bab 3
Pov Aure
Om Evan, orang yang menurutku kalem dan nyaman. Dia tampan, bentuk wajahnya yang oval, senyum manis yang memperlihatkan gigi gingsulnya, ah dia pria sempurna. Memang aku baru bertemu dengannya 2 kali. Tapi sejak pertemuan kita pertama kali itu aku selalu terbayang wajahnya. Dalam doaku, selalu menyebutkan permintaan untuk dipertemukan kembali dengan dia.
Dan akhirnya, tuhan menjawab doaku selama bertahun-tahun ini.
Setelah memarkirkan mobil didepan caffe, aku membenarkan jilbab sebentar dikaca mobil. Senyum sendiri, setelah merasa puas menatap wajahku yang tidak berubah, baru keluar. Mengatur nafas sebentar dan masuk ke caffe, celikukan mencari keberadaan om Evan, karna dia bilang sudah menungguku 10 menit yang lalu.
Dia melambaikan tangannya saat mataku masih menyapu tiap sudut caffe. Aku tersenyum dan mulai berjalan kearahnya. Dengan sigap om Evan menarik kursi dan mempersilahkan untuk duduk. Hanya bisa tersenyum malu menerima perlakuan seperti ini.
Jika diingat, Zefan sering memperlakukanku begini, tapi sama sekali aku tak tersentuh oleh perlakuannya itu, aneh deh, yang ini kerasa beda.
“Kamu pesan apa?” pertanyaan om Evan yang membangunkan aku dari lamunan. Ternyata seorang pelayan sudah berdiri disampingku.
“Salad buah sama es lemon.” Jawabku agak grogi.
“Itu aja mbak.” Suaranya lembut, dan terkesan dingin.
Sejenak kami sama-sama terdiam, bingung juga sih aku mau mulai ngomongnya gimana. Kan tadi aku yang punya ide ajak dia makan siang bareng, tapi nggak nyangka juga dia iya-in.
“Om,” aku memulai pembicaraan.
“Hmm”
Cuma jawab gitu, tapi tanganku langsung terasa dingin. Aku meremas ujung baju untuk menghilangkan ke grogianku.
“Aku mau masukin mobil om sekalian ke bengkel. Sepulang kuliah ini mobilku mau aku masukin langsung kebengkel langgananku.”
“Oh,”
Aku diam, karna aku berharap kata-kata itu masih ada lanjutannya. Aku menunggu dua menit, lima menit, sepuluh menit tapi dia tetap diam. Hingga seorang pelayan mengantarkan pesanan kami.
“Makasih mas,” ucapku saat dia hendak pergi.
“Iya, silahkan dinikmati.”
Seperginya pelayan itu, kita hanya diam dan sibuk dengan makanan yang ada didepan kami.
“Kuliah semester berapa?” tanyanya saat aku baru saja membalikkan sendok dan garpu diatas mangkuk.
Aku mengambil tissu, mengelap mulutku pelan. “Semester 4 om.”
Dia ngangguk. “Setelah lulus S1, masih mau S2?”
“Pengennya sih langsung kerja aja, tapi kalau kerjaan mengharuskan lulus S2 ya lanjut S2.”
“Mau nikah muda nggak?”
“Uhuk uhuk...” aku tersendak minuman yang baru saja masuk kemulutku. “Eemm...ngikut takdir tuhan aja.”
“Mau nggak, kenalin om sama orangtua kamu?”
Mataku melotot nggak percaya sama apa yang baru aja kudengar. Om Evan to the point banget. Bahkan kita baru ketemu untuk yang ketiga kalinya. Pendekatan juga belum lho, makan favorite atau warna favorit aja belum tau. Tanggal ulang tahun atau sekedar kebiasaan dirumah juga nggak tau. Waouuw!! Sinting!!!
“Om becandanya kelewatan deh.” Aku berusaha menetralkan perasaanku. Dianya Cuma senyum, manis banget dan membuat dadagu semakin gemuruh. Pengen peluk. Eh,
“Ya udah yuk,” dia mulai beranjak, berjalan kearah kasir dan membayar pesanan kami tadi.
Kami jalan beriringan saat keluar dari caffe. Dia tersenyum melihat depan mobilku yang lampunya hancur. Mengambil ponsel dan menelfon seseorang.
“Ambil mobil ber plat B**** di caffe Prisco.” Ucapnya sama orang yang ditelfon.
“Aku antar pakai mobilku.” Dia menatapku dan berlalu menuju mobil warna silver.
Dia udah bukain pintu depan mobil, menyuruhku masuk dengan isyarat kepalanya.
“Om, tapi kan mobilku,”
“Nanti akan diambil sama bengkel. Tadi aku udah telfon. Kamu juga dengar kan?” dia memotong kata-kataku.
Aku nurut, masuk kedalam dan dia menutup pintunya. Berjalan memutar lalu duduk dikursi kemudi sampingku. Mirip kejadian pertama kali kita ketemu di beberapa tahun lalu. Tanpa sadar, aku tersenyum sendiri.
“Kenapa? Udah mikirin lamarannya om?” ternyata dia memperhatikanku.
“Eegg.....” aku jadi gugup dibuatnya.
Dia jadi ketawa kecil melihatku salah tingkah. “Nggak usah dipikirin, om serius tapi nggak mau buat kamu terbebani.” Lanjutnya dengan fokus natap jalan.
Aku beranikan menatap wajahnya. “Om serius?” dia ngangguk.
“Emang keliatan bercanda ya?”
“Tapi.....umur kita kan,”
“Iya om memang sudah tua. Mungkin seumuran papa kamu. Tapi om serius tertarik sama kamu.”
“Om kan belum kenal sama aku.”
“Udah kok. Nama kamu Kaureen sha Paulan, kamu anak pertama Khalinxi ran paulan keluarga besar paulan kan?”
Aku menggeser tubuhku agar menghadapnya. “Great!! Om bisa tau asal usulku juga. Kok om nggak nanya aku udah punya calon apa belom, kenapa langsung lamar?”
“Karna jawaban kamu mau atau tidak itu lebih penting, daripada jawaban punya atau belum.” Jawabnya dengan menatapku.
Mobil berhenti dilampu merah. Mata kami beradu sesaat, membuat ada debaran didalam dada. Aku kembali membenarkan posisi dudukku.
Aku terdiam, memikirkan reaksi Ayah yang mungkin akan terkejut saat aku mengatakan ada seseorang yang akan melamarku. Bahkan menikah itu belum terbesit dikepalaku. Tapi aku akui, aku memang tertarik pada paras tampan om Evan. Memang sih lebih tua dari aku, dan aku juga belum tau dia umur berapa. Aneh ih,
Mobil kembali berjalan, om Evan menatapku.
“Mau diantar kemana?”
“Em, pulang aja om. Aku udah nggak ada mata kuliah.”
Dia Cuma ngangguk dan kembali fokus ke jalan. Kami kembali terdiam dengan perasaan masing-masing. Sekitar 15 menit, mobil om Evan berhenti di depan halaman rumahku. Disana sudah ada mobil hitam milik Ayah dan ada mobil warna putih juga. Sepertinya itu mobil papa Re. Jadi papa Re ada di Jakarta, nggak sadar senyum mengembang karna aku kangen sama papa Re.
"bentar deh, kok om bisa tau alamat rumahku sih?"
"aku tau semua tentang kamu." duia cuma tersenyum.
Nggak terlalu aku pikirkan itu. bahkan dia pun tau asal usulku, bukan hal yang sulit untuk tau rumahku.
“Makasih ya om.” Aku melepas sealbeat, melirik sekilas om Evan dan mulai meraih handle pintu.
“Re,” panggilnya pelan.
Aku menoleh. “Iya,”
“Apa aku boleh mampir?”
Aku tersenyum, “boleh, ayuk.”
Dia tersenyum manis dan ikut turun dari mobil. Kami jalan beriringan menuju pintu rumah.
“Asslamualaikum,” sapaku saat memasuki pintu depan yang nggak ketutup.
“Waalaikumsalam,” sahut yang ada didalam.
Ternyata ada mama Fhika, papa Re, Ayah, ummi dan Reza adik sematawayangku. Tatapan mereka tertuju pada aku dan om Evan yang masih berdiri diambang pintu.
Aku mengajak om Evan masuk, segera kuraih tangan papa dan mama untuk kusalami, lanjut ke Ayah dan Ummi. Om Evan melakukan hal yang sama pada papa Re.
“Evan?” ucap Ayah lirih.
Aku mengeryitkan kening, Ayah kenal om Evan? Batinku.
Om Evan tersenyum ramah dan menjabat tangan Ayah. “Lama nggak jumpa.” Lalu mereka saling berpelukan.
“Duduk Van,” suruh Ayah.
Om Evan duduk disebelah Reza, aku duduk disamping kiri Reza. Mata mereka tertuju padaku.
“Kalian pacaran?” tanya papa Re.
“Enggak pa,” jawabku cepat.
“Kita nggak pacaran Pak. Tapi....”
Semua menatap kearah om Evan, termasuk aku. Kata-kata yang menggantung itu membuat kami sangat penasaran.
“Kenapa Van?” tanya Ayah yang terlihat sangat penasaran.
“Aku sudah tertarik pada anakmu sejak pertama kita bertemu. Aku bertemu dengannya enam tahun yang lalu. Jika diperbolehkan, aku ingin mempersuntingnya untuk menjadi pendamping hidupku. Aku ingin menjadikan Aure menjadi bagian dalam hidupku, menjadi tempatku berpulang saat seharian lelah bekerja. Apa boleh?” ucapnya dengan serius.
Mulutku membulat sama seperti mata yang hampir keluar. Tak menyangka om Evan akan benar-benar melamarku. Jantung mulai tak bisa aku kondisikan. Dia berdetak tak menentu, wajahku terasa memanas karena kaget, terharu, nervous atau apalah ini. Aku sungguh terkejut dan tak menduga.
“Gimana pa?” ayah natap Papa Re, meminta persetujuan papa. “Menurutmu gimana sayang?” gantian nanya ke Ummi.
“Aku sadar, umur kita sama Lin. Umur Aure dan aku berpaut sangat jauh. Tapi, aku benar-benar menyukai Aure.”
Kuremas ujung jilbab dengan kuat. Sepertinya aku juga mempunyai ketertarikan pada om Evan, tapi aku belum siap untuk menikah.
“Kamu gimana?” ini suara papa Re. “Aure,”
Aku mendongakkan kepala. Ternyata papa Re ngomong sama aku. Dan......semua mata tertuju padaku.