Bab 6. Masakan Istri
"Ah, anu-"
Wajah Nada semburat merah. Dia sangat malu karena terbuai oleh sentuhan dan dekapan Ethan. Tanpa berpikir panjang, dia berlari dan langsung masuk ke kamar mandi. Nada juga mengunci pintu kamar mandi khawatir Ethan mengejarnya.
"Bodoh!" maki Nada untuk dirinya sendiri. Tangannya sangat terampil mentoyor kepalanya sendiri dengan pelan.
Disandarkan punggung dan kepala pada daun pintu dengan napas terengah karena lari menghindari rasa malu pada Ethan. Yang membuatnya semakin terengah dan dadanya berdebar bukan karena takut Ethan mengejarnya, melainkan karena menahan rasa malu atas buaian yang dirasakannya.
Nada menyalahkan diri sendiri di kamar mandi, sedangkan Ethan masih duduk seperti semula. Melihat Nada berlari dengan wajah merah, dia pun tersnyum penuh makna. Dia tidak menyangka bila gadis yang baru saja menikah dengannya jauh berbeda dengan apa yang dia dengar selama ini tentang putri sulung keluarga Vinvent.
"Kalau dia seperti apa yang aku dengar, tidak seharusnya dia bermuka merah seperti itu dan lari. Bukankah seharusnya dia telah terbiasa dengan godaan seorang pria?" gumam Ethan berpikir.
Ethan merasa ada yang janggal dan jauh berbeda antara yang terjadi pada Nada dengan apa yang dia dengar diluaran sana tentang wanita yang dinikahinya itu. Baginya saat ini, Nada sangat mengemaskan, terlebih saat melihat wajah meronanya membuat bibir Ethan tersenyum sendiri.
Terlalu lama Nada berada di kamar mandi hingga Ethan lelah menunggu. Tidak mau gadis itu kedinginan, Ethan pun bangkit dari duduknya dan berjalan mendekati kamar mandi, lalu mengetuk.
"Nada! Apa masih lama? Aku kebelet nih," goda Ethan.
"Sebentar," sahut Nada dari dalam.
Seiring dengan teriakan Nada, terdengar suara gemercik air yang baru dibuka. Sepertinya Nada menyamarkan pelariannya seperti apa yang dikatakan sebagai alasan.
Ethan tersenyum konyol mendengarnya sembari menyandarkan punggung dan kepala pada daun pintu. Kedua tangannya terlipat di depan dada. Dia tau apa yang sedang Nada lakukan di dalam sana. Gadis itu hanya menutupi rasa malunya saja dengan berpura-pura ingin buang air kecil.
"Auw, untung saja." Ethan spontan meneggakkan tubuhnya ketika merasakan tempatnya bersandar terbuka sehingga dia tidak terjungkal.
"Aku sudah selesai," ucap Nada dibarengi dengan pintu yang terbuka. Sebenarnya dia kaget melihat Ethan telah berdiri di ambang pintu, bahkan dia hampir menjatuhkan pria itu.
"Kalau begitu, tidurlah! Biar aku yang tidur di sofa," ucap Ethan sembari berputar balik menuju sofa.
"Eh ...." Nada mengejar langkah Ethan. "Katanya kebelet. Ga' jadi?" Nada bingung dan heran.
"Sudah hilang, masuk lagi," sahut Ethan dengan cueknya, lalu merebahkan tubuh di atas sofa dan terpejam dengan satu tangan menutupi wajahnya dengan lengannya.
"Lho, kok aneh?" gumam Nada menatap lekat dan heran pada Ethan.
Karena tidak ada lagi pergerakan dari Ethan, Nada akhirnya memutuskan untuk tidur juga. Sebelum tidur, kembali mata Nada melihat Ethan. Pria itu tampak tenang dan masih dengan posisi yang sama tanpa pergerakan sama sekali.
Setelah beberapa saat memperhatikan sosok pria yang tertidur di sofa karena dia tidak bisa tidur, Nada kembali bangkit dari tidurnya, lalu mengambil selimut dan berjalan mendekati Ethan. Dengan sangat pelan dan hati-hati dia menutupi tubuh Ethan dengan selimut yang dia bawa.
Sejenak dia terdiam memandangi karya Tuhan Pencipta alam semesta yang begitu sempurna. Tanpa ekspresi dan mata terpejam pun, wajah tampan dengan ukiran sempurna tangan Maha Karya itu semakin elok.
"Hei, apa yang kamu pikirkan, Nada?" Sekali lagi tangan ringan Nada memukul kepalanya sendiri mengusir pikiran aneh dalam kepalanya.
Dengan makian dan gerutu dalam hati, dia pun segera kembali berbaring dan tidur. Nada juga tidak mau Ethan melihat tingkah konyolnya. Susah payah dia harus mengusir segala rasa dalam dirinya, bukan hanya rasa konyol seperti yang baru saja terjadi, tapi juga rasa was-was bila saat dia tidur, maka pria yang baru saja menjadi suaminya itu akan menerkamnya seperti apa yang tadi mereka bicarakan tentang kebutuhan suami-istri.
Nada bergidik ngeri-ngeri sedap memikirkan dan membayangkannya. Dengan cepat dia menarik selimut lainnya dan menutupi diri seluruhnya, lalu memejamkan mata, hingga akhirnya dia pun terlelap.
Sepanjang hidupnya, Nada bukanlah gadis manja dan lemah sehingga pagi-pagi sekali dia sudah bangun dan ini sudah menjadi kebiasaan dan rutinitasnya. Saat akan keluar dari kamar, Nada melihat ke arah sofa, di sana Ethan masih tertidur dengan pulas. Bahkan selimut yang dia gunakan untuk menutupi tubuhnya pun sama sekali tidak berubah posisi.
"Dasar pemalas!" gumamnya sangat lirih.
Nada memaki karena rumor yang beredar, Ethan memang pemalas dan urakan, tetapi kata urakan itu sama sekali belum dia lihat dari Ethan setelah mereka menikah dan beberapa jam bersama. Kalau dia urakan dan hidup sembarangan, seharusnya rumah kecil itu tampak berantakan dan kotor, tapi ini berbanding terbalik dengan rumor yang dia dengar.
Sebagai seorang istri, meski pernikahan mereka terpaksa, Nada tetap menjalankan peran dan tugasnya, kecuali urusan ranjang. Nada mulai berkutik di dapur dan mengolah bahan makanan yang ada di dalam kulkas milik Ethan. Meski sederhana dan apa adanya, ternyata hasil masakan nada mampu membuat pria yang masih terlelap dalam kamar itu terbangun.
"Wangi sekali!"
"Kamu?" Nada terkejut atas keberadaan Ethan di belakangnya. Hampir saja mangkuk dalam tangannya terlepas, untung Ethan langsung sigap dan bergerak cepat membantu Nada memegangnya erat.
Saat tangan mereka bersentuhan kembali rasa canggung di antara keduanya membuat mereka salah tingkah dan lagi-lagi wajah Nada merona. Cepat-cepat Nada meletakkan mangkuk di atas meja dan melepaskan tangannya dari tangan Ethan.
"Oh, maaf." Ethan bersikap cool.
"Makanlah! Aku mencoba masak apa yang ada di dalam kulkasmu," ucap Nada sembari mengisi piring di hadapan Ethan. Nada melayani Ethan layaknya seorang istri melayani suaminya.
"Nanti kita belanja bahan makanan," sahut Ethan sembari menyuap makanan ke dalam mulut.
"Ya." Nada tidak terlalu menghiraukannya.
"Hemmm, masakanmu enak sekali!" puji Ethan.
"O, ya?" Pujian Ethan mengejutkan Nada hingga matanya membulat sempurna.
"Ya, ini makanan terenak yang pernah masuk dalam perutku," pujinya lagi. Ternyata Ethan senang melihat ekspresi Nada.
"Kalau begitu, aku akan memasak setiap hari, asal kamu selalu sediakan bahan makanannya," ucap Nada tersipu malu sembari menundukkan kepala.
"Jangan khawatir! Aku akan bekerja untuk membeli bahan makanan agar setiap hari istriku bisa memberikan aku masakan enak." Lagi-lagi selera menggoda Ethan tiba-tiba muncul.
"Hemm." Nada hanya menggangguk menanggapi perkataan Ethan.
Selama makan, Nada pikir pria yang duduk di hadapannya itu akan terus menggodanya, ternyata tidak. Ethan sangat menikmati masakan yang dia olah. Jelas saja hal itu membuatnya senang, paling tidak masakannya tidak sia-sia dan tidak ada yang harus dibuang karena masakannya tidak tersisa sedikit pun. Ethan menghabiskannya.
"Hari ini aku akan pergi ke rumah orang tuaku, tolong cuci piringnya! Kamu bisa, khan?" ucap Nada setelah selesai makan.
"Pergilah, biar aku yang membereskan semuanya!" sahut Ethan setuju.
"Terima kasih." Nada memberinya senyum.
Setelah Nada pergi, Ethan menghubungi Vidor, asisten pribadinya dan memintanya datang ke rumah.
Tidak berselang lama karena memang Ethan tidak suka ada kata terlambat, Vidor telah sampai di rumahnya.
"Aku membawakan Anda sarapan," ucap Vidor mengangkat bungkusan di tangannya memperlihatkan pada Ethan.
"Apa kamu sudah makan?" tanya Ethan tidak segera mengambil bungkusan itu.
"Belum, aku bisa sarapan setelah Anda kenyang," jawab Vidor.
"Kalau begitu, kamu makan saja semuanya! Aku sudah sarapan. Istriku telah mengolah masakan untukku," ucap Ethan sembari berjalan dan duduk di kursi.
"Hah?! Apa aku tidak salah dengar, Tuan Ethan?" Vidor mengejar Ethan dan langsung duduk di hadapannya dengan wajah tidak percaya.
"Lihat perutku! Sudah penuh, bukan?" Ethan mengelus perutnya menunjukkan pada Vidor bila dia benar-benar sudah makan dan kenyang.
Vidor tersenyum tidak yakin dan merasa ini konyol.
"Aku pikir dunia akan segera runtuh kalau semua yang Anda katakan itu benar, Tuan Ethan." Vidor merasa Ethan telah kerasukan setan.
Masalahnya Ethan adalah pria yang pilih-pilih makanan. Makan di rumah yang sangat sederhana dan ala masakan rumahan gadis bar-bar adalah hal yang mustahil menurut Vidor.