Bab 3 Ada yang Dimentokin
Bab 3 Ada yang Dimentokin
“Kamu mau aku viralin? Bengong, macam kambing ompong saja!”
Sontak Vindi kaget dan saat itu pula ia baru benar-benar tersadar akan kesalahannya itu. Vindi buru-buru mengambil tisu dan mengelapnya pada muka klien tersebut. Khilafnya terlalu fatal!
"Maaf, ya, Mbak." Ucap Vindi sopan dan tentu saja merasa bersalah.
Klien itu mendengus dan menatap sebal pada Vindi. Sungguh, sekalipun Vindi tak pernah melakukan hal ceroboh ini. Vindi merasa bersalah saja dan berusaha fokus lagi. Menyangkal segala firasat buruk yang bahkan tak diketahui pasti oleh Vindi sendiri.
"Jangan ngelamun lagi, Mbak!" ucap klien itu memperingati.
Vindi mengangguk. Ia kembali menyelesaikan tugasnya. Walau pikiran sedang berkelana, tetapi ia harus konsentrasi.
Vindi tak mau mengecewakan kliennya. Vindi rasa ada yang tak beres dengan semua ini.
Hati seolah berontak dan ingin menyampaikan sesuatu secara tak langsung. Hatinya gundah yang entah apa itu penyebabnya.
Bila sudah berbicara soal hati. Entah mengapa Vindi menjadi takut.
Perasaan itu ibarat sahabat yang amat dekat dengan kita. Ia dapat merasa akan firasat yang tak mengenakkan.
Hati itu seperti teka-teki. Sulit di tebak, tapi mudah untuk tersentuh.
“Kamu melamunkan apa, Mbak? Tentang suami selingkuh, ya?” Tiba-tiba saja klien Vindi, yang merupakan MC kondang ini memberondong pertanyaan.
“Ah, tidak, Mbak Meggi. Suami saya orang setia,”
“Setia? Singkatan dari setiap tikungan ada, kan?”
Vindi tersenyum. Dia tak menanggapi lagi. Ini membuat jantungnya berdebar semakin kencang.
“Suamimu dokter kan? Dokter kandungan?”
“Ah, iya,” kata Vindi, terpaksa menjawab. Dia sapukan pelembab, yang menyelimuti lipstik, agar tampak natural, pada kliennya.
“Hm, Dokter Reno kan? Langganan para perempuan cantik untuk periksa,” ujar klien Vindi diiringi tawa mencurigakan.
Ini membuat Vindi semakin senewen. Andai kau tahu, Mbak Meggi. Hari ini dia memeriksa Bianca – Si Model Kondang.
Hati Vindi gundah. Oh, Hati, entah mengapa kau berontak. Seperti kisah usang yang akan menyampaikan beribu makna pada sang pembaca.
Kau ingin menyampaikan sesuatu dengan membuatku gelisah. Entah hanya perasaan atau apa ini, tapi, sungguh aku merasakan hal yang tak mengenakkan.
Semoga kau bisa berdamai dengan pikir kalutku. Aku tak ingin terjerumus dalam pusaran yang sungguh membuatku tak berdaya dalam seketika.
Itu merusak segalanya dan mencuri semua fokusku.Ucap Vindi dalam hati.
“Aku pernah rasanya di posisi kamu saat ini, Mbak!” Klien Vindi bernama Meggi ini sepertinya tak puas untuk bercerita.
“Aku baik-baik saja kok, Mbak,” tukas Vindi.
“Oh ya? Baik apanya. Kenyataan bahwa ada pelakor di dalam rumah tangga, bukanlah hal baik-baik saja.”
“Pahit ... pahit, kuharap kita terhindar dari itu ya Mbak.”
Meggi menatap Vindi. Lalu dia tersenyum sinis, ketika mendapati bahwa sesungguhnya raut Vindi sedang tidak baik-baik saja.
“Kamu kenal Saheer kan?” tanya Meggi. “Yeah, siapa yang tidak kenal suamiku, yang matanya sayu, tapi ternyata srigala itu!”
“Dia ... sekarang ada di Jepang ya, Mbak?”
“Yeah, setelah bercerai denganku.”
Vindi terhenyak. Meggi memberikan satu rahasianya. Jadi, perempuan ini sudah bercerai?
“Tapi, di sosmed, kalian terlihat baik-baik saja,” tukas Vindi.
“Jangan percaya sosmed. Kami sengaja masih memakai fotografer handal untuk kemesraan kami. Saat ini, belum waktunya kami mengumumkan.”
“Kenapa, Mbak?” Vindi masih melakukan finishing dengan kerja make up-nya.
“Yeah, karirnya sedang bagus. Seperti yang kamu ketahui, dia syuting bersama Gege di Jepang. Dan karirku sebagai pembawa acara Bincang Emak butuh sosokku sebagai istri yang baik.”
Vindi tercekat. Dia terdiam. Jadi ... hubungan Meggi dan Saheer hanya kepalsuan?
“Dia selingkuh!” kata Meggi menahan air matanya agar tidak jatuh. “Menyebalkan bukan, mengetahui lelaki berparas imut-imut, melo, ternyata buaya?”
Vindi terdiam. Dia memilih tidak bertanya lagi.
“Kamu tidak ingin tahu, dengan siapa dia berselingkuh? Ah, yeah, pantaslah banyak artis yang nyaman sama kamu. Mereka bilang, kamu penjaga rahasia nomor satu.”
“Tidak begitu, Mbak. Saya ... turut bersedih ya, Mbak.”
Meggi tertawa. “Aku tidak butuh sedihmu, Mbak!”
Vindi mengangguk takzim. Dan Meggi semakin terbahak-bahak.
“Kamu tahu? Dia selingkuh dengan Gege. Bukan saat ketemu di film, yang syuting di Jepang. Ternyata, sejak awal pernikahan kami. Jadi, kubiarkan saja dia dan bercerai.”
Vindi kembali terhenyak. Dia jadi terpikir yang tidak-tidak antara Reno dan Bianca.
“Kamu tahu, kenapa aku tertawa?” tanya Meggi, yang dijawab sebuah gelengan dari Vindi.
“Karena itu juga bisa terjadi pada dirimu, Mbak. Dokter Reno kan tampan, dia ....”
“Cukup, Mbak! Doakan saja, saya dan Mas Reno baik-baik saja,” kata Vindi dengan suara bergetar.
“Kamu ketakutan ya? He hee, aku tak bermaksud membuatmu begitu. Maafkanlah. Namanya juga wanita, suka baper.”
“Tak apa, Mbak Meggi.”
“Aku doain, semoga rumah tanggamu langgeng. Tapi, hati-hati kalau dia sudah mulai berani bilang, kalau dia siap selingkuh! Tapi, bisa jadi itu bercanda saja, sih.”
Entah mengapa Vindi jadi kalut seperti ini. Sedari tadi ada pengibaratan yang mendiami ulu hati.
Layaknya ada sengatan yang menyentil keras yang amat terasa di dalam lubuk hati yang paling dalam. Sungguh, Vindi frustasi dalam keterdiaman.
Ia juga tak bisa mengutarakan semua itu, karena ia sedang kerja saat ini. Yang bisa ia perbuat hanyalah berdoa dan harus tetap fokus pada peralatan make up-nya.
***
Di waktu yang bersamaan pula, terlihat sosok Reno yang tengah berjalan dari lobi hotel, sesaat setelah memarkirkan mobil sport-nya. Reno berjalan tergesa memasuki gedung pencakar langit tersebut.
Tujuannya ialah menuju ke sebuah kamar yang ada di hotel itu. Kamar tersebut yang ternyata sudah dipesan oleh seseorang.
Saat sampai di suatu kamar, Reno langsung mengetuk pintu dan muncullah sosok Bianca. Bianca pun tersenyum menggoda dan langsung menarik Reno memasuki kamar tersebut.
Reno gelap mata kala melihat sosok Bianca yang sedari tadi memenuhi ruang pikirannya. Reno berbalik dan melepaskan genggaman tangan Bianca untuk sesaat saja.
Ia langsung mengunci pintu. Kembali pada Bianca, menatap sayu pada sosok Bianca yang amat menggoda.
"Kamu datang, Mas," ucap Bianca senang.
"Apa pun untukmu, sayang." Balas Reno tersenyum penuh arti.
"Aku kira kamu tidak datang," ucap Bianca sok sedih. Namun, beberapa saat kemudian, ia tersenyum lagi dan mulai bergelanyut manja pada sosok Reno.
"Bodoh, bila aku tak datang," ucap Reno gelap mata.
Sungguh, lebih bodoh lagi, bila saat ini Reno tak menyadari ucapannya sendiri. Ini tidak benar!
Harusnya Reno tak pernah datang. Namun, jangan lupakan sifat Reno. Reno tetaplah Reno yang memang memiliki sifat mata keranjang.
Tak pernah tahan kala melihat kecantikan Bianca yang sekarang ini tengah ia puja-puja. Tidak hanya cantik,tapi juga bagiannya besar-besar, sesuai pada tempatnya.
"Terima kasih," ucap Bianca semakin merapatkan tubuh mereka.
Reno mengusap wajah Bianca, sementara Bianca memejamkan mata.
Dalam gelapnya. Tangan Bianca memegang dada lelaki ini.
Dengan sigap, dia bergerilya. Berpetualang di sekitarnya, sampai dengan sebuah muara, tangannya terhenti karena ada ganjalan.
Ganjalan itu adalah sangat panjang. Dan Bianca terkesiap.
Dia buka matanya. “Mas, kamu sudah tegang?” tanya Bianca.
Reno tak menjawab. Dia lepaskan kepala ikat pinggangnya, kemudian memperlihatkan sesuatu.
“Mas!”
“Ini milikmu, Bianca!”
Setelahnya, mereka berdua bergelanyut dalam dosa dunia. Mereka tak peduli lagi dengan status masing-masing. Tak peduli pula, bahwa semua akan dipertanggungjawabkan ketika tiada nanti.
Mereka mencari kesenangan dengan cara itu. Menghabiskan sepanjang malam bak suami istri. Di tempat itulah menjadi saksi bisu perbuatan tak pantas dua insan itu.
“Argh! Terus Reno, sayang! Mentokkin saja!”