Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 5 Jelaskan!

Bab 5 Jelaskan!

Setelah putusan sambungan telepon sepihak dari ibunya itu, Aarav kembali menatap gadis remaja yang sedang menundukkan kepalanya sambil memainkan kedua jari telunjuknya, gugup.

Ia menghela napasnya, mau tidak mau ia harus mengikuti keinginan Kanaya untuk membawa gadis ini kerumahnya. Kalau tidak semua ini akan semakin runyam, “Nanti malam kamu ikut saya, ” ucap Aarav tegas.

Maharani yang sedang menunduk, mengangkat kepala setelah mendengar perkataan laki-laki di hadapannya seraya bertanya, “Ke—ke... mana Om?” Suaranya bergetar takut. Berbagai spekulasi-spekulasi negatif muncul di otaknya.

“Ke rumah orang tua saya, ” jawab Aarav, ia sudah mulai bisa mengontrol emosinya agar tidak membuat gadis dihadapannya ini tidak terlalu gugup dan ketakutan.

Mata Maharani membelalak. ”Ke rumah orang tua Om? Untuk apa Om?” tanya Maharani dengan polosnya.

Aarav mengernyit bingung, setelah apa yang gadis ini lakukan kepadanya dia masih bisa menanyakan pertanyaan seperti itu dengan wajah polos bingungnya.

“Setelah hal gila yang kamu lakukan di depan banyak wartawan tadi, kamu masih bertanya untuk apa? Gara-gara kamu sekarang saya jadi headline berita dan orang tua saya jadi salah paham!” jawab Aarav, suaranya meninggi. Dia merasa gadis remaja yang ada di hadapannya itu.

Mendengar jawaban Aarav, seketika Maharani merasa bodoh bertanya seperti itu tadi, sudah pasti karena hal gila yang ia lakukan tadi di depan banyak wartawan,”ta—tapi om—” ia masih bimbang apakah iya harus ikut, otaknya berkata sudah seharusnya ia ikut. Itu konsekuensi akibat ulahnya, tapi hatinya merasa gugup untuk bertemu orang tua laki-laki di hadapannya ini.

“Tidak ada penolakan," potong Aarav tegas. Maharani mengangguk pasrah.

Sekarang Maharani berada di ruangan Aarav, lelaki itu tadi mengatakan ia akan menyelesaikan shift—nya terlebih dahulu setelah itu mereka akan pergi kerumahnya. Maharani hanya bisa pasrah mengikuti perintah Aarav.

Dan di sinilah ia, di ruangan yang tidak terlalu besar tetapi terasa sangat nyaman sejak pertama kali ia menginjakkan kakinya di ruangan ini. Jika kita berjalan lurus dari pintu masuk ruangan kita akan melihat jendela kaca yang tinggi dan besar yang berhadapan langsung dengan taman penuh bunga sekaligus area outdor restoran Mozzafiato. Jendela ini juga yang menjadi sumber cahaya dari ruangan ini selain lampu. Isi dalam ruangan ini tidak terlalu banyak, hanya ada kasur single bed yang menempel dengan sisi jendela, meja yang tidak terlalu besar di sebelah kanan kasur, lemari baju kecil di sebelah kanan meja dan di bagian kiri ruangan ada kamar mandi yang tidak terlalu besar. Maharani berpikir mungkin ruangan ini hanya dipakai Aarav untuk beristirahat.

Mata Maharani terpaku pada foto-foto yang ada di ruangan tersebut. Yang pertama ada foto Aarav memakai baju toga berwarna biru dan putih khas institut memasak terkenal di Italia. Di foto tersebut Aarav bersama dua orang, yang Maharani simpulkan dua orang tersebut ialah kedua orangtua Aarav. Dari foto tersebut Maharani bisa melihat bahwa kedua orangtua Aarav adalah orang tua yang sangat ramah, hal itu membuat ia sedikit lega karena di pikirannya sejak tadi ia membayangkan bahwa orangtua Aarav adalah orangtua yang keras. Dalam foto tersebut Aarav dan kedua orangtuanya tersenyum sangat bahagia.

Selanjutnya ada foto keluarga Aarav, ternyata Aarav memiliki 2 saudara perempuan dan 3 saudara laki-laki. Semua perempuan dalam foto tersebut memakai hijab dan Maharani menyimpulkan keluarga Aarav cukup islami. Semua orang dalam foto tersenyum bahagia, yang sangat menggambarkan bahwa keluarga Aarav adalah keluarga yang sangat harmonis. Sisanya pajangan yang ada di dinding adalah medali dan sertifikat prestasi yang selama ini Aarav dapatkan.

Setelah melihat-melihat, Maharani duduk di kasur di dalam ruangan Aarav dan menghadap ke arah jendela melihat pemandangan taman yang ada di balik jendela tersebut.

Jam menunjukan pukul 19.00 saat Aarav masuk ke dalam ruangannya, rasa lelah dan pegal melingkupi tubuhnya. Akibat kejadian tadi pagi restoran menjadi sangat ramai, banyak sekali pengunjung yang datang ke restoran untuk makan, ada juga pengunjung yang hanya memesan sedikit tapi banyak bertanya tentang kebenaran berita Aarav yang sedang ramai.

Saat masuk Aarav sudah melihat bahwa Maharani tertidur, tetapi ia urung membangunkannya, karena tubuhnya terasa lengket dan ia harus segera membersihkan tubuhnya, setelah selesai mandi dan mengganti pakaian jam menunjukan pukul 19.30, Aarav melihat Maharani yang masih tertidur dengan posisi yang sama. "Gadis ini kenapa bisa tidur dengan posisi tersebut dengan sangat lama? Apa tidak merasa pegal?” batinnya.

Aarav mendekati Maharani yang tertidur dengan posisi setengah duduk, setengah tiduran di kasur single bed yang ada di ruangannya itu, rambut panjang kecoklatan yang terkena paparan matahari Maharani menutupi setengah dari wajahnya.

Awalnya Aarav ragu, tapi akhirnya tangannya itu maju untuk memegang rambut yang menutupi wajah Maharani dan mengarahkannya ke belakang telinga gadis itu.

Sekarang wajah gadis itu terlihat jelas oleh Aarav, wajah putih bersih tanpa riasan make up yang terlalu banyak, bulu mata yang lentik, dan juga bibir berwarna babypink. "Gadis ini pasti sering perawatan kecantikan, ” batinnya. Saat dia melihat jam yang ada di pergelangan tangannya ia teringat harus segera pulang karena pasti ibunya sudah menunggunya di rumah untuk mendengar penjelasan mengenai berita yang beredar.

Aarav bingung bagaimana cara membangunkan gadis di hadapannya ini, karena ia belum tahu namanya, setelah berpikir cukup lama tangannya meraih pundak Maharani dan Aarav menggoncangkan pelan tubuh gadis itu seraya berkata, “ Hei... Hei... bangun, kita harus segera pergi.” tak lama kemudian Maharani membuka matanya, awalnya matanya membelalak kaget tetapi tak lama ia ingat dan mengubahnya posisinya menjadi duduk.

“Hoaammm... Maaf ya Om aku jadi tidur di sini. Habisnya Om lama sekali sih kerjanya aku kan jadi bosan dan ngantuk. Apa shift Om sudah selesai?” tanyanya dengan wajah khas orang bangun tidur.

'Lucu sekali wajah bangun tidur gadis ini,' batin Aarav . “Sudah, ayo cepat kita harus pergi orang tua saya pasti sudah menunggu di rumah, ” jawabnya tegas beda sekali dengan suara hatinya yang terkekeh memuji wajah bangun tidur gadis di hadapannya ini.

Sekarang Aarav dan Maharani sudah dalam perjalanan menuju rumah Aarav, sunyi mengisi mobil tersebut tidak ada pembicaraan sama sekali di antara mereka berdua.

'Aduh, kenapa sunyi sekali sih? Radio pun tidak dinyalakan, aku jadi bingung harus apa...' Batin Maharani kesal, tanpa sadar dia memperhatikan wajah Aarav yang sedang serius menyetir.

“Om ini ternyata tampan sekali ya, rahangnya menggoda sekali, hidungnya mancung, rambutnya yang panjang sedikit keriting itu diikat sebagian menambah pesona wajahnya, dan juga bibirnya yang berwarna pink dan tipis itu menjadikan dia sempurna sekali. Om bule yang menggoda.' Batin Maharani semakin menjadi cerewet seiring matanya memperhatikan wajah Aarav dari arah samping.

Aarav merasa dirinya diperhatikan, akhirnya menoleh kearah Maharani dan berkata, “apa ada sesuatu di wajah saya? Kenapa kamu memperhatikan saya lekat sekali?”

Maharani yang merasa dirinya ketahuan memperhatikan Aarav, terbelalak dan menjawab “Ti—tidak ada apa pun kok Om di wajah Om, Tidak ada apa-apa aku serius.” jawabnya terbata-bata.

“Lantas kenapa kamu melihat saya aneh seperti itu?” tanya Aarav sambil menoleh sekilas ke arah Maharani dan menaikkan alisnya sebelah dan kembali fokus menyetir.

'Aduh aku harus jawab apa? Malu sekali deh...’ batin Maharani bingung.

“Kenapa diam saja?” desak Aarav yang semakin penasaran pada Maharani.

Maharani yang didesak seperti itu akhirnya tanpa berpikir menjawab, “habisnya aku melihat Om menyetir sepertinya seru sekali, Om bisa pergi kemana pun Om mau tanpa diawasi atau diantar supir.

Selama ini aku pergi kemanapun selalu diantar supir, dan tempat yang aku datangi harus dilaporkan kepada orang tuaku, aku tidak pernah diperbolehkan belajar menyetir mobil padahal umurku sudah 20 tahun.” jawab Maharani murung.

“Sepertinya orang tuamu protektif ya?” tanya Aarav kembali, merespon perkataan-perkataan dari gadis remaja labil itu menurutnya.

“Hu'uh! Bukan protektif lagi tapi sangat sangat protektif Om! Ditambah lagi kedua orang tuaku berdarah Jawa kental, tidak jarang aku diminta untuk berprilaku ayu seperti gadis Jawa pada umumnya, membosankan sekali,” seloroh Maharani semangat dengan raut wajah cemberut menunjukkan segala ekspresi.

“Oh seperti itu, ” jawab Aarav singkat dan kembali fokus pada jalanan yang ada di depannya.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel