Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Hari pertama

Olivia baru saja membuka mata karena seberkas cahaya mentari pagi menyorot ke arahnya. Di saat yang bersamaan ponselnya berdering

Dengan malas dia meraih benda pipih yang berada tak jauh dari jangkauan. Matanya menyipit melihat siapa yang menghubunginya.

Kepalanya masih terasa berat, belum lagi pangkal tubuhnya yang masih sakit akibat kejadian tadi malam. Namun matanya terbuka lebar saat telinganya mendengar suara berat di ujung sambungan.

"Berani-beraninya kau pergi tanpa pamit!" ucap Nich menahan amarah.

"Maaf Tuan Nich, semalam saya mabuk berat. Saya takut akan mengganggu istirahat Anda," jawab Olivia terbata.

"Apa kau tau apa hukuman bagi karyawan yang datang tidak tepat waktu?" ucap Nich mengintimidasi.

Olivia segera melempar pandangan ke samping, melihat jam dinding yang masih menunjukkan pukul enam pagi. Masih jaug dari kata terlambat bukan?

"Bukankah ini masih pagi?" keluh Olivia.

Olivia menghela napas kasar saat Nich memutus sambungan sepihak. Wanita itu membanting ponselnya ke lantai. Matanya mulai berkaca.

Rasa amarah, kecewa dan sedih bercampur jadi satu. Jika dulu dia bisa memerintah sesuka hatinya. Tidak sekarang, dunia berputar begitu cepat.

Terdengar langkah cepat menuju kamarnya. Seorang wanita membuka pintu. Wajahnya terlhat cemas.

"Nona tidak apa-apa?' tanya Fika segera mengambil ponsel yang tergeletak di antai.

Fika memeluk wanita yang baru saja bangun tersebut. Dia juga wanita, jadi tau persis bagaiaman perasaan Olivia sekarang.

"Anton akan cari jalan lain. Pasti ada cara yang lebih masuk akal dari cara gila ini," lanjut Fika mengelus lembut rambut panjang Olivia.

Olivia memeluk erat wanita paruh baya yang pernah dia usir lima tahun lalu. Dia tidak menyangka wanita yang dia lukailah yang ada di sisinya di saat seperti ini.

"Jangan panggil aku Nona, tante. Maafkan aku ..." ucap Olivia di tengah tangisnya.

"Sstt ... sudah jangan di pikirkan. Semua akan baik-baik saja. Aku peraya Nona akan berhasil merebut semuanya kembali," jawab Fika melepas pelukannya dan menatap dalam manik mata yang mengeluarkan air mata tersebut.

"Jangan panggil aku Nona," Olivia menekan kalimatnya.

"Oke baiklah. Aku janji akan memamnggilmu Olivia. Mau bantu aku menyiapkan sarapan di bawah?" Fika elempar senyum teduh.

"Sepertinya itu ide bagus," jawab Olivia menghapus air matanya

Olivia bangkit dari kasurnya dan mulai mengayunkan kaki. Namun rasa sakit pada bagian tengah tubuhnya membuat dirinya menghentikan langkah.

"Kau baik-baik saja?" Fika segera bangkit dan memapah Olivia.

"Tidak apa, cuma sedikit lecet saja," jawab Olivia dengan wajah merah.

"Kau yakin?" Fika ragu untuk meninggalkan Olivia sendiri.

Olivia hanya menganggukkan kepalanya pelan. Meski ragu Fika melepaskan tangannya dan keluar dari kamar.

Wanita yang masih mengenakan piyama itu menghempaskan tubuhnya ke kasur. Dia tidak menyangka pria ini lebih perkasa dari mantan suaminya, Kenzo.

Sepuluh menit berlalu. Fika terus menatap ujung anak tangga. Berharap kalau wanita di atas segera turun. wanita paruh baya ini sampai tidak fokus dengan menu yang dia masak pagi ini.

Anton keluar kamar. Pria itu sudah siap dengan jas rapi dan aroma maskulin yang samerbak. Dia menautkan alis saat melihat istrinya menatap resah anak tangga.

"Apa ada yang tidak beres?" tanya Antom menepuk pundak Fika.

"Aku hanya kawatir dengan Nona Olivia. Apakah tidak ada cara lain untuk merebut hartanya kembali," ucap Fika penuh harap.

"Apakah Nona Oliv ..."

"Tidak, dia tetap teguh pendirian. Aku hanya merasa kasihan. Aku juga wanita dan jka aku berada di posisinya ... Aku pasti ..." Lidah Fika terasa kelu untuk melanjutkan kalimatnya.

"Aku juga merasa begitu. Tapi dunia bisnis memang keras. Kalau tidak memangsa, kita akn di mangsa. Aku yakin Nona bisa melewati semua, meski terasa sulit," ucap Anton tersenyum tipis.

"Kenapa begitu serius?" tanya Olivia yang melangkah menuruni tangga.

Fika dan Anton segera memasang wajah cerah untukmenutupi kekhawatirann mereka. Fika menrik kursi, memberi tempat untuk sang Nona muda untuk sarapan.

Meski berulangkali Olivia menolak tapi Fika tetap memperlakukan layaknya seorang majikan. Peristiwa lima tahun lalu tidak sebanding semua pertolongan yang Papa Olivia berikan pada keluarga Anton.

"Terima kasih Tante. Oiya dimana dua malaikat kecilku?" tanya Olovia celingukan.

"Mereka sudah berangkat dengan bis sekolah. Ada pelajaran ekstra pagi ini," jawab Fika menjelaskan.

"Sayang sekali, padahal aku ingin menyapa mereka," Olivia memasang wajah sedih.

"Apa Tuan Nich sulit di takhlukkan?" ucap Anton kikuk.

Seketika memory panas malam tadi terulang di kepala Olivia. Jejeran otot dan pusaka itu ...

"Nona," panggil Anton saat melihat Olivia tiba-tiba melamun.

"Oh, tidak. Aku hanya membutuhkan waktu saja. Dia sama dengan pria lain tidak lebih," jawab Olivia singkat.

***

Sebuah mobil hitam berhenti di salah satu gedung pencakar langit. Gedung tersebut adalah salah satu perusahaan yang saat ini naik daun. Soejono Grup tempat dimana Olivia memulai misi merebut hartanya kembali.

Olivia membuka pintu. Terdengar helaan napas panjang. hatinya terus berdoa semoga hari ini tidak terlalu berat untuknya.

Anton menginjak pedal gas dan pergi. Sebenarnya dia khawatir, akan tetapi tiak ada cara lain selain ini.

Perusahaan Nicholas kali ini di puncak, banyak perusahaan yang ingin bekerja sama pada perusahaan tersebut. Tidak terecuali Kenzo, cepat atau lambat dia pasti akan kemari.

Olivia membulatkan tekad dan terus berbisik kalau dia bisa melewati malaikat maut yang akan dia temui. Kali ini da memilih setelan baju kantor yang sedikit tertutup. Celana dan jas dengan warna hitam.

Wanita itu mengayunkan langkah memasuki perusahaan tersebut. Beberapa karyawan berdecak kagum melihat kecantikan Olivia, selera bos mereka memang tidak pernah ecek-ecek.

Olivia masuk ke dalam lift dan segera mempercepat langkah menuju ruangan Nicholas. Jantungnya berdegup kencang. Entah apa yang dia hadapi setelah membuka pintu kaca di hadapannya.

"Selamat pagi Tuan Nicholas," ucap Olivia menyapa seong pria yang duduk di kursi besarnya.

Nicholas melempar pandangan pada jam dinding. Jam itu menujukkan pukul delapan tepat. Untuk karyawan biasa tidak akan ada sanksi yang di terrima. Tapi tidak dengan Olivia.

kali ini wanita malang ini benar-benarakan masuk ke dalam neraka yang menyiksa.

"Kau telat lima belas menit." Tatapan Nicholas baga peluru yang menancap di dada Olivia, sekeika membuat sesak pernapasan.

"Tapi Tuan," ucap Olivia.

"Seorang sekertaris harus datang sebelum atasannya. Tapi apa yang kau perbuat? Kau membiarkanku menunggumu disini!? Dan ini terjadi pada hari pertama kau bekerja," sahut Nicholas.

"Maaf Tuan, aku tidak akan mengulanginya lagi," jawab Olivia menundukkan kepala.

"Buka bajumu sekarang!" ucap Nicholas tegas.

"Apa?" mata OLivia mebulat sempurna.

"Apa kau tuli!?"

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel