Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 7. Bantu Aku Dira

Ia memang sudah minta izin kepada Brian tadi untuk datang terlambat, dan saat itu ia mengatakan kalau ia akan datang sebelum jam makan siang. Namun, pertemuannya dengan Dira tadi, juga obrolan ringan mereka menyita sedikit waktu Sandra, sehingga Sandra datang lebih lambat dari waktu yang telah Sandra janjikan.

"Bagus kalau begitu, sekarang mana makan siang saya. Saya sudah sangat lapar, dan jangan lupa suapi saya," pinta Brian, memerintah Sandra seperti biasa.

Karena Sandra sudah mulai terbiasa dengan kelakuan Brian, Sandra pun dengan cekatan menyuapi Brian, dan sekarang Sandra sudah mulai terbiasa kala tangan Brian suka usil mengelus lengannya, karena Sandra tahu Brian sengaja melakukan itu untuk menggodanya, dan Sandra tidak akan begitu saja terpancing oleh umpan Brian.

"Kamu makin cantik saja." Tiba-tiba saja Brian memuji Sandra tentunya dengan tatapan mata yang nakal membuat Sandra salah tingkah dibuatnya.

"Terima kasih, Pak," jawab Sandra, masih mencoba untuk cuek kepada Brian tapi detak jantungnya tidak bisa berbohong. Tatapan ini membuatnya tidak karuan.

Brian mendengus, cukup kesal sebab sikap Sandra yang tidak terpancing godaannya.

Yang terjadi selanjutnya, seperti biasa, Brian meminta ini-itu juga meminta untuk dilayani ini-itu oleh Sandra, membuat Sandra jadi kesal sebab Brian banyak maunya.

***

Selepas menyelesaikan pekerjaannya, Sandra pun pamit pulang. Namun, ia tidak akan pulang ke rumah begitu saja, karena dia masih memiliki rencana, yaitu mendekati Dira.

Sandra ingin mengajak Dira ngobrol seputar apa saja yang mana akan membuat Sandra jadi bisa menyelidiki kasus kematian ayahnya. Sandra yakin Dira yang sebagai sepupu Brian dan menjadi keluarga dekat Brian pasti mengetahui sesuatu.

Sandra juga sudah meminta nomor telepon Dira tadi, kala ia secara kebetulan bertemu dengan Dira lagi di rumah Brian. Lalu mereka bertukar nomor telepon, dan belum lama ini Sandra mengajak Dira ketemuan di sebuah kafe.

Sandra yang pertama kali datang, karena semangatnya yang ingin mengulik informasi dari Dira, Sandra jadi ingin cepat-cepat bertemu dengan Dira.

"Aku kira aku sudah tepat waktu, tapi ternyata aku terlambat ya?" Dira bertanya, tepat setelah ia menghampiri tempat duduk Sandra.

"Nggak kok, Dir. Memang aku yang datangnya kecepatan," jawab Sandra mencoba membuat percakapa ini tetap menyenangkan.

Dira pun membulatkan bibirnya, membentuk huruf o yang berarti ia menggumamkan hal paham tentang apa yang sedang dibicarakan oleh temannya.

"Syukurlah kalau aku nggak terlambat," ucap Dira sambil tersenyum senang.

Sandra mengangguk, lalu ia mulai kebingungan harus membahas dengan apa dulu sebagai awalan.

"Kamu mau ngomong apa?" Dira mulai menanyakan alasan Sandra mengajaknya bertemu.

Sandra yang sudah terlalu bingung pun akhirnya mengatakan, "Aku mau tahu tentang apa yang kamu tahu mengenai kematian ayahku."

Mendengar apa yang dikatakan oleh Sandra, Dira terdiam beku di tempat duduknya, dan menciptakan jeda di antara mereka.

Dira masih membeku di tempatnya duduk, sedangkan Sandra masih repot menunggu tanggapan dari Dira. Dan Sandra yakin Dira tidak akan semudah perkiraan Sandra sebelumnya, bahwa Dira akan menjawab pertanyaan Sandra dengan mudah. Tanpa paksaan dan sukarela. Namun, melihat diamnya Dira saat ini, membuat Sandra jadi sedikit menyesal telah menyinggung soal kematian ayahnya karena Sandra mengira Dira akan bungkam lalu mengatakan pertanyaan Sandra kepada Brian atau orang-orang terdekat Brian.

Hal itu tentu saja akan berakibat buruk untuk Sandra dan pasti bertanya kepada Dira akan menjadi suatu hal yang Sandra sesali. Lalu jeda yang masih diciptakan oleh Dira terinterupsi oleh datangnya seorang pelayan kafe, yang menanyakan pesanan mereka.

"Hai, Kak. Selamat pagi, Mau pesan apa?" Tanyanya dengan ramah.

Sandra menghela napas, sedangkan Dira merasa lega karena itu artinya Dira tidak perlu menjawab pertanyaan Sandra dengan segera.

"Saya pesan coffee latte sama brioche toast saja, Mbak. Tolong caffee lattenya jangan pake gula terlalu banyak, " jawab Sandra tersenyum simpul.

Lalu pelayan kafe tersebut beralih menatap Dira yang masih saja sibuk mengamati satu persatu menu yang tertera di buku yang dia pegang.

"Saya juga sama," setelah melihat menu yang baginya kurang menarik, "tapi minumannya saya pesan lemonade saja," kata Dira.

Dira menggerutu dalam hati, karena saat-saat begitu, ia dengan mudah memesan, tidak ada insiden dirinya bingung memilih hendak memesan apa, lantaran jika sudah begitu, itu akan menguntungkan Dira supaya bisa mengulur waktu lebih lama lagi. Dira belum siap menjawab pertanyaan dari Sandra, sedangkan jika dia pamit undur diri saja, Dira yakin hal itu akan tampak jelas bahwa Dira menghindari pertanyaan Dira.

Sekarang ini tidak ada alasan tepat yang bisa Dira gunakan untuk menghindari Sandra.

"Baik, Mbak, mohon tunggu sebentar ya," ucap pelayan kafe tersebut.

Dira dan Sandra mengangguk-anggukkan kepalanya dengan serempak, lalu suasana menjadi hening. Namun, tidak dengan hawa yang Sandra ciptakan, sebab saat ini Sandra sedang menghunus Dira, untuk menagih jawaban atas pertanyaan Sandra tadi. Yang hingga kini belum Dira beri jawaban.

"Aku nggak tahu apa-apa, San. Maaf." Akhirnya Dira menjawab dengan kalimat itu.

Sandra yang mendengar tidak puas. Sebab ia merasa sebenarnya ada yang Dira ketahui. Sandra yakin Dira berbohong, sehingga Sandra perlu mendesak Dira untuk segera menjawab dengan jujur.

"Sedikit saja, Dira. Sedikit saja, kasih tahu aku sedikit saja mengenai apa yang kamu tahu dari kematian ayah aku." Sandra mulai memohon-mohon, dengan wajah yang ia buat memelas supaya Dira menjadi iba dan berakhir mengatakannya kepada Sandra.

"Maaf, Sandra. Aku benar-benar nggak tahu." Dira tetap setia dengan jawaban yang sama.

Sandra sontak menundukkan kepalanya, merasa kecewa karena Dira tidak tahu apa-apa, tapi hal itu tak lantas membuat Sandra percaya bahwa Dira tidak mengetahui kronologi atau hal-hal yang berkaitan dengan ayahnya. Sandra hanya perlu mencari cara supaya Dira mau menjawab dengan jujur, sebab Sandra sudah seyakin itu Dira menyembunyikan jawaban yang sebenarnya atas pertanyaan Sandra tadi. Terlihat jelas dari ekspresi Dira yang resah dan gelisah tapi tetap berusaha tenang di depan temannya ini.

"Kalau aku tahu, aku pasti sudah mengatakannya sama kamu." Dira kembali bersuara, membuat Sandra mendongak dan pada akhirnya ekspresi memelas Sandra membuat Dira iba.

"Aku sudah mengalami banyak hal sulit setelah ayahku meninggal, bahkan sekarang adikku Kinan sedang dirawat di rumah sakit karena kecelakaan juga. Aku yang merasa aneh dengan kematian ayahku ingin tahu kebenarannya," kata Sandra.

Dira pun jadi bungkam. Ada ekspresi dilema yang telah Dira hadirkan tanpa sadar. Dia juga terlihat jelas sedang dilanda kebingungan, membuat Sandra jadi kian berharap bahwa Dira mengatakan fakta yang Dira tahu. Meski yang Dira tahu hanya sedikit, Sandra tetap akan menerimanya dengan baik, dan berterima kasih dengan sangat. Karena setidaknya Sandra mendapat petunjuk.

"Gimana, ya," bibir Dira mulai bergerak tapi tetap saja memberikan jawaban ambigu.

"Tolong bantu aku, Dira. Kamu satu-satunya harapanku sekarang," ucap Sandra, kembali memohon-mohon.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel