Bab 9 Gigih Berjuang
Bab 9 Gigih Berjuang
Setibanya mereka di Yogya, Riz dan Nisel langsung menuju tempat tinggalnya Beeva dengan petunjuk dari pesan yang Nisel terima juga pengalaman bulan sebelumnya Riz mengantar Beeva. Nisel dan Riz tiba menjelang pukul enam sore sehingga setelah rehat sejenak di kosan, mereka bertiga keluar untuk makan malam bersama.
Riz boleh terlihat di kosan putri dimana Beeva dan Sri tinggal maksimal sampai pukul delapan malam dan setelahnya sudah harus pulang.
"Kamu, ada-ada saja, sampai kabur begini," ucap Beeva begitu mereka sudah sampai di warung langganan Beeva yang super komplit dan murah cocok dengan kantong para mahasiswa.
"Seperti yang aku bilang di telepon kalau aku memang niat tinggalkan rumah. Aku bertengkar hebat dengan ayah. Bayangkan Bee, aku mau dinikahkan sama aki-aki duda yang beda usianya dua puluh tahun. Gila Bee!. Biar pun hartanya berlimpah tapi bersanding dengannya di pelaminan, terima kasih! Lebih baik aku mati daripada hidup bertahun-tahun mengabdi pada suami yang sudah bekas orang," tutur Nisel bersemangat.
"Dia telepon aku tengah malam, minta pagi-pagi dijemput karena mau minggat dari rumah," tambah Riz.
Mereka melanjutkan percakapan di sela-sela menyantap pesanan mereka yang sudah tersaji.
Beeva hanya menyeringai ketika menyimak perkataan Nisel.
"Ada-ada saja niat orang tua yang ajaib di zaman modern seperti sekarang ini. Lalu orang rumah tidak akan mencarimu?" lagi tanya Beeva.
"Aku sudah bicara dengan Ama, kalau aku tidak akan kembali ke rumah sebelum berhasil jadi orang. Aku sudah memberitahu Ama bahwa aku menyusulmu tinggal di pulau Jawa," jawab Nisel.
"Jadi apa rencanamu sekarang Nis?" selidik Beeva.
"Aku mau mencari kerja saja di sini."
"Aku tidak bisa membantu banyak, Nis. Karena harus bolak balik konsultasi untuk merampungkan skripsiku."
"Tapi aku boleh menginap di tempat kamu ya?"
"Tentu saja boleh, Nis. Laki-laki yang tidak boleh."
"Aku masih boleh menginap sementara di warnet?" sela Riz.
"Paling lama tiga malam ya Riz. Tidak enak sama bosku dan pegawai yang lainnya."
"Oke. Aku temani Nisel sebentar terus baru lanjutkan perjalanan."
"Kamu mau kemana rencananya?" tanya Beeva.
"Aku mau coba ke Jakarta, ada kakak sepupuku yang menjadi pemilik beberapa stand di pusat grosir Tanah Abang."
"Kenapa kamu tidak ikut Riz ke Jakarta Nis? Lebih pastikan pekerjaannya karena kakaknya punya jaringan di Tanah Abang," timpal Beeva menatap sepupunya Nisel.
" Waktu di rumahnya Riz kita sudah sempat bicarakan ini. Aku sudah tanya tapi ada alasan lain yang agak rumit untuk bisa mengajak aku ke sana."
"Kecuali aku ajak kamu sebagai isteri, mungkin mudah membujuk isterinya sepupuku. Tapi kalau hanya teman aku takut ada masalah karena isteri sepupuku itu pencemburu. Aku tidak enak, statusku juga menumpang pada mereka," Riz memperjelas alasannya.
"Masya Allah! Terima kasih, aku ingin jadi isteri kamu," sambar Nisel ketus.
"Selingkuhan kalau begitu, kalau memang tidak mau terima status yang sah," Balas Riz suka menggoda Nisel.
"Sembarangan kalau bicara. Tidak ada perempuan yang mau diselingkuhi. Coba tanya sama Beeva!" balas Nisel masih dengan nada kesal.
"Kalian sedang membahas apa?" Beeva menunjukkan mimik bingung.
"Kecuali atas kesepakatan bersama antara pasangan suami isteri biar sama-sama makmur," timpal Riz.
"Kalian sangat dekat ya? Sampai berani bercanda sampai membahas masalah begini," ucap Beeva mengamati kedua orang di hadapannya.
"Tidak! Kamu kan tahu, dia sukanya sama kamu. Kami hanya bercanda karena dia bosan belum dapat kepastian dari kamu. Dia ingin melihatmu cemburu sama dia atau tidak," cerocos Nisel dengan memajukan bibirnya.
"Aku masih belum punya waktu untuk mikir yang macam-macam selain kuliahku. Semoga kalian berdua cepat dapat kerja biar aku sering-sering ditraktir," timpal Beeva mengalihkan topik.
"Kalau kamu butuh bantuan aku selama di sini bilang saja, jangan sungkan Bee," balas Riz.
"Terimakasih Riz tapi kamu temani Nisel saja. Jangan memikirkan apapun tentang aku. Kalau skripsiku sudah beres baru aku bisa bergabung sama kalian."
"Di sini kalau mau cari kerja di mana Bee?" tanya Nisel.
"Coba keliling-keliling dulu biasanya ada iklannya ditempel di tembok atau pagar toko, perusahaan, kantor atau iklan di koran."
"Baiklah! Nanti temani aku jalan keliling ya Riz sebelum kamu berangkat ke Jakarta," ajak Nisel sambil menatap Riz.
"Iya, iya! Mana pernah aku menolak permintaan kamu."
"Ya harus! Kalau kamu masih suka sama Beeva karena harus melalui restu aku dan keluarga besarku. Dan keluarga kita sangat percaya dengan apa pun perkataanku," jawab Nisel puas.
Beeva hanya bisa menggelengkan kepalanya tidak bisa membayangkan apa yang terjadi jika suatu hari nanti Riz dan Nisel benar berjodoh dan tinggal di bawah atap yang sama. Mereka meninggalkan warung makan yang dapat ditempuh dengan lima menti berjalan kaki menjelang pukul sepuluh malam.
Seperti permintaan Beeva, setelah dua malam menginap gratis di warnet, Riz akhirnya melanjutkan perjalanan ke Jakarta.
Sebelum berangkat, Riz masih tetap mencari celah untuk bisa berduaan dengan Beeva untuk menagih jawaban atas pertanyaannya dua bulan yang lalu tapi Beeva masih menghindar untuk membahas topik yang Riz ajukan.
Tak ada satu pun yang mengantar pemuda itu tapi mereka berjanji untuk saling memberi kabar jika Riz sudah sampai di Jakarta. Sementara Nisel terus berkeliling untuk mengecek lowongan kerja dan mengajukan surat lamaran. Ia memegang ijazah D3 Administrasi.
Tiga minggu sudah Nisel berada di Yogya dan suatu siang, dewi fortuna menyapanya dengan berita kalau ia diterima di sebuah minimarket. Nisel sangat senang dan juga berimbas pada Beeva dan Sri. Mereka bertiga, Beeva, Sri, dan Nisel, merayakan keberhasilan Nisel dengan nonton bioskop bersama setelah bulan pertama Nisel gajian.
Namun perjuangan Beeva belum juga berakhir bahkan semakin sulit karena sampai pada bab pembahasan. Beeva sudah mulai beradaptasi dengan ritme kerja dari kedua dosen pembimbingnya.
Sayangnya Beeva selalu kalah saing dengan mahasiswa lainnya yang selalu diprioritaskan saat penjadwalan sesi konsultasi karena mereka sanggup membawa sesajen untuk sang dosen dan keluarganya. Sementara Beeva tidak punya apa-apa. Bahkan ia harus meminta pinjaman untuk pembayaran uang kuliah pada Nisel untuk melanjutkan satu semester lagi padahal kalau dosennya tidak rewel mungkin ia tidak perlu bayar SPP lagi untuk tambahan satu semester.
Kerumitan proses konsultasi bab 1-3 sudah berakhir dan ujian proposalnya sukses. Sekarang Bee sampai pada tahap tersulit yaitu bab 4 dan 5. Dia sudah melakukan pengumpulan data dan sedang konsultasi hasil analisa data penelitiannya yang sudah ia jabarkan di bab pembahasan.
Beeva berjuang bolak balik merevisi bab 4 nya pada kedua dosen pembimbingnya. Teman-teman dan kakak tingkat di sekelilingnya memberikan semangat padanya agar bertahan menghadapi dosen pembimbing pertama yang dari dulu sudah terkenal mendapat cap super rumit atau kerennya super killer.
Beeva menempuh tahun terakhir kuliahnya dengan penuh penderitaan dan keringat. Dalam ketabahan dan doa tak putus-putusnya, Beeva akhirnya bisa menyelesaikan bab pembahasan dan siap untuk ujian skripsi.
Selepas ujian skripsi pun, penderitaan Beeva masih belum berakhir karena semua pengujinya dosen yang terkenal kejam dan pelit nilai. Mereka belum mau memberikan nilai sampai Beeva selesai merevisi skripsinya sesuai arahan selama sidang atas dokumen yang akan dijadikan landasan pengakuan bahwa ia pantas menyandang gelar Sarjana Teknik.
Jika ditotal waktu tempuh Beeva menyelesaikan studinya, sepanjang sebelas semester atau lima setengah tahun. Semua mata kuliahnya sudah selesai di semester delapan tapi ia butuh satu setengah tahun untuk berproses dengan skripsinya dan mendapatkan nilai akhir dari para dosen pembimbingnya.