Bab 3. Bertemu Kembali
Sandra sudah menghilang dari kamarnya, lalu kembali lagi dua menit setelahnya seraya membawa nampan berisi satu piring dan segelas air putih pesanan Brian.
"Bukannya ini belum waktunya makan siang ya, Pak?" tanya Sandra kebingungan. Harusnya jadwal Brian makan masih siang nanti, pukul setengah satu siang karena harus minum obat. Namun, saat ini baru pukul sembilan pagi.
"Memangnya saya nggak boleh makan lebih dulu dari jam makan siang?" tanya Brian sinis padahal dirinya masih kenyang setelah sarapan tadi.
"Nggak kok, Pak. Silahkan dimakan." Sandra menjawab dengan pasrah. Ia mengalah, apapun kemauan Brian bukan urusannya. Sehingga Sandra hanya perlu menurut saja.
"Suapi saya," pinta Brian lalu memajukan wajahnya mendekati tubuh Sandra. “Kenapa diam! Cepat!” teriak Brian dengan kesal. "Itu tugas kamu. Kamu kira tugasmu hanya mengantar makanan sama obat saja? Kamu saya bayar dengan gaji besar loh."
Sandra pun jadi menghela napas dengan jengah, tetapi tidak diperlihatkan kepada Brian karena akan membuat dirinya dipecat, mungkin.
Lekas Sandra pun duduk di tepi ranjang Brian, yang membuat Brian semakin dekat dengan tubuhnya.
“Mmm, aroma tubuhmu wangi sekali!” bisik Brian dan kali ini Sandra mulai waspada.
Meski kesal namun dia tidak bisa berbuat apa-apa karena saat ini ia sedang menjalani tugas.
Sandra mulai menyuapi Brian, tangannya sudah terangkat lalu siap ia arahkan ke arah mulut Brian yang sudah menganga. Lalu setelah Brian menerima suapan pertamanya itu, Sandra pun hendak mengambil sesendok nasi lagi. Namun, tiba-tiba saja Brian memegang tangan Sandra, lalu mengelusnya dengan lembut.
"Coba kamu lebih dekat lagi," kata Brian dengan nada suara khas pria hidung belang.
"Nggak bisa, Pak. Maaf!" jawab Sandra dengan tegas.
Penolakan Sandra membuat Brian menciptakan senyum miring, sebab merasa Sandra menolaknya, dan seumur-umur Brian belum pernah ditolak oleh siapa pun, hal itu pun membuat Brian jadi merasa tertantang untuk mendekati Sandra.
"Ayolah, kamu hanya duduk di samping saya lebih dekat saja, biar saya makin mudah buat makan," kata Brian memberikan alasan tak logisnya.
"Begini juga sudah mudah, Pak." Sandra mulai kehilangan kesabaran, sehingga dia menjawab dengan sedikit kesal.
"Saya sudah kenyang, sekarang kamu tidur sama aku ya." Brian meminta dengan nada genit.
Sandra kontan berdiri, dengan wajah kesal ia menatap Brian.
"Maaf, Pak. Tapi setahu saya, saya tidak ditugaskan untuk itu!"
Brian lagi-lagi tersenyum miring, lalu kembali memberi Sandra ekspresi menggoda.
"Memang tidak ada, tapi saya yang mau. Dan kalau kamu mau, akan saya beri uang tepat di depan muka dan hari ini juga. Dan akan saya beri dengan nominal besar. Saya jamin kamu tidak akan menyesal."
Seketika tawaran itu membuat Sandra teringat hutang-hutang ayahnya. Mungkin jika Sandra bisa membayarnya lebih cepat dari waktu yang seharusnya, Sandra akan bisa hidup dengan tenang setelahnya.
"Bagaimana? Tawaran saya menggiurkan bukan?" tanya Brian, lekas dia menepuk kasur sebelahnya, menginterupsi Sandra untuk duduk di sana.
Dengan berat hati, Sandra pun menuruti. Ia sebenarnya ragu, tapi bayar hutang ayahnya terus saja menghantui. "Ingat! Jangan pergi sebelum aku puas dan aku pasti akan membayarmu sebanyak yang kau butuhkan!"
“Iya!” jawab Sandra lalu membiarkan tuannya perlahan membuka satu persatu kancing bajunya dan mulai mengendus kulit lembutnya.
Uang!
Hanya itu yang ada di kepala Sandra saat ini dan dia terus saja diam seperti tubuh tanpa nyawa.
Merasa perawatnya patuh, Brian kemudian mendudukkan Sandra di ujung tempat tidur lalu mulai meraba paha wanita berbaju perawat itu. Perlahan dibukanya sela kaki Sandra lebih lebar agar dia bisa menikmati kehangatan lebih dalam lagi.
Siap!
Brian perlahan menurunkan celananya lalu melepas pakaian dalamnya.
Sandra hanya memejamkan mata berharap tidak ada yang tau kejadian ini karena dia tidak mau kehilangan pekerjaan yang sangat dibutuhkan.
Jlep!
Ah!
Sandra kesakitan. Pedang Brian menancap cepat ke bagian intimnya saat dia tidak siap.
Sesekali dia mengerang kesakitan tapi tentu Brian tidak peduli itu. Hanya kenikmatan sesaat saja yang ada di kepala Brian dan dia tidak mau tau seperti apa rasa yang diterima oleh lawannya.
Whh!
Benda asing itu bergerak keluar masuk begitu cepat membuat Sandra merasa risih di awal, tapi tentu ini bukan pertama kalinya mereka bercinta hingga lama kelamaan kenangan masa lalu yang tergali itu kembali membuat tubuh cantik Sandra akhirnya bisa menikmati setiap dengusan Brian yang semakin nyaring saja.
Tak puas cuma menikmati bagian bawah perut Sandra, tangan Brian melanglang menuju gundukan indah di dada wanita yang bahkan tidak dia lihat wajahnya.
Remasan demi remasan membuat genjotan Brian semakin kuat saja dirasakan Sandra yang tidak sedikitpun bisa melawan.
Basah!
Sandra tidak bisa menolak gairah yang membasahi lubangnya dan Brian yang merasa kehilangan cairan yang keluar dari bagian bawah perut Sandra semakin liar saja mengenjot tubuh mungil itu.
Enak?
Tanya Brian saat tubuhnya semakin tegang di sejujurnya. Sandra tidak menjawab pertanyaan itu, baginya yang terpenting mantan kekasihnya itu puas dan setelah itu dia dapat uangnya dan tugasnya selesai.
Yes, Baby! More!
Teriakan itu membuat Sandra ingat saat mereka masih pacaran dulu, teriakan saat Brian akan sampai di puncak kenikmatannya. Kakinya pun di tarik hingga ke bahu pengusaha muda itu dan gerakan kaki Brian semakin liar saja. “Oh! Oh! Oh!” Brian sampai ke puncak dan Sandra hanya menatap wajah pria tampan itu lekat-lekat.
“Andai kamu tau ini aku, kamu pasti akan menyesal pernah meninggalkanku dulu,” bisik Sandra masih di posisinya yang terjepit tubuh Brian yang lunglai setelah semua gairahnya tercurah ke dalam lubang sempit milik wanita yang dulu dicampakkannya.
Hari semakin siang dan Brian yang matanya masih tertutup perban itu pun menghentikan ulah nakalnya di dalam kamar mewah miliknya.
Dia lalu bangkit dari tempat tidur dan bersiap untuk membayar janjinya pada wanita yang diyakini adalah mantan kekasihnya itu dari aroma parfum yang dipakainya.
"Ini uang yang saya janjikan tadi. Saya nggak ingkar, kan? Lain kali jangan pernah ragu untuk melayani saya, karena saya akan memberimu keuntungan. Keuntungan yang banyak dan pasti kita harus sama-sama untung!" kata Brian lalu memberi Sandra sebuah amplop berisi uang bergepok-gepok yang saat Sandra buka langsung membuatnya terbelalak.
"Terima kasih, Pak. Saya permisi," ucap Sandra setelah menerima uang dari Brian.
“Jangan lupa, kapan ada waktu kita ulangi lagi!” bisik Brian genit namun Sandra tidak menanggapi kalimat Brian tadi, dan langsung pamit undur diri dari sana.
"Sandra!" Brian menghentikan langkah Sandra yang hendak menutup pintu dengan panggilannya.
"Saya puas dengan pelayananmu!" puji Brian lalu tertawa nakal membuat Sandra merasa begitu rendah di depan pria kaya ini.