Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Tinggi

Santi menggeleng dan menghela nafas panjang. Dia nggak nyangka kalo akan menerima kenyataan pahit ini.

"Pak Harun, Bapak yakin mau memecat saya? Bapak nggak mau cek lagi mungkin saja ini hanya kesalahan fahaman. Bapak kan tahu bagaimana saya bekerja selama ini disini. Seribu perak saja saya boro-boro berani mengambilnya!" Kembali Santi meminta kebijakan agar Pak Harun mengkaji ulang kasusnya.

"Jadi maksudnya lo tetep nuduh gue, San? Secara bukti udah adapun lo masih nuduh gue?" Laras tak kalah sigap berbicara, dia seperti nggak mau sesuatu yang dia buat berantakan karena dilakukan pengecekan ulang.

"Bu-bukan begitu, Lar. Gue nggak nuduh lo. Beneran deh, gue cuma pengen Pak Harun ngecek lagi. Gue nggak mungkin ngelakuin hal kek gini!" Santi berusaha agar Laras tak salah paham padanya.

"Ya, tetep aja San. Intinya secara ga langsung lo itu udah nuduh gue. Karena kan cuma gue yang gantiin lo ngasir. Inget San, selain lo bisa kena pasal pencurian, lo juga bisa kena pasal berlapis lo, pencemaran nama baik kalo nggak terbukti. Hukuman bisa berat lo. Disini kami semua bisa jadi saksi, dan bukti uang pun ada di elo."

Santi cuma bisa diam. Ini merupakan pukulan terberat. Dituduh melakukan sesuatu hal yang sama sekali nggak pernah dia lakukan.

"Iya, nih San, kamu tuh ngeyel amat sih. Udah saya baikin kamu, saya masih kamu gaji loh, nanti akhir bulan kamu masih bisa ambil sisa gaji kamu. Daripada kamu sekarang di giring ke kantor polisi mending kamu keluar secara baik-baik. Urusan kelar dan masalah pun ga lebar. Ini udah malem juga, kalo kamu nggak ambil keputusan, emang kamu nggak kasihan sama temen-temen kamu yang lain, dia nggak akan bisa pulang kalo kamu bersikeras seperti ini."

Pak Harun memojokkan Santi buat ambil keputusan. Mau tau mau Santi terpengaruh omongan Pak Harun dan menatap dua rekan temannya yang terlihat sangat menunggu keputusan dia.

Sekalipun dia memberikan pembelaan dan meminta pembuktian, tetap saja posisinya saat ini salah dengan bukti yang ada dalam tasnya.

"Baiklah, Pak. Saya Terima, saya juga nggak mau ngerepotin orang. Saya keluar dari sini, Pak. Besok saya akan bawa surat pengunduran diri saya, sebab saya juga kan harus menulis surat pengunduran diri saya!" Santi mengambil keputusan, meski pahit. Dia hanya bisa berharap suatu hari nanti masih ada keadilan untuk dirinya.

"Eh-ee, nggak usah tunggu sampai besok. Ini saya sudah buat surat pengunduran diri kamu. Kamu tinggal tanda tangan aja!" Betapa kagetnya Santi mendengar ucapan Pak Harun saat dia meminta Laras dengan kode agar mengambil surat pengunduran diri yang sudah dibuatnya.

"Ini Pak!" Laras memberikan satu lembar kertas yang berisikan pengunduran diri Santi.

"Nah, ini kamu tinggal tanda tangan aja. Saya udah buat semua. Buat sikap kayak kamu yang begini saya udah nggak mentolerir lagi. Saya nggak mau kamu bolak-balik ke toko selain ngambil gaji kamu akhir bulan nanti!"

Benar-benar Santi nggak menduga. Hari ini akan berakhir dengan kesialan yang luar biasa. Sedangkan dia sedang berencana menabung agar bisa membeli rumah meski kecil tapi Santi dan Rina berharap bisa memiliki rumah. Mereka sudah berencana menabung untuk hal itu biar nggak ngontrak tahunan kayak sekarang.

Santi pun akhirnya mengambil kertas tadi dan menandatanganinya. Ada rasa sesaat didada karena dia dituduh seperti ini, tapi tidak ada daya melakukan pembelaan.

"Ya sudah kamu bisa pulang sekarang dan jangan balik lagi ke toko. Itu barang-barang kamu udah diturunin semua juga sama Jono!" Ucap Pak Harun Sinis benar-benar ingin segera mengusir Santi.

Santi hanya bisa pasrah. Berjalan pelan menghampiri meja dan mengambil tasnya. Terlihat Pak Jono sekuriti mendampinginya.

"Buat kalian juga saya izinkan pulang, saya nggak mau kalian kemaleman disini. Nanti biar saya dan Laras yang akan membereskan sisanya!" Ucap Pak Harun, dia mengibaskan uang 2 juta yang menjadi barang bukti yang dikembalikan lagi oleh Pak Jono.

Tentu saja pengumuman itu disambut gembira oleh yang lain karena mereka ga harus tunggu lagi Laras menyelesaikan hitungan kasirnya.

"Ayo, Ras, kamu bawa tas dan data-data yang harus kamu perbaiki di ruangan saya!" Laras mengambil yang diperintahkan dan segera mengikuti Pak Harun ke ruangan setelah mengusir semua orang.

Ceklek! Brukk! Semua barang yang dibawa Laras terjatuh dilantai saat Pak Harun yang tak sabar seperti orang gila mendorong tubuh Laras ke sofanya. Dan dengan cepat mereka berdua sudah beradu bibir. Saling melumat dan bertukar lidah dan air liurnya.

"Ummm... " Pak Harun bersuara dan menarik sebentar bibirnya.

"Gimana Pak, ide-ku, berhasil kan?" Laras berkata sambil menunjukkan senyuman penuh kemenangan.

"Kamu bener-bener pintar, Ras. Untung juga tadi dia ga beneran ngitung ulang dan kita terus menekan. Kalau ga bisa ketauan tadi kita sedang memfitnahnya!" Mulut Pak Harun berbicara tangannya malah membuka kedua selangkangan Laras supaya kebuka lebar dan dia langsung menarik celana dalam milik Laras, membiarkan liang kenikmatan itu terpajang lagi dimatanya.

Kemudian dia tanpa ragu membuka dua belahan milik Laras dan segera memasukan kepalanya disana. Menjilati, melumatinya dengan ganas.

"Sshhh... Ahhh... Ah.... Enakkk... Pakk... Ahhh... Teruss pakk... Lebih dalam... Enak banget.... " Desah Laras dia menaikan dan menggerakkan pinggangnya agar kentil miliknya lebih di jilat dan dihisap lebih dalam oleh Pak Harum sedang kedua tangan Laras yang merasakan nikmat sambil memejamkan mata, kedua tangan Laras mengaruk-garuk putingnya sendiri agar putingnya menegang dan dia merasakan tambah nikmat di tubuhnya.

"Aahhh... Yee... Ummm... Ahh... Ayyoo pakk... Masukin aja... Aku udah basah bangett nih... " Rancu Laras makin mengila dengan jilatan dan hisapan Pak Harun.

"Iya Ras, sebentar saya buka dulu. Ini juga pusaka saya udah tegang dan keras!" Pak Harun dengan cepat membuka celananya dan mengeluarkan batangnya yang memang lumayan besar dan sangat memanjakan liang milik Laras.

Slup! Batang Pak Harun sudah masuk ke liang milik Laras mulai bergerak maju mundur dengan pelan, sedang dan makin keras saat Laras berkata,

"Ahh... Umm... Ahh.. Ahhh... Sshhhh... Ahhh, ah ah... Iya... Lagii... Ahh.. Terus pakkk... Ahggg... Pakk Laras mau keluar nihh.... " Laras melengking dan menggila menerima hajaran dari batang pria beranak dua itu.

"Umm... Ummp.. Iyaa.. Ras.. Saya juga mau keluar... Saya keluarin di dalem aja ya..." Dengan mempercepat ritmenya batang Pak Harun yang sudah mulai benar-benar mengembang sempurna dan byurr.. Cairan kental hangat mulai keluar perlahan dari sela sela liang milik Laras.

Mereka berdua menegang sesaat. Membiarkan sisa kedutan dan nikmat menjalar ditubuhnya sebelum Pak Harun ambruk menindas tubuh Laras yang kecapean

Santi berjalan sedih. Dia tak mengerti kenapa peristiwa itu bisa terjadi padanya. Padahal hari ini berjalan dengan sempurna dan dia sendiri yang penasaran merasakan di jilat payudara dan liangnya, pagi tadi dia udah merasakannya meski hanya sesaat.

Padahal tadinya, Santi berniat meminta juga jatah setiap hari sama Pak Harun kalo dia sedang pengen. Kalau hasrat Santi sedang naik. Dia ingin meminta Pak Harun menjilati liangnya lagi. Karena itu benar-benar nikmat dan ketagihan.

Sekarang kalau di pecat seperti ini. Santi bingung saat hasratnya ingin dia mencari pelampiasan dengan siapa. Dan saat dia membuka pintu, dia melihat Rina dan Riki sedang duduk di sofa. Rina sudah berada dipangkuan Riki. Payudara Rani sedang dihisap oleh Riki. Saat itu Rina hanya menggunakan kaus kegombrongan yang tipis tanpa memakai bra dan celana dalam. Sepertinya itu sudah menjadi kebiasaan Rina kalo di rumah.

Rina selalu bilang kalo Riki datang. Dia pengen tinggal tubruk aja. Begitu Rina bilang. Rina kaget meski itu hal biasa.

"Eh udah pulang Rin, kok lemas banget!" Rina tetap duduk di pangkuan Riki, karena celana Riki memang sudah dibuka dan batang kepemilikan Riki sudah berada dalam liang Rina.

"Umm. Iya, nih!" Dan tumben biasanya Santi langsung masuk kamar. Rina sedikit terkejut saat Santi malah duduk disamping mereka dengan tangan Riki yang masih tak melepaskan memainkan puting Rina.

Tapi, Riki sedikit meneguk air liurnya saat melihat Santi pulang. Dia kepikiran misi tadi pagi saat menjilat memek Santi yang tertunda.

"Gue di pecat, Rin. Dituduh nyuri padahal gue nggak lakuin itu," Keluhnya terlihat sedih.

"Ummm... Ahh... " Desah Rina.

"Ya udah, San, lo makan aja, gue tadi dibawain nasi goreng sama Riki buat kita, ada dimeja. Lo mandi dan bersih-bersih dulu. Ceritanya besok aja. Gue mau lanjut dulu nih sama Riki!" Rina yang tertahan dan Santi baru sadar dengan gelora Rina. Dia menelan air liurnya apalagi tatapan Riki membuatnya gila.

"Eh yaudah. Maaf, gue ga terlalu lapar sekarang, mau mandi ajalah terus tidur!" Santi buru buru bangun dan ga mau mengganggu kenikmatan mereka.

"Eh, iya Rin. Kalo lo ada teman cowok nganggur kenalin gue ya. Gue kayaknya kalo ngeliat lo begitu terus, gue juga jadi pengen punya pacar!" Kekeh Santi.

"Iya, iya, nanti gue cariin, sana gue tanggung nih, ahh... Yaang... Enak banget... " Rancu Rina.

"Yang, pindah ke kamar yukk. Kalo kita capek kan bisa langsung tidur!" Rina manggut dan memeluk tubuh Riki dengan erat saat dia mengangkat tubuhnya. Dan Riki berpapasan dengan Santi yang keluar pake handuk doang sambil menunjukkan payudara yang hampir tumpah-tumpah.

Dan saat mereka bertatapan, Riki berbicara tanpa suara pada Santi, "nanti aku ke kamarmu!"

Santi yang juga horni dan pengen banget cuma mengangguk. Dari pusing memikirkan pekerjaannya.

Sekitar 30 menit Santi menunggu di kamar, tapi Riki belum datang juga. Dia yang sengaja tak memakai celana dalam sesuai permintaan Riki kalo dia mau ke kamarnya.

"Duh... Riki lama amat sih... Kepalaku pusing banget!" Akhirnya tanpa sadar kedua selangkangan Santi dia buka dengan lebar. Santi pake lingerie hitam yang benar-benar menerawang. Dia menaruh bantal beberapa tumpuk agar kepalanya lebih tinggi dan dia bisa melihat memeknya sendiri.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel