Bab 5 Tekad Zuriel
"Lepasin kak, lepasin !" Teriak Zaira memberontak.
"Ikut kakak pulang sekarang, Zaira, jangan membantah !" Balas Zain tak kalah keras
Prok Prok Prok..
Zuriel menepukkan kedua tangannya secara perlahan, suara itu berhasil menarik atensi kedua adik kakak tersebut hingga Zain menghentilkan aksinya menarik tangan sang adik perempuannya.
"Inikah cara orang kaya dan berpendidikan seperti Anda saat datang ke rumah orang? wah wah, sopan selkali" Sindir Zuriel dengan halus.
"Diam kau bedebah, gak usah banyak bacot" Balas Zain setengah berteriak.
Zuriel menyunggingkan salah satu ujung bibirnya dan menggaruk sebelah alisnya menggunakan ujung jari telunjuk.
"Okey baiklah, tapi saya rasa anda sudah pikun atau mungkin hilang ingatan, apa mungkin mata anda sudah rabun hingga tidak bisa melihat dan mengingat dimana saat ini anda berada, Tuan Zainbyang terhormat" Ucap Zain halus namun penuh
penekanan.
"Apa maksudmu bilamg seperti itu, apa kau berani menghinaku" Sarkas Zain.
Zuriel masih terlihat begitu santai menanggapi kakak iparnya yang sombong itu. “Owh, saya tidak bermaksud seperti itu, tapi jika anda merasa terhina ya saya tidak tahu" Ucapnya sambil mengedikkan bahu.
"Dasar brengsek, galk usah banyak bacot kau. Aku kesini Cuma mau jemput Zaira, kalau bukan karena dia, aku juga tidak sudi menginjakkan kakiku di gubuk reyotmu ini" Emosi Zuriel merasa tertrigger ketika istrinya
akan dibawa sang ipar.
Pemuda dengan julukan Babang Tampan itu mulai memasang ekpresi dinginnya. "Saya rasa anda benar- benar sudah hilang ingatan, apa perlu saya antarkan ke dokter biar anda ingat jika Zaira ini istri saya" Balasnya dingin.
"Dasar bedebah, berani sekali lagi kau menghinaku, akan ku robohkan gubuk reyotmu ini" Ancam Zain dengan wajah garangnya.
"Owh silahkan, jika memang anda mampu. Tapi,saya rasa anda tidak cukup kuat, lihat saja otot kecilmu itu" Sindir Zuriel.
"Sudahlah, lebih baik sekarang anda pulang saja, Tuan Zain Abimana, sepertinya anda perlu mandiair es agar tidak emosi terus" Imbuhnya yang berhasil memicu emosi Zain semakin meledak.
Bugh !
Sreet !
Bugh !
Sreet!
Zain melayangkan beberapa pukulan ke arah adik iparnya itu, namun Zuiel berhasil menghindar. Jangan remehkan seorang Babang Tampan, meskipun terlihat kalem tapi pemuda ini memiliki kemampuan cukup hebat untuk beradu jotos, karena sejak kecil ia banyak mendapat pelatihan bela diri dari sang eyang.
Awalnya Zriel tidak mengerti apa tujuan sang eyang mengajari dirinya ilmu bela diri, tapi seiring berjalannya waktu pemuda itu mulai paham. Ternyata ia sangat membutuhkan kemamnpuan itu, salah satunya bisa digunakan untuk melindungi diri ketika ada orang yang menyerang dan berniat mengancam keselamatannya.
Bugh !
Sreet!
Gedebugh!
Pukulan ketiga dilayangkan dan lagi lagi Zuriel dapat menghindar, naasnya justru Zain yang terjatuh karena tidak sengaja menginjak tanah yang sedikit licin karena terkena air. Kemeja pemuda itu tampak kotor karena terkena tanah.
"Pft." Zuriel berusaha menahan tawanya, mau bagaimanapun Zuriel bukanlah tipe orang yang suka melihat penderitaan orang lain. Apalagi kalau sampai harus mengejeknya.
"Sudahlah kak, lebih kakak pulang saja dari pada disini malah bikin rusuh" Ucap Zaira mencoba menengahi pertengkaran kedua pemuda itu.
"Biarkanlah Zaira, mungkin kakakmu sedang ingin beralih profesi sebagai aktor dan menjadi tontonan banyak orang" Ujar Zuiel sembari menatap dingin ke arah kakak iparnya.
Zain merasa sangat kesal dengan adik iparnya itu. Pemuda itu segera berdiri dan balik menatap tajam kebarah Zuriel. “Awas kau, aku tidak akan terima atas penghinaanmu ini, bedebah !" Ancamnya lantas pergi meninggalkan gubug reyot yang ditinggali Zuriel.
Setelah kepergian Zain, Zuriel baru bisa bernafas lega. Sejujurnya, sejak dari tadi Zuriel gugup tapi dia berusaha menutupinya dan bersikap tenang. Saat ini Zuriel berusaha mencoba untuk bangkit dan bertekad untuk membalikan kehidupannya. la bertekad untuk memberikan pelajaran orang-orang yang selama ini menghinanya dengan caranya sendiri.
Perlahan namun pasti, itulah yang saat ini menjadi prinsip hidup Zuriel. Bukan hal mudah bagi Zuriel untuk berubah, namun menuutnya ini merupakan waktu yang tepat bagi dirinya untuk merubah kehidupannya.
Mau bagaimanapun saat ini dia adalah kepala keluarga yang memiliki tanggung
jawab untuk melindungi anak dan istrinya. Bagaimana mungkin ia mampu menjadi pelindung keluarga kecilnya jika ia tak mampu melindungi dan menjaga harga dirinya sendiri.
"Mas, kamu gak papa?" Tanya Zaira pada suaminya yang tampak melamun.
"Eum, iya Neng, Mas gak papa kok" Jawab Zuiel.
"Eumb Mas, Zaira boleh tanya sesuatu?" Tanya Zaira dengan sorot mata heran. lagi.
Zuriel tersenyum kecil. "Silahkan, kenapa harus tanya dahulu. Kalo ada sesuatu yang ingin kamu tahu, kamu bebas bertanya dan mas akan jawab dengan sejujur-jujurnya" Balasnya.
"Sejak kapan mas jadi berubah gini?" Tanya Zaira Zuriel mengerutkan dahinya, seolah tak mengerti maksud pertanyaan istrinya.
"Maksudnya? Apa yang berubah dari mas?" Zuriel balik bertanya.
"Eumb, maksud Zaira sejak kapan mas jadi berani membalas sikap orang lain yang menghina kita ?
"Sejak saat ini" Ucap Zuriel tegas. “Apa kamu tidak suka dengan sikap mas yang seperti ini?" Tanyanya.
Zaira menggeleng kecil. "Bukan, bukan begitu maskud Zaira. Zaira Cuma heran aja melihat perubahan sikap mas yang tiba-tiba" Paparnya.
"Saat ini mas ingin berubah Zaira, mas mencoba belajar dan mengambil hikmah dari masalah yang beberapa waktu terakhir menimpa kita. Jika yang dihina mas, mungkin mas bisa terima karena itu sudah jadi makanan sehari-hari mas sejak kecil" Jelas Zuriel.
"Tapi, saat ini mas sudah jadi kepala keluarga yang bertanggung jawab untuk melindungimu. Bagaimana mungkin mas bisa menjadi perisai, kalo mas sendiri tidak bisa melindungi diri sendiri" Imbuhnya.
"Mas sudah bertekat untuk memberikan mereka pelajaran dengan cara mas sendiri, tanpa menyentuh apalagi melukai" Sambungnya dan dibalas anggukan oleh Zaira.
Setelah perbincangan tersebut, Zuiel bergegas menyelesaikan pekerjaannya untuk membuat adonan dan mencetak kerupuk dibantu oleh istrinya yang bertugas untuk mengemas.
Kegiatan hari ini berjalan cukup lancar, semakin hari orderan kerupuk Babang Tampan juga bertambah banyak. Disela-sela kegiatannya, terbesit dipikiran Zuriel untuk menjalankan niatnya untuk memiliki anak.
Zuriel mendekati Zaira yang sedang duduk di meja makan. "Zaira, boleh mas bicara sesuatu?" Tanyanya.
Zaira mengangguk. "Boleh mas, mas Zuriel mau bicara apa?" Tanyanya.
"Eumb, kalau mas ingin menyentuhmu untuk malam ini apakah kamu bersedia?" Tanya Zuriel setengah ragu.
Meskipun ini bukanlah pertama kali mereka melakukan hubungan suami istri, tapi wajib bagi Zuriel untuk bertanya dulu pada istrinya. Pemuda tampan itu memiliki prinsip untuk selalu menghormati istrinya, ia tidak ingin memaksakan kehendalknya.
Zaira menjawab permintaan suaminya dengan isyarat anggukan. “Apakah mas ingin mewujudkan impian untuk memiliki keturunan?" Zaira balik bertanya.
"Jika kamu tidak keberatan, tapi jika kamu merasa belum siap, mas tidak akan memaksa" Jawab Zuriel dengan lembut.
"Insyaallah aku sudah siap mas" Tegas Zaira.
Setelah mendapatkan persetujuan, kedua insan manusia itu segera menunaikan sunnah rasul. Pillow talk, itulah kegiatan rutin yang biasa dilalkukan Zuriel dan Zaira setelah melakukan kegiatan bercocok tanamnya.
"Zaira, apa kamu bahagia?" Tanya Zuriel sembari mengelus srai hitam istrinya.
Zaira mendongak menatap suaminya."Kenapa mas bertanya seperti itu? Tentu aku bahagia" Jawabnya.
"Tapi mas gak yakin" Ujar Zuriel balas menatap istrinya.
Zaira mengernyitkan alisnya. "Kenapa mas bisa bilang seperti itu, aku bahagia kok" Ucapnya.
"Mungkin bibir kamu bisa bilang seperti itu, tapi mas tau betul jauh dilubuk hatimu menyimpan kesedihan. Apa kamu tidak ingin membagi kesedihanmu?" Tanya Zuriel.
"Maaf mas, aku tidak bermaksud untuk berbohong. Tapi sejujunya memang aku sedikit sedih, mau bagaimanapun sikap buruk mereka, mereka itu keluargaku. Bukan hal yang mudah bagiku untuk berpisah jauh dengan mereka" Jawab Zaira jujur.
“Jika kamu ingin, kamu bisa kembali pada mereka. Mas yang akan mengantarkanmu" ujar Zuriel.
Mata Zaira terbelalak mendengar ucapan suaminya. "Maksudnya, mas akan menceraikan ku?"
"Tidak, sampai kapan pun mas tidak akan menceraikan mu. Tapi, mas tidak akan memaksa kamu untuk tinggal bersama mas. Mas paham betul bagaimana susah dan sedihnya hidup jauh keluarga" Papar Zuiel.
"Selama kamu tinggal bersama meraka, mas alkan berusaha keras untuk merubah kehidupan kita dan membalikkan keadaan" Imbuhnya.
****
Keesokan harinya ketika Zuriel sedang berkemas untuk mengirim pesanan kerupuk, tiba-tiba ada seseorang yang mengetuk pintu rumahnya.
Tok tok tok..
Zuriel bergegas membuka pintu, pemuda itu tampak terkejut melibat sosok yang ada di depan rumahnya.
"Pak Sandi" Panggil Zuirel.
"Mana Zaira?" Tanya ayah Zaira tanpa basa basi.
Mendengar ada suara seseorang yang tidak asing baginya, Zaira segera keluar rumah untuk memastikan siapa tamu yang datang ke rumahnya.
"Ayah.." Panggil Zaira.
"Ikut ayah pulang sekarang" Titah pak Sandi sembari menarik tangan putrinya.
"Tapi yah, bagaimana dengan mas Zuiel?" Tanya Zaira pada ayahnya.
Sandi menatap tajam pada menantunya. "Tidak perlu mengkhawatirkan benalu seperti dia" Jawabnya.
"Dan kamu bedebah, cepat ceraikan anak saya. Saya tidak sudi memiliki menantu miskin dan sampah seperti mu" Imbuhnya dengan tatapan tajam ke arah Zuriel.
"Mas.." Panggil Zaira seolah meminta jawaban.
Zuriel mengangguk pelan seolah memberikan isyarat, lantas Zaira pergi bersama ayahnya. Jangan tanya bagainmana perasaan Zuriel saat ini.
Meskipun dia seorang pria, tapi dia manusia normal yang punya perasaan. Sedih, iya itulah yang ia rasakan saat ini.
"Tunggulah aku Zaira, aku akan berjuang untuk membalikkan dunia dan datang menjemputmu dengan penuh hormat. Disaat itu bukan lagi hinaan yang aku dapat, melainkan pujian dari keluargamu" Tekad Zriel.