Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 13 Pelayan

Bab 13 Pelayan

Jun menatap kantor gadis itu. Perusahaan Bintang memang selama ini sering bekerja sama dengan perusahaan milik Jun. Beni mengatakan jika dulu perusahaan Bintang merupakan cabang dari Sejahtera Company namun karena suatu masalah Bintang memisahkan diri.

Jun mengetuk pintu pimpinan. Ia masuk setelah terdengar suara dari dalam yang mempersilahkannya masuk.

"Kau serius akan bekerja denganku?" tanya gadis itu.

Jun mengangguk.

"Panggil aku Ayu. Meski kita masih seumuran dan sekampus. Selama di kantor kau cukup panggil aku Bu Ayu," ucapnya.

"Sekampus?" tanya Jun heran. Selama ini ia tidak pernah bertemu dengan Ayu.

"Ya, meski beda jurusan aku mengenalmu. Kau lumayan terkenal di kampus. Lihat!" tunjuknya ke grub pesan yang menampilkan beberapa fotonya dan menjadi perbincangan.

"Wah, saya jadi malu. Ada foto saya yang lagi tidak pakai baju atasan," ucap Jun nyengir.

"Justru karena kamu terkenal, apa kamu tidak malu bekerja di sini sebagai pelayan pribadi saya?" tanya Ayu.

"Tidak, sama sekali tidak keberatan," ucap Jun.

"Syukurlah. Aku hanya ingin memastikan hal tersebut," ucap Ayu.

Jun mengangguk seraya tersenyum.

"Apa ada tugas pertama yang bisa saya lakukan?" tanya Jun.

"Bikinin saya kopi," ucap Ayu.

Jun segera bergegas menuju dapur kantor dan segera menyeduh kopi. Setelah siap ia segera membawanya ke ruangan Ayu.

"Siapa itu? Tampan sekali," ucap beberapa karyawan yang kebetulan melihat Jun.

"Oh, itu pelayan pribadi nona Ayu," jawab karyawan lain yang kebetulan tahu.

Semua orang terkejut. Walau bagaimana pun mereka berdua sama-sama muda.

"Kapan aku punya pelayan pribadi kayak gitu," timpal yang lain.

"Sadar diri Bu. Laki mau dikemanain," tegur yang lain.

Di tempat lain Jun menyuguhkan kopi di meja Ayu. "Silahkan," ucap Jun sopan.

Ayu berterima kasih. Jun secara sigap merapikan kertas dan buku yang berantakan. Ia menyapu lantai. Mengelap jendela. Lalu membuang sampah, saat itulah handphonenya berdering.

"Bos, proyek yang miliaran itu berhasil kita dapatkan," ucap suara Beni di sebrang. "Bos lagi ngapain sekarang?" tanya Beni lagi.

"Lagi buang sampah, udah dulu ya. Aku masih mau bersihkan kamar mandi. Awas kalau nelpon lagi."

"Eh, bos. Bersihkan apa bos!" teriak Beni namun langsung diputus.

Jun kembali masuk ke dalam. Kini ia mengepel kamar mandi sembari menatap Ayu yang serius bekerja. Hatinya senang sekali. Akhirnya ia bertemu pahlawannya lagi.

"Bos, ini laporan keuangan bulan kemarin," ucap seseorang menyerahkan laporan kepada Ayu.

"Keuangan kita terus menurun Bos. Kecuali perusahaan Paradise mau bekerja sama dengan kita sebagai penyedia bahan untuk proyek terbarunya. Ku dengar proyek kali ini bernilai milyaran," ucap bawahan Ayu.

"Apa kau sudah mengajukan kerja sama ke sana?" tanya Ayu.

"Sudah bos. Tapi nampaknya yang mengajukan kerja sama sangat banyak. Perusahaan kita yang terbilang baru ini mungkin tidak dilirik sama sekali."

Ayu menghela napas berat mendengar penuturan bawahannya.

"Padahal kualitas dan ke profesionalan kerja kita lebih baik dari yang lain," gumam Ayu. Ia menekan keningnya.

"Apa tidak ada cara lain untuk menaikkan omset?" tanya Ayu.

"Cara sih, banyak bos. Tapi di saat genting begini hanya Paradise penyelamat keuangan kita."

"Baiklah, kamu keluar dulu. Biarkan aku berpikir," ucap Ayu.

Jun yang mendengar semua percakapan tersebut juga keluar dengan membawa sampah dari dalam kamar mandi. Sampai di luar ia kembali menelpon Beni.

"Halo bos, kau sedang kerja apa?" tanya Beni langsung.

"Lagi buang sampah," sahut Jun.

"Oh iya, apa di meja ada proposal kerja sama dari perusahaan Bintang?" tanya Jun.

"Bentar Bos," ucap Beni.

Jun membuang sampah ke tempat sampah dimana biasanya nanti akan ada truk sampah yang mengangkutnya dari sana.

"Ada Bos," sahut Beni.

"Bagus. Apa kau sudah memutuskan dengan siapa saja kita merangkul perusahaan lain?" tanya Jun.

"Belum. Kan nunggu kamu Bos," ucap Beni.

"Kalau begitu. Perusahaan Bintang diterima," ucap Jun.

"Siap Bos. Lalu bos mau ngapain?" tanya Beni lagi.

"Bersihin kamar mandi. Belum selesai," ucap Jun.

"Astaga Bos!" kejut Beni.

Jun segera menutup telponnya. Ia harus bergegas nanti siang kampus masuk. Semua pekerjaan harus segera selesai. Ia diijinkan Ayu pergi jika ada jam kuliah.

"Jun, minta tolong pijitin pundakku dong," ucap Ayu.

Jun segera menaruh tempat sampah. Mencuci tangan lalu mengeringkannya. Setelah itu ia mendekati Ayu. Begitu tangannya menyentuh pundak Ayu. Hati Jun menjerit kegirangan. Ia seperti merasakan aliran listrik di tangannya lalu menyetrum hatinya. Nikmat mana lagi yang harus ia dustakan.

"Ada masalah Bu?" tanya Jun.

Ayu tersenyum. Jun bisa melihat itu di pantulan cermin di depan mereka.

"Biasa lah Jun, namanya juga bisnis pasti ada pasang surutnya. Hanya saja ayahku pasti akan mengolok ku. Ia yang tidak setuju dengan pekerjaanku akan bersorak melihatku jatuh," ucap Ayu.

"Jangan menyerah. Yakin selama di jalan yang benar Tuhan pasti bantu. Apalagi Bu Ayu baik," puji Jun.

Ayu tersenyum lagi.

"Kau hanya tidak tahu jika aku pernah berbuat kesalahan besar yang membuatku menyesal seumur hidup," ucap Ayu.

"Semua orang pasti punya Bu Ayu. Yang lalu jadikan perjalan agar tidak terulang kembali," ucap Jun.

Ayu menyingkap rambutnya. Leher jenjangnya nampak di hadapan Jun.

"Sepertinya leherku kaku. Maaf ya, aku malah memintamu memijit seperti ini," ucap Ayu.

Jun tersenyum. "Apapun buat Bu Ayu akan aku laksanakan."

Ia memijit leher ayu dengan lembut. Entah mengapa melihat leher Ayu. Si jerry miliknya ikut menegang. Bisa-bisanya hormonnya naik hanya dengan melihat leher gadis yang disukai. Jun merutuk dirinya. Mendadak ia mengingat ayahnya juga. Pasti hormon dengan tegangan tinggi ini menurun darinya.

Di tempat lain Park Jeon bersin-bersin. Ia meraih tisu dan mengusap hidungnya. Tidak ada ingus, sepertinya ada yang sedang mengingatnya. Mendadak wajah anak semata wayangnya melintas dalam benaknya.

"Ben, mana anak itu?" tanya Park Jeon ketika berhasil menghubungi Beni melalui sambungan internasional.

"Anu, bos lagi ke kampus," ucap Beni bohong.

"Benarkah? Bukannya kemarin kau bilang dia masuk tiap jam tiga," ucap Park Jeon curiga.

"Biasanya ia Tuan. Tapi hari ini ada tambahan," sahut Beni berbohong kembali.

"Baiklah kalau begitu, kabari aku kalau dia berbuat ulah," ucap Park Jeon sebelum memutus teleponnya.

Di kantor Beni bernapas lega. Ia terpaksa berbohong demi melindungi Jun. Mana mungkin ia bilang Jun sedang bekerja menjadi pelayan demi dekat dengan gadis yang diincarnya. Bisa-bisa Tuan Park langsung menyusul ke Indonesia saat itu juga.

Namun baru kali ini Jun mengincar seorang gadis. Biasanya ia sama sekali tidak tertarik dengan gadis mana pun. Mungkinkah hadis itu cinta pertama Jun yang pernah ia ceritakan pada Beni. Ia harus mencari tahu seluruh seluk beluk gadis tersebut sebelum Jun nanti malah sakit hati. Ia sudah diperingatkan oleh Tuan Park agar menghindarkan Jun dari segala sesuatu yang melibatkan emosi dan perasaan yang menyakitkan untuknya. Atau kalau tidak Jun bisa tidak terkendali lagi.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel