Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Dipecat

"Ahhh ... Ayoo ... Mbaakkk.... Keluarin ajaa, saya udah nggak tahan juga nih ... " Sahut mas mas tadi seraya memberikan gelora desakan berbeda agar Santi segera orgasme.

"Ahh ... Ah ... Enak Umm … " Santi mengejang untuk kedua kalinya saat melepaskan cairan kental berwarna putih dari luangnya. Membuatnya terus berkedut merasakan nikmat yang tetap ingin dia rasakan terus.

"Saya bersihin ya Mbak," Ucap mas tadi memasukkan kembali Kepalanya ke lembah rimba milik Santi dan membersihkan cairan kental miliknya. Setelah bersih mas tadi membantu merapikan baju milik Santi dulu, setelah rapi seperti semula mas tadi mulai membuka celananya dan mulai mengeluarkan batang miliknya.

Santi sedikit kecewa melihat batangnya yang nggak gede seperti milik Riki. Karena bayangan fantasi Santi adalah batang besar yang memegang seperti milik Riki.

"Saya hisap ya mas," Meski kikuk Santi mencoba bersikap seolah sudah pernah melakukannya. Seperti bayangan saat dia melihat Rina mengisap batang, Santi pun mulai memperagakannya.

Tapi, Lagi-lagi Santi sedikit kecewa karena baru berapa saat batangnya masuk, si mas sudah menyembur keluar memuntahkan laharnya.

"Uhhh... Ummm..." Ucap mas tadi mengambil nafasnya sesaat lalu segera menutup celananya.

"Mbak, ini buat tips mbaknya. Tolong jangan bilang siapa-siapa ya, kalo saya minta itu tadi!" Mas tadi memberikan Santi 5 lembar uang merah dan memasukan ke dalam saku kemejanya.

"Ah, ini mas, nggak usah. Saya janji kok nggak akan bilang-bilang!" Santi menolak karena sebenarnya dialah yang diberikan enak dan rasa penasaran soal dihisap payudara dan lembah kenikmatan, hari ini sudah dia rasakan semua.

"Udah Mbak, ambil aja, saya nggak apa-apa kok. Cuma kalo saya besok-besok datang lagi kesini dan memesan ice chocolate sama Mbak berarti saya lagi pengen dilayani sama Mbak, Mbak nggak keberatan kan?" Mas tadi seperti sedang memohon. Akhirnya Santi menerima uangnya.

Lagipula Santi nggak rugi banyak kok dia juga bisa merasakan nikmat sekaligus mendapatkan uang.

"Iya mas, Terima kasih kalo gitu. Saya pergi bersih-bersih di ruangan sebelah ya!" Pamit Santi dan buru-buru ke ruangan samping untuk mengecek dan membersihkannya.

Santi membersihkan ruangan seperti biasanya dan saat dia turun lantai bawah sudah ramai dengan yang beli. Jadi dia berbaur dan segera membantu pesanan. Laras masih membantu dia memegang kasir.

Kemudian Laras bergantian membersihkan meja yang memang sudah tak ada pelanggan dan membereskan yang tersisa di meja.

"San, nanti gue break duluan ya!" Pinta Laras yang sudah dapat pesan makan siang bareng pak Harun.

" Iya, Ras. Gue titip jus mangga nanti ya!" Santi merasa ingin minum yang seger seger.

"Oke, nanti gue beliin sekalian, ada lagi yang lainnya nggak?" Tanya Laras lagi sebelum dia benar-benar pergi.

"Nggak usah, Ras, nanti kalo lo balik gue mau makan baso mang Ote disebelah!" sahut Santi.

"Oke, gue jalan dulu ya!" Laras pamitan setelah melihat Pak Harun memberi kode keluar lebih dulu. Laras mengekor dibelakang sambil menarik dompet dan HP nya.

Santi melihat pemandangan yang membuat hatinya sedikit iri. Bukan iri karena Laras jalan sama Pak Harun, melainkan dia iri karena Laras sudah memiliki pasangan atau pacar. Sedangkan dia masih menjomblo.

Santi selalu menarik dirinya buat dekat sama cowok, tapi semenjak semalam dan hari ini dia merasakan sensasi yang berbeda saat memiliki pasangan. Santi jadi pengen juga memiliki pasangan seperti Rina.

'Apa aku cari pacar aja ya? Sekarang kan aku juga udah ngerti kalau diajak nganu nganu walaupun belum selihai Rina. Nanti ah, pulang kerja aku mau ngobrol sama Rina, minta tolong carikan pacar. Siapa tau dia punya kenalan teman cowok yang masih jomblo.'

Begitulah pemikiran Santi saat ini. Dia merasa sudah memiliki keahlian, meski sedikit dan harus belajar lagi. Tapi dia nggak mau kalau sampai lembah nikmatnya di berikan pada sembarangan orang. Santi masih berpegang teguh kalau perawannya hanya untuk sang calon suami.

Calon suaminya aja yang boleh membobol dan melakukan apapun sama dia. Selain itu, Santi hanya berpikir batasnya kalo cuma meremas atau menghisap sah sah saja. Toh, dia pun setelah merasa enak saat melakukan orgasme, Santi jadi ketagihan.

Satu jam lebih Laras baru balik dan bawa jus pesanan dia. Santi bergantian lagi dengan Laras untuk memegang kasirnya. Sedangkan dia sekarang istirahat di ruko sebelah buat makan baso.

Sore hari berjalan lancar dengan pengunjung yang lumayan rame. Sampai gada yang sempat diantara Santi dan Laras ngobrol selain melayani pengunjung. Lanjut ke malam udah berasa lumayan capek karena seharian ini Santi dan Laras juga dua orang temannya yang bertugas melayani pelanggan saat memilih kue atau roti yang mau dibeli.

Pak Harun hanya sesekali ngecek ke area. Tapi lagi-lagi di saat ngecek pun, pak Harun dan Laras kebayakan mojok di sudut ruangan yang tersembunyi. Sesekali Santi melirik sepertinya pak Harun sedang menggesekkan tangannya ke selangkangan Laras dan Laras tampak biasa saja saat di sentuh sama pak Harun, seakan itu udah biasa mereka lakukan.

Mungkin kemarin Santi tidak pernah menyadari itu, karena selalu sibuk dengan pekerjaannya. Tapi, setelah pagi ini dan tahu apa yang mereka lakukan. Juga pun Santi sendiri yang sudah merasa keenakan di obok-obok, dijilati dan dihisap jadi tahu kelakuan mereka.

"Santi, apaan ini? Kamu nggak salah hitung?" Tiba-tiba pak Harun melemparkan data closing kasir padanya.

"Nggak pak, sudah saya hitung ulang dan sesuai dengan setelment mesin EDC juga Pak. Memang ada yang kurang Pak?" Santi yakin tidak salah hitung dan selama ini dia nggak pernah melakukan kesalahan sedikit pun mengenai hitungan closingan kasirnya.

"Kamu nggak usah ngawur deh, San. Tadi saya dan Laras sudah cek dan hitung ulang, uang cashnya kurang 2 juta!" Santi terkejut. Dia nggak mungkin salah, meski nggak sempat spocheck kasirnya, dia yakin selama dia pegang kasir nggak pernah minus.

"Pokoknya saya nggak mau tau. Kamu harus ganti uang minusnya sekarang juga, kalau nggak kamu saya pecat malam ini juga. Saya nggak mau ada karyawan yang merugikan dan chiting uang kasir. Chiting sama aja pencurian, San. Kalau saya bawa kamu ke pihak yang berwajib, kamu pasti bakal di penjara. Karena ini sama aja kamu mencuri!" Tuding Pak Harun.

Nggak ada angin nggak ada hujan. Tiba-tiba dia minus uang kasir sebanyak itu. Lalu dia melirik kearah Laras, "Lo mau nuduh gue, San? Gue nggak tau Apa-apa. Gue cuma back up kasir lo aja. Kalo lo nggak percaya, suruh aja sekuriti cek tas gue, apa gue ngalakuin hal itu. Duit 2 juta bukan uang kecil, San!" Laras lebih dulu memberikan pembelaan diri. Membuat Santi mati kutu. Apalagi dia nggak punya bukti kalo Laras pelakunya.

"Nah, bener kata Laras, daripada saling tuduh, mending cek tas deh!" Pak Harun yang berteriak mengundang sekuriti mendekat.

"Pak Jono, ke loker, bawa turun tas semua tas staff disini. Biar bisa kita cek siapa pencurinya!" Wajah Santi merah padam, dia ingin sekali memberikan pembelan tapi dia tak memiliki bukti.

Nggak lama pak Jono turun dengan membawa tas para staff. Termasuk tas Santi dan Laras. Mereka ke meja yang lebih besar untuk menggeledah isi tas.

"Ini tas siapa pak?" Pak Jono menunjukkan tas selempang hitam milik Santi.

"Pu-punya saya, Pak!" Santi gugup menjawab saat pak Jono memeriksa dan mengeluarkan uang lembaran ratusan dan lima puluh ribuan dari tas Santi.

"Tuh, Pak Harun, bukan saya ya pelakunya, tapi Santi. Dia tuh yang sudah chiting uang kasir!" Santi menggeleng kuat. Dia merasa tak menyentuh tasnya sama sekali selama istirahat. Dia cuma memegang ponsel dan untuk uang istirahat Santi pakai uang yang diberikan mas mas tadi pagi. Benar-benar dia tak menyentuh tasnya.

"Tapi, bener Pak. Saya nggak sempat ngapa ngapain sama tas saya. Saya istirahat nggak sempat ke loker dan saya jajan pun pakai uang yang ada di saku saya sendiri!" Santi memberikan penjelasan dan pembelaan diri.

"Mau kayak gimana kamu ngeles, San. Bukti ada di tas kamu. Kamu pilih deh, mending kamu keluar secara baik-baik. Ya meskipun kami semua disini tau, kamu chiting uang kasir. Daripada kamu sekarang saya bawa ke kantor polisi!" Secara halus pak Harus memecat Santi.

"Jadi, maksud bapak? Saya di pecat?" Kembali Santi mengulangi pertanyaannya.

"Iya, kamu saya pecat. Tapi saya masih baik hati sama kamu ya, San. Kamu bisa datang lagi akhir bulan nanti buat ambil sisa gaji kamu. Itu kebijaksanaan dari saya loh, mengingat kamu sudah cukup baik berkerja disini, selain malam ini ya!" Pak Harun seolah tak sabar ingin menendang Santi keluar.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel