Ringkasan
Jun adalah seorang mahasiswa semester lima jurusan seni. Kelahiran Korea dengan ibu dari keluarga bangsawan Jawa. Ia jatuh cinta pada gadis bernama Ayu, pemilik perusahaan Kejora. Demi cintanya Jun rela menjadi pelayan pribadi Ayu, menjadi kacung, membersihkan toilet, menyapu, mengepel, sampai membuang sampah ruangan bos cantiknya itu. Tidak ada yang tahu siapa Jun sebenarnya. sampai suatu hari identitas asli Jun sebagai CEO dan pemilik perusahan terbesar akhirnya terungkap.
Menuai
Bab 46 Menuai
Menjelang pagi Jun dibangunkan oleh suara telpon dari Bram. Ia harus pulang mendadak ke Australia karena ada urusan penting yang tak bisa ditunda. Namun Bram berpesan agar langsung menghubunginya jika ada kabar mengenai putrinya. Jun langsung menyanggupi, tidak lupa meminta agar Bram selalu menjaga kesehatan. Setelah telpon terputus Jun segera sholat dan turun ke bawah. Saat itulah ia terkejut melihat Yuli tengah duduk sendirian di meja makan. Ia takut jika Yuli mengingat kejadian di kantor Bagus.
"Pagi sekali kau bangun," tegur Jun. Ia mengambil air dingin di kulkas lalu meminumnya setelah duduk di depan Yuli.
Gadis itu tidak bereaksi sama sekali. Jun hampir menyerah dan mengira jika Yuli mengetahui apa yang terjadi.
"Aku lapar," sahut Yuli lemas. Ia meletakkan kepalanya di meja.
"Kemana Boy?" tanya Jun.
"Belanja," ucap Yuli.
Jun merasa kasihan melihat kondisi Yuli. Ia pasti belum makan sejak kejadian kemarin. Karena itu Jun berinisiatif untuk memasak. Ia melihat ada nasi , sayuran di kulkas dan juga telur. Jun segera mengeluarkan semuanya. Ia mulai memotong sayur. Lalu membuat bumbu sederhana dari bawang putih, bawang merah, dan sedikit merica.
"Apa kau suka pedas?" tanya Jun.
Yuli menggeleng. Ia melihat apa yang dilakukan bosnya. Pimpinan Paradise. Milyader termuda, tampan, baik, rendah hati dan sekarang tidak ragu mengulek bumbu. Sungguh pria idaman semua orang.
Tanpa ragu Jun mulai menumis bumbu di dalam wajan yang ia beri sedikit minyak. Setelah itu ia masukkan sosis, lalu telur, kecap dan sedikit saos tomat. Semua ia ulek menjadi satu. Saat bumbu mulai harum ia masukkan nasi ke dalam wajan. Jun pun mulai sibuk menggoreng nasi tanpa kaku sedikit pun.
"Nih, nasi goreng sudah siap," ucap Jun.
Yuli menatap sepiring nasi di hadapannya. Wanginya sangat harum. Begitu dirasakan bumbu dan rasanya sangat pas. Yuli makan dengan lahap sambil menangis. Melihat itu Jun jadi serba salah.
"Apa rasanya tidak enak. Jangan dimakan, biar aku belikan di warung," ucap Jun tak enak hati. Ia mengambil tisu dan mengelap air mata Yuli.
"Ini sangat enak. Aku hanya malu. Tidak memiliki apapun untuk membuatmu jatuh cinta padaku. Kau tampan, baik, pintar, kreatif, kaya dan punya segalanya, hampir bisa segala hal. Sedangkan aku..." Yuli menangis.
Jun duduk di depan Yuli. Ia mengambil sendok dan mulai menyuapi Yuli.
"Makan dengan perlahan. Jangan sambil menangis nanti nasi gorengnya tambah asin," ucap Jun membuat Yuli menyusut air matanya.
"Apa kau begini pada semua wanita?" tanya Yuli. Ia penasaran, apakah Jun sangat baik memperlakukan semua wanita.
"Tidak. Mungkin hanya padamu. Aku tidak tahu kenapa tapi kau terasa tidak asing bagiku," ucap Jun.
"Apakah aku memiliki kesempatan untuk mendapat cintamu meski aku pernah dilecehkan?" tanya Yuli lagi.
Jun terkejut, ternyata Yuli ingat kejadian kemarin.
"Terima kasih telah menyelamatkan aku," lanjutnya seraya terus makan.
***
Pengadilan Bagus Jiwo dimenangkan pihak Jun. Ia terancam pasal pembunuhan berencana dan pelecehan. Saat Bagus mendekati Jun ia sempat berhenti dan mengatakan sesuatu.
"Aku tak menyangka Tukang Pel sepertimu membuatku kalah di pengadilan. Apa sebenarnya kekuatanmu?" ucap Bagus Jiwo.
"Tidak ada. Paman hanya menuai hasil dari perbuatan paman sendiri. Saya harap di lain waktu kita bisa bertemu lagi sebagai keluarga," sahut Jun.
"Apa maksudmu?" tanya Bagus Jiwo tak mengerti.
"Paman lupa padaku? Aku memiliki nama lain di masa lalu. Namaku saat itu adalah Park Keanu Hadiningrat."
Ucapan Jun otomatis membuat Bagus terkejut. Ternyata orang yang telah menjebloskannya ke penjara adalah ponakannya sendiri.
"Terima kasih telah memperlakukan ibuku dengan baik," ucap Jun.
Bagus Jiwo terperangah tak percaya. Bukankah Jun sudah mati puluhan tahun yang lalu.
"Aku hanya sedih Paman. Mengapa kau begitu ingin membunuhku, baik sebagai Keanu si Anak Haram, maupun sebagai Jun pimpinan Paradise."
Bagus kembali terkejut. Jadi ternyata pimpinan Paradise adalah ponakannya sendiri. Anak yang dulu ia katakan sebagai anak pembawa sial, siapa sangka setelah remaja menjadi milyader. Andai saja anak itu bersamanya mungkinkah Perusahaan Hadi Jaya yang menjadi perusahaan terbesar di negara ini.
"Jun, kumohon maafkan Paman. Beri Paman kesempatan!" pinta Bagus Jiwo.
Jun tak mendengarkan. Ia melangkah pergi bersama Beni dan Tony tidak lupa ia memakai masker. Kerahasiaan wajahnya masih harus dipertahankan.
Sebenarnya Jun bukan tipe yang tega pada keluarganya sendiri. Namun sikap Bagus Jiwo sangat berlebihan dan membahayakan membuatnya harus tetap menegakkan hukum yang berlaku. Dari kejadian ini juga ia berharap Bagus Jiwo merenungi semua perbuatannya dan menyadari kesalahan yang telah ia perbuat.
Kinj, semua masalah dalam kehidupan Jun mulai selesai satu persatu. Hanya tersisa pelaku yang menaruh kamera di berbagai tempat seisinya rumahnya. Pelaku itu belum ditemukan. Namun Jun Yakin pada akhirnya semua akan terkuak.
"Bos, mau langsung pulang atau kemana ini?" tanya Beni.
"Aku ingin ke panti. Sudah lama tidak ke sana," ucap Jun.
Beni mengangguk. Ia segera membawa mobilnya ke dalam panti. Selama perjalanan Jun tertidur pulas. Ia baru bangun setelah Beni membangunkannya saat mereka sudah tiba depan panti. Bu Maryam menyambut keduanya. Saat memasuki area panti. Handphonenya berbunyi dari Ayah Park. Ia melakukan panggilan video Call.
"Iya Ayah?" tanya Jun.
Ia melihat ayahnya sedang berada di dalam kantor.
"Apa kau sudah bertemu Bram?" tanya Park Jeun.
"Ya," sahut Jun.
"Lalu apakah kau menemukan putrinya?"
Jun menggeleng. Faktanya ia memang belum sempat melihat fotonya apalagi menemukan orangnya langsung.
"Bantulah dia. Kamu jangan lupa jika yang membuat Bram memberikan modal besar adalah karena putrinya yang dingin itu menyukaimu. Ayah saranin menikah saja dengannya. Ia cantik dan...?"
Jun langsung mematikan ponselnya. Bagaimana bisa Park Jeun memintanya menikahi gadis dingin dan jutek itu. Jun masih ingat jika dirinya pernah menyukai putrinya yang cantik. Namun sikapnya yang dingin bak gunung salju membuat Jun tidak percaya diri. Saat itu memang Jun sangat labil. Kondisi psikisnya yang buruk setelah berupaya bunuh diri menjadikannya mudah takut dan minder. Sejak itulah Jun menjauh dari putri Bram. Padahal gadis itu bisa dibilang teman pertama saat dirinya di Korea.
"Kenapa uring-uringan?" tanya Bu Maryam.
"Gak ada Bu. Hanya saja Ayah suka membuatku kesal," sungut Jun.
"Orang kalau sudah tua memang menyebalkan. Tapi niat mereka baik. Kau jangan terlalu keras. Biasanya mereka hanya memaksa saat begitu ingin, tapi seiring berlalunya waktu mereka akan lupa. Yah, namanya juga orang tua. Tapi tidak ada salahnya memikirkan apa perkataan mereka. Kadang yang mereka ingin ternyata memang yang terbaik untuk kita. Namun jika kau tetap ingin menolak, katakan dengan lembut pendapatmu," nasehat Bu Maryam.