Bab 4 Hamil?!
Bab 4 Hamil?!
Aarav mengendarai mobilnya dengan penuh kehati-hatian, dia yang terbiasa mengendarai mobilnya dengan kemudi di sebelah kiri itu masih kagok saat mengemudi dari sebelah kanan, meski dirinya sudah mendapatkan sim atau lisensi mengemudi bertaraf internasional.
Namun, ibunya bilang dia harus membuat SIM Indonesia, karena... Tidak semua daerah memberlakukan sim internasional.
Setidaknya di Jakarta masih boleh.
Dia membawa tentengan tasnya yang berisi seperangkat pisau berbagai jenis yang selalu dibawanya kemanapun. Berkat pekerjaannya tentu saja.
Ponselnya berdering dan menampilkan nama kontak bertuliskan 'Mama'. Aarav tersenyum dengan segera memasang handsfree wireless ke telinganya sebelah kiri.
"Ya mama?"
"Assalamu'alaikumnya mana?" Aarav terkekeh saat mendengar teguran ibunya itu.
"Hehehe, sorry mama. Assalamu'alaikum, ada apa mam?" tanyanya.
"Wa'alaikumsalam, kamu sudah di mana nak?" tanya Kanaya dari sebrang yang ntah berada dimana.
"Masih di jalan mau ke Mozza dulu, ada apa?" tanya Aarav kembali.
"Nanti malam, jangan lupa untuk ke rumah ya? Kakakmu, Naura dan kak Adam akan berkunjung ke sini, juga Afsheena dan calon suaminya."
"Ah, begitu... Oke mama, nanti aku pulang cepat. Untuk memasakkan mereka makanan juga," kekehnya pelan.
Kanaya hanya tertawa menanggapi putranya itu. "Ya sudah, aku tutup dulu ya mam? Kalau terus bertelponan aku tak yakin akan selamat selama mengemudi, assalamu'alaikum..."
Aarav memutuskan panggilan mereka. Dia masih harus fokus mengendarai mobilnya agar bisa sampai dengan selamat di restorannya.
Jalanan Jakarta tampak lengang dengan adanya libur natal yang membuat banyak orang pulang kampung, begitu kalau kata mamanya, Kanaya.
Aarav memarkirkan mobilnya tepat di depan restorannya. Namun, beberapa wartawan media yang sudah duduk di teras, Aarav mengetahuinya dari kamera yang mereka bawa. Dari mana mereka tahu? Pasalnya media internasional pun tidak tahu sama sekali dirinya yang entah berantah. Sekarang? Mereka menunggu? Dia berbicara keadaannya, soal percaya dirinya tentu saja. Namun, di restorannya ini memang tak ada yang bisa diliput kecuali para food vlogger dan... Dirinya yang sempat berstatus menjadi chef selebritas.
Aarav mengenakan kacamata hitamnya Dolce & Gabbana bertengger di hidung mancungnya saat ini. Kakinya menjulur keluar. Salahnya yang menggunakan Jeep Wrangler yang baru saja sampai di Indonesia setelah menunggu 2 minggu ini.
Para wartawan memerhatikan kedatangan mobil itu membulatkan matanya penuh, pria yang ditunggu-tunggu oleh mereka sudah tiba!
Segera kamera menyoroti Aarav dan para wartawan menyerbunya. Menanyakan kapan tiba di Indonesia, dalam rangka apa dan karirnya sebagai chef selebritas. Namun, saat Aarav selesai menjawab dan siap masuk ke restoran, gangguan dari lalat buah datang.
Seorang gadis belia dengan baju kuliah kedinasannya menyeruak kerumunan karyawan itu dan tiba-tiba dengan lantangnya berkata, "Om!! Om mesti tanggung jawab! Aku HAMIL!!!" teriak gadis belia dengan rambut hitam legam yang dikepang ke belakang itu.
Sejenak hanya ada suara angin dan terasa senyap, sebelum akhirnya wartawan mulai memotret kembali bersama gadis beli yang membuat pertanyaan mencengangkan itu.
"Hamil? Apa maksud anda nona"
"Bisa tolong jelaskan maksudnya?"
"Tolong beri pernyataan yang jelas mengenai ucapan gadis ini tuan Aarav!"
Semua wartawan mulai kembali menyerbunya.
"Saya tak pernah menghamili siapa pun, terutama gadis belia ini!" tegasnya dengan segera.
Aarav mengerutkan dahinya sejenak. "Saya tak pernah berjumpa denganmu apalagi tidur denganmu gadis cilik!" Aarav menggeram saat ini. Bisa-bisanya dia ingin hidup tenang malah muncul si lalat buah yang hinggap padanya.
Sudah pekak telinganya mendengar serbuan wartawan. Dengan cepat dicengkramnya pergelangan gadis itu dan tenaganya yang besar membuka kerumunan dengan sekali hentakan. Keduanya berlari memasuki restoran.
"Tolong tutup pintunya!!!" perintahnya pada salah satu karyawan.
Napas gadis itu terengah-engah bersamaan dengan Aarav yang tak kalah lelahnya. Namun, matanya yang setajam elang mulai menyorot gadis yang terbungkuk-bungkuk di hadapannya itu. Amarahnya terpancing saat itu juga membayangkan apa yang terjadi padanya mulai detik ini juga.
"Bisa tolong jelaskan maksudnya nona?" tuntutnya.
Gadis belia itu mengangkat wajahnya dan membelalakkan matanya ketika melihat wajah pria tadi dengan jelas. Pria itu chef di... Sini?!!
Wajah tampan nan rupawan bak sang Adonis itu membuat mulutnya menganga tak percaya pada penglihatannya. Sejenak dia terbuai dan mengabaikan pertanyaan Aarav.
Seketika gadis itu ketakutan dan Aarav ingat gadis itu, gadis yang putus cinta!
Tangannya bertolak pinggang menunjukkan intimidasinya pada wanita ingusan yang berani-beraninya mencari masalah dengannya saat ini.
"Kenapa tidak menjawab? Apa kamu tiba-tiba menjadi bisu?" Aarav mulai melangkah maju dan terus menyudutkannya, dia kesal saat ini.
Gadis itu sekarang panik, wajahnya sudah menunjukkan ketakutan dan dia kelabakan. "Eh, i, itu... Itu..." Suaranya hilang seketika.
"Itu apa nona?" Aarav semakin menekankan kata-katanya dengan menahan geram.
Duk! Tubuh gadis itu sudah mentok, punggungnya menabrak tembok. Dia ketakutan sekarang. Keringat dingin mengucur di tubuhnya saat ini dan dia... Ingin pipis!
"Sekarang bisa jelaskan?!" bentak Aarav menggelegar sudah tak tahan dengan kegaguan gadis belia di hadapannya itu.
Suara berat yang membesar seketika membuat tubuh gadis itu semakin terkejut bukan main. Dia mematung dan wajahnya pias, pucat seputih kertas dengan bibirnya yang gemetar dan airmatanya yang mengalir.
Itu bukan murni kesalahannya! Itu adalah ulah senior yang mengerjainya saat ospek!
"Kamu sukses membuatku tak bisa hidup tenang nona!" desis Aarav penuh penekanan karena amarahnya.
Tangan Aarav terjulur dan menghentak tembok sisi kiri tepat kepala gadis itu. Respon gadis itu semakin menciut ketakutan dengan matanya yang sukses menangis. Wajahnya berpaling ke arah kiri dan tangan Aarav kembali menghentak sampai dia terkejut bukan main, jantungnya sudah tak sehat lagi saat ini.
Gadis itu semakin ketakutan saat wajah Aarav yang bengis berada di hadapannya. Baru saja Aarav ingin memperjelasnya namun, ponsel di sakunya sudah menjerit-jerit yang mau tak mau dia harus mengangkat panggilan itu.
'Mati kau!' Batinnya sudah menjerit saat melihat kontak tertulis 'papa'!!!
Glek!!! Aarav menelan ludahnya dengan susah payah saat ini. Dia menempelkan benda pipih itu di telinga kirinya namun matanya tetap mengawasi si lalat buah yang sedang ketakutan itu.
"Assalamu'alaikum pa..."
Belum sempat dia melanjutkan ucapanya, suara melengking nyaring milik ibunya sudah menyambar bagai petir di pendengarannya.
"AARAV AL-FATEEH KYLIE! JELASKAN MAKSUD BERITA ITU!!"
Aarav menjauhkan ponselnya saat itu juga, dia menghela napasnya pelan mendengar kelima kalinya ibunya bersuara kencang begitu.
"Ma... Dengarkan Aarav dulu, itu salah paham ma..." kilahnya mencoba mendapatkan pengertian sang ibu.
"Mama tak mau tahu!!! Malam ini, ajak perempuan itu ke rumah! Tidak. Ada. Bantahan." Kata-kata yang ditekankan oleh ibunya semakin membuat amarahnya menggelegak. Matanya menatap nyalang gadis belia yang masih menatapnya was-was dan penuh ketakutan.