6. Kan Kubalaskan Dendamku dengan Cara Elegan
***
"Bu, tadi Gadis enggak sengaja ketemu sama mama Desi saat lagi makan dengan Eva," ucap Gadis.
"Pasti Dhea ikut ya?"
Gadis menganggguk. "Devano juga ikut, Bu. Tadi mama Desi nyapa dan katanya nenek pingin ketemu, tadinya mau ajak Gadis ke Bandung, tapi Gadis enggak balas pesannya. Malah bilang kalau nenek mau ke Jakarta dan suruh Gadis main ke rumah mama Desi, ya Gadis tolak lah karena bertepatan dengan kepergian Gadis ke Jepang," tuturnya. "Dan Ibu tahu enggak gimana reaksi si Dhea?" tanyanya dan Putri menggelengkan kepalanya. "Wajahnya kayak kepiting rebus, merah merona bukan karena cantik ya! Tapi, karena dia panas. Iri karena mama Desi masih perhatian sama mantan menantunya ini." Gadis terkekeh.
"Memang mamanya Devano sering chat Ibu, dia menyesal dan terus minta maaf dengan kelakuan Devano pada kita, terlebih dengan kamu. Desi memang perempuan yang baik," tukas Putri.
"Memang harus Gadis akui, kalau selama mengenal mama Desi, dia memang mertua yang baik dan enggak banyak nuntut," ucap Gadis. "Tapi, Gadis pingin ketewa terus melihat cemburunya Dhea itu malah membuat dia terlihat bodoh."
"Memangnya apa yang Dhea lakukan?" tanya Putri penasaran.
"Kan Gadis bilang alasannya enggak bisa ketemu nenek karena mau berangkat ke Jepang. Nah, si Dhea nyeletuk kalau Gadis bisa kuliah di Jepang karena koneksi, karena ayah itu seorang rektor. Dia pikir memangnya University of Tokyo itu sistemnya seperti itu kali, kayak kebanyakan di negara ini, apa-apa titipan orang penting. Padahal ayah cuma rektor, bukan presiden. Lagian seleksi di sana itu ketat, mana ada praktik curang kayak gitu."
"Dhea memang gitu, kan. Kamu diamkan saja dia. Kalau diladeni, nanti dia bisa fitnah kamu dan ngatain kamu yang macam-macam," kata Putri mengingatkan.
"Diamnya Gadis ya bukan karena ngalah sama tuh si ulat bulu ya, Bu. Diamnya Gadis itu akan membuat si ulat bulu makin kepanasan karena nanti Gadis justru akan lebih bersinar. Enak saja, si ulat bulu ngehancurin rumah tangga orang, dia-nya senang-senang, masa Gadis yang menderita! Pokoknya Gadis mau balas dendam sama dia, balas dendam yang elegan adalah dengan kesuksesan. Biar dia tahu tuh, kalau dia salah karena berurusan sama Gadis," tukas Gadis, ia masih kesal jika mengingat pengkhianatan keduanya.
"Ibu sih enggak mau kamu sampai terus memikirkan pengkhianatan yang mereka lakukan. Kamu harus bahagia, justru setelah mereka mengkhianatimu, kamu harus hidup jadi manusia baru. Manusia yang lebih bahagia."
"Kalau itu pasti, Bu. Rasa sakit yang mereka torehkan di hati Gadis, pasti Gadis balas dengan kesuksesan dan kebahagiaan yang mereka tak akan sangka kalau Gadis bisa cepat move on," ujar Gadis.
"Baguslah kamu cepat move on! Rugi kalau air mata dibuang untuk manusia seperti mereka," timpal Hadi, ia duduk di depan keduanya. "Mas-mu ke mana?" tanyanya.
"Tadi katanya lagi pergi sama seniornya, Ayah. Mungkin agak malam pulangnya," jawab Gadis.
"Gimana persiapan kamu untuk ke Jepang? Sudah cari tempat tinggal?"
Gadis mengangguk. "Sebenarnya, Gadis sudah mempersiapkan semuanya, setelah menikah itu entah kenapa Gadis langsung booking apartemen untuk disewa, padahal belum tentu keterima, tapi perasaan Gadis harus sewa pada hari itu juga."
"Alhamdulillah, kalau sudah ada apartemen. Itu biayanya masih kurang? Kalau kurang nanti Ayah kasih lagi."
"Baru bayar sebagian sih, Yah. Gadis lagi nungguin si Devano bayar hutangnya. Kan rumah yang dia dan si ulat bulu tempati itu uang Gadis sebagian," jawab Gadis.
"Masalah itu, biar nanti Ayah urus sama pengacara. Kamu fokus saja sama persiapanmu dan Ayah yang bayar sisa sewa apartemen-mu saja. "
"Ih, Ayah! Nanti kalau enggak ditagih keenakan mereka, enak saja tinggal di rumah yang Gadis bayar sebagian. Gadis enggak mau buat hidup mereka tenang!"
"Ayah yang akan bantuin masalah kamu. Saat ini fokus saja ya sama persiapanmu saja," tukas Hadi. "Gadis, Ayah ingin lihat kamu pakai jilab, Nak. Lihat sekarang Eva, temanmu makin kelihatan anggun karena auratnya ditutup."
Gadis menghela napasnya, ini sudah kedua kalinya Hadi memintanya untuk memakai jilbab. Bukan karena ia tak suka atau tidak ingin menutup auratnya, bukan karena itu. Gadis hanya merasa belum pantas saja memakai jilbab karena dirinya masih urakan. "Bukan Gadis enggak mau pakai jilbab. Tapi, Gadis belum siap. Masih mau benerin hati Gadis dulu, kalau Gadis memakai jilbab, tapi kelakuan Gadis minus kan malah menjelekkan citra yang memakai jilbab," jawabnya menjelaskan dari sudut pandanganya.
"Menutup aurat dan kelakuan ya beda! Jangan lantas membuat kamu urung menutup aurat karena merasa kelakuan kamu itu enggak baik. Menutup aurat itu wajib hukumnya, sudah Allah perintahkan dalam Al-Qur'an, kalau kelakuan ya nanti kalau kamu sudah memakai jilbab perlahan akan kesaring sendiri. Jilbab itu sudah ada aturannya, pahalanya pun tetap ada meski kelakuan seseorang yang memakai jilbab itu enggak baik," ucap Hadi menerangkan.
"Iya, Ayah. Nanti Gadis pakai jilbab kok, tapi enggak sekarang ya. Doakan hati Gadis enggak ragu untuk belajar menutup aurat," balas Gadis.
"Mau nanti pakai jilbab pas disholatkan?"
"Astaghfirullah... Ayah! Tega ih, doain Gadis pakai jilbab pas pakai kain kafan," cicit Gadis.
"Kan umur enggak ada yang tahu, jadi sebelum terlambat dan sebelum ajal menjemput, lebih baik kamu menutup auratmu. Ayah bahagia kalau kamu memakai jilbab, Nak."
"Iya, Ayah. Doakan saja ya! Nanti Gadis mencoba belajar memakai jilbab. Tapi bukan sekarang, karena kan mau pergi ke Jepang. Takutnya karena Gadis memakai jilbab, nanti malah dipersulit ruang geraknya di sana."
"Takut itu sama hukuman Allah, Nak. Bukan karena hukuman manusia. Sebab yang kita bawa nanti bukan lah puji-puji manusia, tapi hanya amal kebaikan kita. Jangan takut dunia ini menjauhimu, takutlah surga menjauhimu. Ingat pesan Ayah! Raihlah dunia dalam genggamanmu dan akhirat di hatimu."
Gadis menganggguk. "Iya, Ayah. Insya Allah... Nasihat dari Ayah selalu Gadis ingat dan simpan dalam hati."
***
Setelah mengecek persiapannya ke Jepang itu sudah sempurna, Gadis bersiap-siap untuk tidur cepat karena besok berangkat pagi hari dari bandara. Gadis harus istirahat cukup karena perjalanan nanti ke Jepang menghabiskan waktu lebih dari tujuh jam. Ponselnya berdering, nomor tak dikenal terlihat olehnya. Tanpa pikir panjang, Gadis langsung mengangkatnya.
'Halo. Assalamualaikum.'
'Wa'alaikumussalam... Gadis kamu besok ada waktu?'
Gadis langsung kesal, ia sudah hapal suara siapa yang meneleponnya, suara lelaki yang ia sangat benci. 'Enggak ada, aku sibuk!'
'Besok bertemu denganku sebentar, hanya lima belas menit. Aku hanya ingin bicara hal yang penting denganmu,' pinta Devano memaksa.
'Lima belas menit pun enggak bisa. Waktuku terlalu berharga untuk hanya sekedar bertemu denganmu.'
'Kamu masih belum terima kalau pernikahan kita sudah berakhir? Aku pikir kamu baik-baik saja.'
'Aku sudah lebih bahagia setelah pernikahan kita berakhir. Untuk itu aku enggak bisa menemui kamu besok,' tukas Gadis, ia bicara setenang mungkin.
'Kalau sudah bahagia, kenapa enggan bertemu denganku?'
'Karena besok, aku akan berangkat ke Jepang.' Gadis langsung mengakhiri pembicaraan mereka di telepon dengan kesal.
"Maaf ya! Besok Kebahagiaanku di mulai, bahkan nanti lebih bahagia." gerutu Gadis sambil menatap ponselnya kesal.
***