Bab 2
“Bella, tampaknya kamu sangat lelah sekali.” Tanya temannya sekaligus sahabatnya itu, yang bernama Emma.
Bella menoleh pada temannya dan sekaligus juga sebagai sahabatnya yang sama-sama bekerja di restoran itu.
“Aku memang sangat lelah, Emma. Tapi, aku harus bagaimana lagi? Mamaku masih dirawat di rumah sakit. Dan biaya perawatan di sana tidak sedikit.” Jawab Bella menundukkan kepalanya.
Emma datang menghampiri Bella, memeluk dan mengusap-usap punggung Bella dengan lembut. Sebenarnya dia tidak tega melihat penderitaan Bella seperti ini. Kalau saja dia memiliki uang banyak, pastilah dia sudah membantu Bella dan tidak akan membiarkan sahabatnya menderita seperti sekarang ini.
“Bella, kalau saja aku banyak uang, pasti aku sudah membantu biaya pengobatan mamamu. Tapi, kamu tahu sendiri, aku tidak memiliki banyak uang. Bebanku juga berat. Aku harus menanggung biaya sekolah adik-adikku dan juga biaya keperluan mereka. Sedangkan aku sudah tidak mempunyai orang tua lagi.”
Bella melepaskan pelukan Emma. Kemudian menggelengkan kepalanya. “Sudah. Aku mengerti. Tidak apa-apa. Aku sendiri yang akan berusaha mencari uang untuk biaya pengobatan mamaku.” Ucap Bella sambil tersenyum.
“Baiklah kalau begitu. Kamu harus tabah ya. Sekarang, antarkan minuman dan makanan ini ke meja nomor 30.” Kata Emma sambil memberikan sebuah nampan yang berisi makanan dan minuman pesanan pelanggan restoran itu.
Bella menatap Emma kemudian menganggukkan kepalanya tanda dia mengerti atas ucapan Emma itu. Bella segera menuju dapur restoran dan mengambil pesanan meja nomor 30. Bella masih berusaha tersenyum, walau hatinya ingin sekali menangis.
“Selamat menikmati hidangan Anda, tuan.” Kata Bella dengan ramahnya sambil meletakkan makanan dan minuman di atas meja tanpa sedikit pun melihat pelanggan itu.
Edo yang sedari tadi menunggu makanannya diantar, sekilas melihat pada pelayan yang terlihat sangat cantik dan seksi itu. Sebagai pria normal, yang sangat menyukai wanita yang cantik dan seksi itu, tentu saja membuat Edo bernafsu dan ingin segera mencicipi tubuh Bella yang indah itu.
Ahh, gadis pelayan yang menjadi pelayan ini jarang terlihat oleh Edo di restoran ini. Walaupun dia sering makan di restoran ini, tapi dia tidak pernah melihat Bella.
“Saya permisi dulu. Selamat makan, tuan.” Ucap Bella dengan ramahnya.
Edo terus saja memperhatikan Bella sampai tidak terlihat di pelupuk matanya lagi.
Ivan mendesah kasar melihat mata jelalatan sahabatnya ini. Bahkan dia ingin sekali mencuci otak Edo, sehingga Edo tidak berpikir sampai ke arah itu lagi.
“Hmmm…….! Kamu tidak perlu melihatnya sampai seperti itu. Ingat! Nanti juniormu bisa keluar dan terbang!” Goda Ivan pada Edo.
Edo mendengus kesal mendengar ucapan Ivan barusan. “Merusak suasana saja pria satu ini.” Katanya kesal dalam hati.
“Kamu sebaiknya diam saja! Kamu bahkan tidak akan pernah tahu bagaimana aku memuja tubuh wanita-wnita yang seksi dan cantik itu. Mereka sangat indah. Sia-sia kalau hanya dilihat saja.”
Ivan memutar kedua bola matanya. Otak Edo memang sangat hebat sekali, bahkan tidak bisa ditebak oleh akal sehat. Atau Edo sekarang sudah menjadi tidak waras hanya karena wanita-wanita itu.
Pantas saja keluarga Dirgantara marah pada Edo. Edo tidak bisa menahan nafsu bejatnya dan malah menyepelekan sebuah pernikahan yang suci. Pernikahan yang sakral itu hanyalah lambang dari sebuah pernikahan, tidak lebih, seperti itu yang Edo katakan pada Ivan.
Bahkan Edo sangat alergi dengan pernikahan. Sehingga dia mengatakan bahwa pernikahan adalah sebuah musibah. Tapi, malah sekarang dia harus segera menemukan wanita yang mau diajak nikah kontrak dengannya agar gosip dan nama baik keluarga Dirgantara tidak terlihat buruk lagi di mata masyarakat.
“Apa kamu benar-benar harus segera menikah?” Tanya Ivan ragu dengan keputusan sahabatnya itu.
“Ya. Aku akan segera mencari seorang wanita yang mau menikah secara kontrak denganku. Sampai aku benar-benar merasa bosan dengan pernikahanku nanti. Setelah aku bosan nanti, aku akan menceraikan wanita itu. Kemudian memulai hidup sendiri kembali bersama dengan wanita-wanita lainnya.” Jawab Edo dengan santainya.
Ivan sampai mengutuk sahabatnya itu. “Semoga Edo mendapatkan istri yang mampu membuat dia jatuh hati dan tahu arti perjuangan cinta.”
*************
Dengan gaya santainya Edo memasuki klub malam dengan rambut yang acak-acakan. Sudah beberapa minggu lamanya dia absen tidak datang ke klub malam langganannya. Namun, sekarang dirinya ingin melepaskan penat badan serta pikirannya. Gosip mengenai dirinya, bukannya mereda, namun semakin panas saja berita mengenai dirinya di berbagai media sosial.
Papa dan mamanya sudah pasti akan memarahi dirinya. Dan menyuruh dirinya untuk segera menikah agar berita buruk mengenai dirinya segera menghilang dari peredaran. Dia bukannya tidak mau menikah, tapi siapa wanita yang mau diajak nikah kontrak dengan dirinya?
Dia mengumpat, ketika merasakan dirinya hendak buang air kecil. Seharusnya dia bisa langsung menikmati minuman kesukaannya, bukannya pergi ke toilet terlebih dulu. Dia berjalan menuju belakang klub malam itu untuk pergi ke toilet.
Edo memasuki salah satu bilik toilet pria, kemudian mendesah dengan lega, ketika yang menjadi penghalang dirinya sudah keluar. Dia merapikan kembali penampilan dirinya, kemudian keluar dari toilet.
Pria itu tersenyum senang, kemudian berjalan menelusuri jalan remang-remang yang berada di lorong kamar mandi. Dia menghentikan langkahnya ketika berpapasan dengan seorang gadis cantik yang ditemuinya beberapa hari yang lalu di sebuah restoran tempat dia makan bersama dengan Ivan.
Gadis itu mengikat rambutnya ke atas dengan wajah berpolesan make-up yang tipis dan berseragam pelayan klub malam. Edo menyeringai. Ternyata gadis cantik itu juga bekerja di sini. Ahhh…. Dia jadi tidak sabar untuk segera menyapa dan berkenalan denga gadis cantik itu. Dan semoga saja dia menjadi pria yang beruntung, sehingga dia bisa tidur dengan gadis cantik itu.
Dia berjalan mendekati gadis cantik itu dan memberikan senyuman termanisnya ketika sudah berada di hadapan gadis cantik itu.
Sedangkan Bella menatap dengan perasaan yang bingung pada pria yang sedang menatapnya sekarang. Dia merasa tidak pernah mengenal pria ini. Bahkan pria ini sok akrab dengan dirinya.
“Hallo, kita bertemu lagi.” Sapa Edo sambil tersenyum ramah.
Bella menaikkan sebelah alisnya. Dia mereasa tidak pernah bertemu dengan pria yang diakuinya sangat tampan ini. Malahan menurutnya sangat tampan bila dibandingkan dengan pria-pria yang ditemuinya. Bella merasa baru pertama kali bertemu dengan Edo pada malam ini. Bagaimana mungkin pria itu mengatakan kalau kita bertemu lagi? Tanyanya dalam hati.
“Maaf. Sepertinya aku belum pernah bertemu dengan Anda sebelumnya.” Ucap Bella dengan nada yang lembut.
Memang sudah menjadi kebiasaannya kalau dia bertemu dengan orang yang berbicara padanya dia selalu menggunakan nada yang lembut, yang enak didengar lawan bicaranya. Namun, kebiasannya itu sering kali dipergunakan orang lain untuk menindasnya.
Edo tertawa pelan mendengar ucapan Bella barusan. Waktu Bella mengantarkan pesanan untuknya, Bella bahkan tidak menatapnya sama sekali karena dia ingin segera melanjutkan pekerjaannya mengantar pesanan untuk orang lain.
Bersambung….