Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 6. Bertemu Dira

AHhh! Aggh! Ghhhn!

Titik kepuasan itu sampai juga.

Enak!

Sandra meraba lubangnya saat Brian dengan kuat menariknya keluar.

Mata gadis cantik itu memutar ke arah Brian yang langsung terbaring lemas di samping tempat tidur

“Luar biasa!” Brian menikmati betul saat itu, rasanya tidak biasa hingga dia tidak mau wanita yang berhasil melayaninya begitu baik akan pergi dengan mudah.

“Mmm! Sekarang kamu boleh pergi! Tapi ingat, kamu harus kembali! Kalau tidak, aku akan memanggil polisi karena aku sudah memberimu banyak uang!”

“Polisi?” Mata Sandra melirik ke arah wajah Brian yang pastinya tidak mau rugi setelah dia menerima banyak uang darinya.

“Ya, aku akan melaporkanmu bawa lari uangku kalau kamu tidak kembali! Jadi awas saja kamu!” ancam Brian sekali lagi.

“Ba—baik Tuan!” jawab Sandra lalu mengangkat wajahnya setelah melihat dengan jelas amplop yang dia terima sangat tebal dan cukup untuk membayar biaya perawatn Kinan.

Dia Pun melangkah pulang setelah mendapatkan izin dari Brian. Selama perjalanan pulang rasa hatinya campur aduk antara susah dan senang. Susah karena ancaman dari mantan kekasihnya itu namun juga bahagia karena akhirnya dia punya uang untuk perawatan adiknya di rumah sakit.

***

Setiba di Rumahnya.

Baru saja tiba di dalam rumahnya tiba-tiba seseorang mengetuk pintu rumahnya perlahan.

Tok!

Tok!

“Sebentar!” sapa Sandra ringan lalu membuka pintu rumahnya.

"Dengan Mbak Sandra?" tanya kurir pria itu memastikan.

"Iya saya sendiri, ada apa ya, Pak?"

"Ini, saya diberi titipan undangan untuk memberikannya kepada Mbak Sandra."

“Hah! Undangan? Undangan apa?” tanya Sandra lalu menyipitkan matanya.

“Silahkan di baca saja!” ujar pria itu lalu menunggu Sandra membubuhkan tanda tangan di selembar kertas yang dia bawa. “Terima kasih, selamat sore!” pamitnya lalu berlalu.

Sandra yang menerima undangan itu, segera Sandra membukanya. Matanya terus mencari apa gerangan isi surat itu dan betapa terkejut dia saat tau jika undangan itu adalah undangan rapat pemegang saham di perusahaan milik Brian dan secara jelas mencantumkan nama Pramono, ayah Sandra sebagai salah satu pemegang saham besar di perusahaan Brian.

“Ayah, apa aku tak salah baca? Kau pemilik saham di perusahaan Bryan?” Mata Sandra berkaca-kaca, dia tak menyangka jika ternyata masih ada harta ayahnya yang bisa dia terima di masa yang begitu sulit ini.

“Kapan acaranya?” tanya Sandra dalam hati lalu membuka lebih lebar undangan yang dia terima itu. “Besok! Semoga saja Pelayan senior mau memberiku waktu sesaat saja untuk mengikuti acara ini!” bisik Sandra lalu melonjak kegirangan akan kabar baik yang akhirnya bisa dia dapatkan hari ini.

***

Keesokan Harinya.

Akhirnya Sandra menghadiri rapat pemegang saham, yang sebetulnya tidak begitu Sandra pahami, sebab ia tidak tahu apa-apa mengapa dirinya diikutsertakan dalam undangan rapat saham?

Namun, setelah Sandra datang ke rapat pemegang saham itu, lekas banyak dugaan yang datang menghampiri kepala Sandra. Mulai dari kecelakaan ayahnya yang diduga sebagai korban tabrak lagi, tapi setelah ia datang ke rapat, Sandra mulai ragu dengan pernyataan itu, bahwa ayahnya meninggal akibat kecelakaan tabrak lari.

"Sekarang aku benar-benar yakin bahwa ada yang tidak beres dengan kematian Ayah. Pasti ada sesuatu di baliknya!" Sandra meyakini diri sendiri dan membuka mata untuk menguak kasus kematian sang Ayah karena bagi Sandra sekarang ini kematian sang Ayah jadi tampak janggal.

"Bisa saja ini bukan hanya kasus tabrak lari, tapi juga pembunuhan berencana." Sandra pun mulai menerka-nerka dan yakin sekali atas terkaannya itu.

"Karena saham Ayah ada campur tangan dengan perusahaan Brian, aku yakin ini ada sangkut pautnya dengan keluarga Brian juga, atau malah Brian sendiri?" Sandra bertanya-tanya, lalu sosok Brian yang genit padanya mulai tergambar pada ingatan Sandra, membuat Sandra jadi bergidik ngeri.

"Kalau begitu, aku harus mendekati semua orang di rumah Brian." Sandra terus saja bermonolog seorang diri, memikirkan nasib kematian ayahnya seorang diri dan Sandra kini peduli pada kehidupannya.

Sandra tidak mau lagi hidup terpuruk. Untuk itu, Sandra harus mengungkap fakta kematian ayahnya dengan segera. Dan yang akan Sandra lakukan sekarang, adalah pergi ke rumah Brian.

"Sandra?"

Panggilan seseorang membuat Sandra menoleh saat Sandra sedang berjalan di dalam rumah Brian.

"Eh, Dira," sapa Sandra.

Dira, sepupu Brian yang masih Sandra kenal. Juga mereka itu dulunya teman semasa sekolah, jadi Sandra masih ingat dengan baik mengenai sosok Dira. Meski Sandra menyadari ada beberapa perubahan dalam diri Dira.

Dira tampak jauh lebih tinggi dari kali terakhir Sandra melihatnya. Jika diingat, kulit Sandra lebih putih sekarang, juga pipinya tampak berisi sementara yang Sandra tahu pipi Dira yang dulu itu tirus. Hal itu membuat Sandra jadi mengira bahwa selama ini mungkin Dira hidup bahagia. Dira juga semakin cantik, pikir Sandra.

"Aku dengar kamu kerja jadi perawatnya Mas Brian, ternyata benar ya?" Dira membuka obrolan.

"Iya begitulah," jawab Sandra.

"Oh iya, San. Aku sudah dengar mengenai musibah yang menimpa Pak Pramono, ayah kamu. Aku turut berduka ya atas meninggalnya beliau," ucap Dira.

Sandra mengangguk-anggukkan kepalanya, menerima belasungkawa Dira dengan baik.

"Iya, terima kasih ya, Dira," kata Sandra.

Dira mengangguk saja, lalu kembali menatap Sandra dengan pandangan yang begitu berbeda, membuat Sandra bisa mendeteksi bahwa ada hal yang mungkin saja sedang Dira simpan, dan hal itu membuat Sandra jadi penasaran.

Lalu mendadak saja Sandra jadi teringat sesuatu setelah melihat Dira di rumah Brian, jadi Sandra pun berpikir bahwa mendekati Dira terlebih dahulu adalah ide yang bagus.

Namun, saat ini bukanlah waktu yang tepat, sebab Sandra harus segera memulai pekerjaannya.

"Aku harus mulai kerja, jadi nanti kita lanjut ngobrolnya ya," kata Sandra, pamit undur diri kepada Dira.

"Iya, San. Semangat ya!"

Sandra terkekeh mendapat seruan semangat dari Dira, dan hal itu tidak berpengaruh sama sekali untuk Sandra yang akan membuat Sandra jadi semangat, sesuai kata yang diutarakan oleh Dira tadi, sebab yang akan Sandra hadapi setelah ini ialah Brian. Mantan kekasihnya yang sangat genit itu.

Namun, baru sekarang Sandra mulai diuntungkan oleh kegenitan Brian, karena dengan begitu, Sandra jadi bisa lebih mudah mendekati Brian dan orang-orang di rumah Brian untuk mendapatkan informasi mengenai kematian ayahnya.

***

"Saya sudah nunggu kamu dari tadi. Kamu ke mana saja?" Brian langsung bertanya kala melihat Sandra masuk ke dalam kamarnya seraya membawa nampan berisi makan siang, juga segelas air putih beserta beberapa keping obat.

"Maaf, Pak. Tapi saya sudah izin tadi buat datang terlambat," ucap Sandra, buru-buru minta maaf.

"Tapi kamu izinnya bakal datang sebelum jam makan siang, tapi kamu datang malah sudah kelewat jam makan siang!" Brian marah saat Sandra tidak menepati janjinya.

"Maaf, Pak. Lain kali, saya tidak akan mengulanginya lagi," ucap Sandra, lalu membuat janji.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel