Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bomerang

Olivia duduk di tepi ranjang king size empuk. Saat ini dia berada di salah satu kamar hotel megah bintang lima. Jantungnya berdegup kencang.

Meskipun sudah pernah melakukanya, tetap saja dia belum siap melakukannya lagi. Apalagi dia adalah orang baru yang baru saja dia temui tadi.

"Ayolah Olivia, semua akan baik-baik saja. Kau hanya perlu mengerang dan berbaring." Olivia terus menyemangati dirinya sendiri.

Telapak tangannya basah karena cemas. Jam menunjukkan pukul sebelas malam. Hanya menunggu beberapa detik lagi pasti pria itu akan datang.

Terdengar suara langkah kaki dari luar. Perlahan pintu terbuka, seorang pria yang dia temui tadi datang dalam kondisi mabuk.

Olivia masih terpaku, otaknya tidak bisa berpikir tentang apa yang harus di lakukan saat ini. Nich melangkah mendekat dan tersenyum remeh.

"Awas saja kau Chelsea, aku tidak akan pernah melepaskanmu bila wanita tidak bisa bermain di ranjang," ucap Nich duduk di sofa tepat berhadapan dengan Olivia.

"Apakah Chelsea tidak menjelaskan semuanya padamu?" Nich menatap tajam Olivia.

"Su-dah Tuan." Olivia masih menundukkan kepala dan mencengkram selimut putih bersih di sampingnya.

Nich bangkit dari sofa dan melangkah mendekat. Pria itu mengangkat wajah cantik di hadapannya. Sedetik mata tajam itu membantu. Mata di hadapannya begitu indah dan teduh.

Berbeda dengan beberapa pasang mata yang pernah dia lihat sebelumnya. Begitu menenangkan. Wajah pria itu mulai memerah dan reflek membuang wajahnya.

"Kau bisa keluar. Aku sedang tidak menginginkannya malam ini," ucap Nich lirih.

Mendengar ini Olivia segera bangkit dari kasur dan segera bergegas pergi. Namun sebuah ingatan membuat dia menghentikan langkahnya.

Wanita itu terdiam di depan pintu dan membalik badan. Dirinya tidak bisa mundur sekarang. Sudah terlanjur basah, tidak ada jalan lain.

'Jangan pernah menolaknya, kalau kau tidak mendapatkannya malam ini. Kau akan kehilangan kesempatan selamanya!' ucapan Chelsea terngiang di telinganya.

Dengan menahan rasa takut. Dia melangkah mendekati Nich dan memeluknya dari belakang. Sebisa mungkin tidak memperlihatkan kegelisahannya.

"Pergilah, aku tidak bisa melakukan sekarang." Nich mengulang perkataannya.

"Aku bisa membuatmu melakukannya malam ini," ucap Olivia berbisik.

Wanita itu menutup matanya, dia membayangkan bagaimana sang suami berkhianat bersama sahabatnya. Kalau suaminya bisa melakukan hal ini, kenapa tidak padanya?

Mendengar ucapan Olivia, Nich memutar badan. Dia mendekap pinggang ramping Olivia. Dua pasang mata saling bertatapan.

"Katakan sekali lagi, aku sangat menyukainya." Nich menekan pinggul Olivia agar lebih menempel.

"Aku akan membuatmu menari di atas ranjang malam ini. Membawamu terbang dan menikmati indahnya langit malam," ucap Olivia mengalungkan dua tangan di bahu Nich.

Nich menyambar bibir tipis merona di hadapannya. Tangannya sedikit mengangkat tubuh mungil di depannya dan melangkah sedikit demi sedikit menuju kasur.

Pria dewasa ini sudah tidak bisa menahan pesona Olivia. Dia menghempaskan tubuh wanita itu di atas kasur dan perlahan melepaskan satu persatu lain yang membalut tubuhnya.

'Kalau kau bisa melakukannya, aku juga bisa Kenzo. Jangan pikir aku hanya bisa menerima semua perbuatanmu tanpa membalas,'

Tubuh polos Nich sudah terpampang nyata di hadapan Olivia. Perlahan wanita itu menutup mata dan mulai pasrah dengan apa yang terjadi di menit berikutnya.

Nich mulai menghujaninya dengan kecupan brutal. Lenguhan mulai terdengar dari bibir pria yang terbingkai kumis tipis tersebut.

Perlahan Olivia juga larut akan kehangatan malam ini. Sebuah kehangatan yang tidak pernah di berikan Kenzo tiga bulan terakhir dia lupakan malam ini.

****

"Apakah semua aman?" ucap Fika khawatir melihat suaminya cemas.

Jam sudah menunjukkan pukul satu dini hari. Nona mudanya belum pulang. Sejuta pemikiran burik terlintas di kepala pria berumur empat puluh tahun itu.

Dia sudah menganggap Nonanya seperti adiknya sendiri. Dirinya tidak bisa tetap diam bila terjadi sesuatu pada sang Nona.

Tidak bisa menahan semua kecemasan ini, Anton segera menyambar kunci mobil dan melangkah keluar. Namun langkahnya terhenti saat membiak pintu rumah.

"Nona Olivia?" mata Anton dan Fika membulat sempurna.

Sepertinya kekhawatiran tidak sepenuhnya salah. Penampilan Olivia saat ini tidak baik-baik saja. make up yang menghiasi wajah cantik itu sudah acak-acakan. Tidak hanya itu, rambut panjang yang tertata rapi sebelum berangkat, sekarang sudah seperti desa yang baru saja terkena angin topan.

"Nona, kau baik-baik saja?" tanya Fika segera memeluk Olivia dan menuntunnya ke dalam.

Olivia duduk di sofa. Matanya masih menatap kosong ke depan. Fika dan Anton semakin khawatir melihat keadaannya.

"Bagaiman kalau istirahat dulu, saya antar ke kamar yuk!" ucap Fika menuntun wanita yang batu saja pulang itu.

Fika membuka pintu kamar dan menuntun Olivia duduk di ranjang. Wanita itu masuk ke kamar mandi dan menyiapkan air hangat. Saat dia kembali, Olivia berhamburan memeluknya.

"Kenapa sakit sekali Tante, kenapa Kenzo bisa melakukannya dengan mudah sementara aku tidak," pecah tangis Olivia.

"Tenanglah Nona, semua akan baik-baik saja. Setelah rencana balas dendam ini kau bisa pergi dan tidak melayaninya lagi. Anton akan mengurus semuanya." Fika melepaskan pelukan dan menatap lembut.

"Kau bisa bersih-bersih dan istirahat. Anton akan meminta cuti untukmu nanti,"

Fika menepuk pundak Olivia dan melangkah pergi. Sedang Olivia perlahan mengayunkan langkah menuju kamar mandi.

Dia memutar kran. Air hangat keluar dan menghujani tubuh wanita tersebut. Olivia duduk di bawah shower dan membiarkan tetesan air itu membasuh tubuh yang lengket karena bekas keringat.

Ingatannya kembali saat dimana dirinya menyatu dengan pria yang bahkan dia tidak kenal sebelumnya. Sekarang dia dan Kenzo sama-sama bejatnya.

Sementara itu di tempat berbeda, tepat di hotel bintang lima. Seorang pria baru saja sadar dari tidurnya. Dia memijat keningnya, kepalanya terasa berat.

Pria itu bangun dari kasur dan melihat seluruh ruangan. Semuanya berserakan tidak pada tempatnya, seperti telah terjadi peperangan besar.

'Gadis itu!?'

Nich segera meraih ponsel dan menghubungi salah satu bodyguardnya. Taj selang beberapa lama seorang dengan jas formal datang.

"Dimana jalang itu?"

"Dia sudah keluar satu jam yang lalu Tuan?"

"Berani-beraninya dia meninggalkanku seperti ini,"

"Apakah anda ingin saya menjemput dan membawanya kemari Tuan?"

"Tidak perlu, suruh dia datang lebih awal besok. Ada hadia yang tertinggal," ucap Nich tersenyum penuh arti.

"Baik Tuan,"

Bodyguard tersebut keluar dari kamar. Nich meraih botol anggur merah dan menyesapnya.

'Aku tidak akan membiarkan hidupmu bahagia, Olivia.'

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel