cemburu?

Karenina tertawa pelan lalu memutar mata malas dan melanjutkan langkah. Gusso malah menghentikannya.

“Kamu tidak tanya, darimana saja aku menghilang dua hari ini?” tanya Gusso.

Karenina tidak menggubris. Dia tarik kopernya dengan malas. Dia melangkah begitu saja.

“Astaga! Aku dikacangin. Kamu tidak penasaran apa?”

[Aku memberimu guna-guna, Karenina. Dimanapun kamu berada, kamu tidak bisa lepas dari aku.]

“Apa aku harus penasaran, begitu?” tanya Karenina. “memangnya, aku ini siapanya kamu, sih? Bukan siapa-siapanya kamu, kan?”

“Karenina, kamu tidak bisa pergi begitu saja. Urusan kita belum selesai. Kamu tahu, aku barusan memutuskan Cyntia. Kenapa coba?” Gusso mendekati Karenina.

Sementara itu, Karenina sudah siap dengan semprotan cabainya. Gusso melirik benda itu sejenak.

“Turunkan itu! Aku tidak akan mengejar-ngejarmu seperti lusa kemarin ataupun mengganggumu!” perintah Gusso.

“Maka dari itu, menyingkirlah Gusso. Selamat tinggal. Aku pamit, mau pulang kampung. Mohon maaf, jika ada kesalahan,” kata Karenina.

Srek! Dia menarik kopernya, lalu berjalan tergesa.

"Tunggu! Karenina aku serius padamu, aku mencintaimu" ucap Gusso menghentikan kembali langkah wanita di depannya.

Karenina memejamkan matanya rapat, bukannya menjawab ucapan Gusso wanita itu justru memilih berjalan lagi. Namun, lengan Gusso berhasil meraihnya.

Sontak, Karenina menghempas tangannya kasar. Lalu menikamnya dengan tatapan devil.

"Kamu mau kan jadi pacarku, Nin? Setelah itu kita akan menikah, percayalah hanya kamu di hatiku, Karenina. Tidak? Kamu tidak mau? Kalau begitu, seperti kataku waktu mengejarmu saja, ayo menikah!"

Wajah Gusso saat itu benar-benar seperti memohon pada Karenina. Namun, kesekian kalinya Karenina mengabaikannya saja.

"Karenina aku mencin--"

CUIH!

Gusso refleks memejamkan mata dan menghentikan ucapannya saat ludah Karenina kembali mengenai wajahnya. Tangannya terkepal begitu kuat, harga dirinya sekali lagi di robek kasar oleh wanita sombong di depannya.

"Kamu benar-benar menolakku lagi, Karenina?" tanya Gusso sekali lagi, tangannya bergerak menghapus wajah yang penuh ludah.

"Bukankah kamu sudah tahu, bahwa aku lebih memilih menikah dengan tembok ketimbang menikah denganmu!" jawab Karenina mempertegas.

DAAARRRR

Suara petir menyambar membuat Karenina berjengit kaget. Matanya menengadah sekilas ke langit lalu kembali menatap Gusso.

"Baiklah, kalau begitu tunggulah saatnya kau akan menikah dengan tembok, seperti yang kau inginkan, sayangku" ucap Gusso mengangkat sudut bibir puas.

CUIH!

Dan, seolah tak jera Karenina kembali meludahi Gusso.

"Dasar laki-laki tak tahu malu! Sampai kapanpun tak akan aku bersedia menjadi istrimu Gusso!" umpatnya emosi.

Karenina mengangkat langkah kaki kasar meninggalkan Gusso yang menyeringai puas.

"Dasar perempuan sombong!" cacinya menatap punggung Karenina yang kian menjauh. “tinggalkanlah aku! Selamat bertemu dengan tembok idamanmu!”

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel