Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 5 Seringai Serigala Lapar

Bab 5 Seringai Serigala Lapar

Makin kesini Margo merasakan hasratnya kian terbakar, desiran aneh itu perlahan-lahan membuatnya semakin sesak, darahnya bergolak, pun pusat tubuhnya berdenyut, merasakan sesuatu sensasi luar biasa. Benda empuk itu melembab seolah-olah menunggu sesuatu untuk menyapanya sesegera mungkin.

Margo menjadi semakin gusar, dia sampai mendesis seperti ular. Merasa tak bisa lagi menahan diri, Margo bangkit dari duduknya untuk menjauh dari Garda yang menatapnya penuh arti. Sebenarnya Margo sadar, kalau dia ingin marah, ya sekali lagi ... dia ingin marah!

Margo sampai meyakinkan dirinya, bahwa dia harus marah sekarang.

Margo menatap suaminya yang lebih tinggi sepuluh cm dari dirinya itu, dengan tatapan sengit dan Garda membalasnya dengan tatapan mesum ditambah seringai humor dan garis senyum yang misterius.

"Kenapa istriku, apa kamu juga menginginkannya? Bukankah ini malam hujan yang diiringi kilat menggelegar? Bukankah saat-saat seperti ini, kamu selalu rindu untuk tidur dalam ketiakku?" goda Garda.

Setan dalam hati Margo memintanya untuk marah. Dan sekali lagi Margo yakinkan dirinya, agar dia marah. Dia membenci suara ramah Garda yang seakan tengah mengolok-ngolonya itu, padahal suara itu biasanya sangat mampu membelai hatinya yang dingin, namun kali ini hati Margo seakan begitu kukuh untuk tetap marah.

"Jangan mimpi menerima kehangatan dariku, Garda! Kamu telah membohongiku!" ujar Margo dengan nada tak bersahabat. Sebenarnya, gadis blasteran itu tengah berusaha menutupi hatinya yang gusar.

Menerima perlakuan seperti itu, wajah Garsa tetap tersenyum ramah. Garda tidak mau menyakiti hati Margo, sebab dia hanya ingin Margo tetap bahagia seperti apa yang telah dijanjikannya kepada Steven Alexander, atau ayahnya Margo dahulu–ketika Garda meminta izin untuk menjadikan Margo sebagai istrinya.

"Garda, kamu boleh menikahi Margo, tapi saya minta syarat, buatlah Margo selalu bahagia bersamamu! Entah ini ada hubungannya atau tidak, saat saya membaca buku 'The Civilization of the World' saya menggaris bawahi tentang masa-masa di mana penduduk Inggris hingga Perancis mengalami kemiskinan dalam materi, moral, dan edukasi. Sejauh ini–setelah menikah dengan Rindi alias ibunya Margo, saya bahagia, banyak sekali nilai moral yang dia bagikan terhadap saya. Sayang, Margo dari kecil hidup di Perancis, besar harapan saya, agar dia bisa bahagia dengan budaya ketimuran yang terkenal santun itu. Apa kamu sanggup?"

"InsyaAllah saya sanggup, Bapak!" Itulah jawaban Garda terhadap Steve.

Tak ada yang nyaman dengan kebohongan! Garda memejamkan mata untuk beberapa saat, dia berusaha tetap santai menghadapi situasi seperti itu.

"Kenapa kamu hanya diam saja?" tanya Margo lagi dengan nada ketus. Biasanya Garda akan segera menyahut saat diberikan kata-kata kasar seperti tadi, dan sekarang suaminya itu malah bergeming sambil memejamkan mata yang malah sukses membuat Margo merasa tak enak hati.

Setelah mengucapkan pertanyaan tadi, Margo mengumpati dirinya sendiri. Jauh di dalam hatinya Margo bermonolog, 'Ternyata aku tak bisa tak peduli padanya!' gumamnya lirih sekali.

Garda membuka mata dengan menaikkan kedua alisnya, lalu terkekeh.

"Kamu ingin berbaikan dengan ku, Sayang? Kamu ingin tidur dalam ketiakku?" kata Garda yang membuat Margo merasa geram.

Sekarang Margo yakin, kalau Garda sedang kumat sintingnya. Bisa-bisanya, suami yang telah membersamainya selama hampir sembilan tahun itu, menginginkan sentuhan ketika dirinya sedang marah?

Garda bergerak maju penuh percaya diri, sementara Margo memilih mundur, hingga langkahnya terhenti sebab bokong padatnya membentur ranjang king size mereka. Margo menggigit bibir saat melihat seringai panas di wajah Garda. Seringai seperti serigala yang lapar.

Garda bergerak semakin mendekat, dalam satu kedipan mata saja, dia sudah mampu mengunci Margo yang tubuhnya kian terhuyung ke belakang, dua tangan kokoh Garda berada di antara kepala Margo. Jantung Margo berdegup kencang, meski bukan pertama kalinya, dia amat gugup kali ini.

Margo membuang napas lega, karena dia kira Garda mengurungkan niat mesumnya itu. Tatkala Garda menarik tubuh besarnya dari mengunci tubuh sang istri. Sejurus kemudian, mata hazel Margo membesar, tersebab melihat Garda yang dengan santainya melepas kaos denim yang dia kenakan dan membuangnya ke lantai begitu saja.

"Aku tidak–"

"Kita akan melakukannya!" tegas Garda dengan kekehan samar.

Dalam satu kali sentakan dan gaya yang maskulin, Garda sudah melepas kaos singlet putih bergambar angsa biru berukuran sangat kecil pada ujung kirinya dan membuang itu ke lantai.

Margo menelan salivanya tanpa sadar, tersebab disuguhi pemandangan indah oleh tubuh berotot nan liat milik Garda. Seolah-olah telah terjadi pameran dada bidang yang kata orang adalah roti sobek. Hamparan itu kian menawan, tersebab ditambah bulu-bulu menawan di sana.

Jantung Margo kian berdentum kuat, merasakan hasratnya yang semakin menggelora. Hingga matanya tak mampu berkedip, terlebih mengabaikan pusat dirinya yang berkedut mendamba. 'Margo kamu harus kuat! Jangan karena hal konyol seperti ini, kamu merasa lemah. Ingat, kamu tak boleh kalah dalam sesi ini!' Margo menyemangati dirinya sendiri dalam hati, tapi waktulah yang akan menjawab perang antara suami istri tersebut.

Kini mata Margo kian tersesat, saat tanpa bisa dikendalikan oleh otaknya, mata hazel itu begitu berbinar dan menjelajahi bulu-bulu yang membentuk garis lurus hingga bagian bawah pusar milik lekaki yang berada di hadapannya. Garda menyadari hal itu, dia tersenyum miring sambil mulai melepas ikat pinggangnya.

Batin Margo mengutuki dirinya, dia semakin gusar dengan mata kian memanas akibat sesuatu desiran ajaib yang dia rasakan. Garda yang tergelak, membuat Margo kian gusar, gusar pada Garda yang telah berbohong padanya dan hal itu telah membuat Margo sangat jengkel, namun dia tahu, kalau suaminya itu sangatlah menawan. Margo merasa tidak tahan!

Bunyi berisik terdengar saat Garda melempar ikat pinggangnya ke lantai dan hal itu membuat Margo sadar akan peristiwa yang paling mungkin terjadi selanjutnya.

Mata Margo berkeliaran sesaat setelah menyadari kemungkinan itu, dia mencari cara agar segera bisa keluar dari kamar. Tubuh ringkihnya beringsut, hendak pergi, tapi sayang itu terlambat. Margo kalah cepat, kini Garda sudah mengunci tubuhnya kembali.

"Kamu mau kemana, Sayang? Malam ini akan kita nikmati bersama!" ucap Garda parau.

'Krekkk!'

Dalam satu kali tarikan maskulin, bra berenda merah menyala Margo sudah sobek lalu Garda buang ke lantai, setelah sebelumnya kancing-kancing piyama bintang itu dia buka dengan gerakan sangat gusar.

Margo menjerit kecil, saat merasakan sedikit lecet pada kulitnya, Garda menyadari hal itu.

"Maafkan aku, Sayang. Tapi maaf, aku kali ini benar-benar mau melakukannya!" desahnya dengan suara lebih parau dari sebelumnya.

Margo berusaha menutup dada yang menantang itu dengan kedua tangan sebagai pertahanan terakhir, tapi percuma saja. Napas Garda sudah berderu keras, dia mampu merasakan hangat itu pada kulitnya. Mata legam suaminya terlihat kian hitam, gelap oleh gejolak api penyerangan.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel