Bab 9 Lamaran Haikal
Bab 9 Lamaran Haikal
‘Kamu berhak atas apa yang telah kamu pilih dan jaga selama ini. Berbahagialah!’
Setelah pulang dari rumah besar, hati Haikal tiba-tiba ingin berkunjung ke rumah Ameera, ia merindukan sahabatnya itu, terlebih setelah Ibu tirinya menyinggung mengenai Ameera tadi siang, sudah lama sekali mereka tidak bertukar kabar, terlebih setelah Ameera magang dan Haikal sibuk dengan pekerjaannya. Akhirnya Haikal membulatkan tekatnya untuk mampir sebentar, toh rumah almarhum ayahnya itu melewati rumah Oma Ameera, tempat Ameera tinggal.
Haikal menyempatkan diri membeli buah tangan untuk Oma. Sudah lama ia tidak menemui Oma Nina. Hari ini ia harus menyempatkan diri. Lagi pula Haikal tidak yakin ia akan memiliki waktu bebas bertemu Ameera lagi setelah menikah dengan Qeela. Wanita itu benar-benar pencemburu akut terlebih pada Ameera. Haikal tidak bisa berbuat banyak selain mengalah dan menjaga jarak dengan sahabatnya itu.
Hari sudah hampir maghrib ketika Haikal sampai di sana, dan kebetulan Ameera langsung yang membukakan pintu untuk Haikal karena gadis itu baru saja pulang dari kantornya. “Haikal,” pekik Ameera ketika melihat sosok yang sudah lama tidak ia jumpai. Haikal tersenyum menyodorkan bungkusan makanan kesukaan Ameera.
“Aduh repot banget sih Kal. Kalau mau mampir yah mampir saja, tidak usah repot-repot begini.” Haikal terkekeh mendengar ocehan Ameera. Gadis itu benar-benar menampilkan sisi lainnya ketika bersama Haikal. Tidak ada yang perlu ditutupi seperti ketika Ameera berada di tempat umum. Menjadi pendiam dan lebih banyak mengamati keadaan sekitar.
“Loh, Ra. Tamunya kok tidak diajak masuk?” Oma Nina yang mendengar keributan di ruang depan segera mendekati sumber suara, menemukan Ameera dan Haikal di sana. Oma Nina sangat senang melihat kedatangan Haikal, yang sudah bertahun-tahun tidak pernah lagi ke rumahnya.
Haikal dan Ameera pernah sangat akrab ketika di SMA setelah ibu Haikal meninggal. Waktu itu, Haikal benar-benar terpukul dan terpuruk. Selain karena tidak akur dengan ibu tirinya, Haikal juga kehilangan sosok perempuan yang benar-benar disayanginya, dan Ameera adalah gadis yang terus menguatkan Haikal, berdiri di samping laki-laki itu, mengajaknya bangkit kembali. Sayang, keakraban mereka harus merenggang oleh Haikal yang memulai hubungan asmaranya dengan Qeela ketika mereka di universitas, Ameera tidak ingin dituduh macam-macam sehingga memilih jarak aman dengan Haikal.
“Ayo masuk-masuk. Sudah lama tidak mengunjungi Oma di rumah. Sekarang Ameera sangat sibuk di kantor, Oma kesepian sendiri,” curhat Oma Nina sambil berjalan bersama Haikal menuju ruang keluarga. “Ameera, buatkan teh untuk Haikal. Sana cepat,” usir Oma pada Ameera, gadis itu hanya mengerucutkan bibirnya merasa dinomorduakan oleh Omanya sendiri.
Baru saja Haikal mendudukan bokongnya di sofa, seruan adzan terdengar menggema. Haikal segera meminta izin untuk menumpang salat magrib di rumah Oma. Tentu saja wanita itu mengizinkan, mereka bahkan melaksanakan salah magrib berjamaah yang diimami oleh Haikal.
Rupanya Oma tidak lantas beranjak dari ruangan solat, cukup lama memanjatkan doa sebelum kembali bergabung bersama Haikal dan Ameera di ruang keluarga. Haikal menunggu Oma duduk sebelum menyampaikan maksud kedatangannya. Selain karena rindu Oma ia juga memiliki tujuan lain.
“Kedatangan Haikal ke sini, bermaksud menyampaikan kepada Oma dan Ameera, Haikal akan menikah Oma.” Haikal menjeda ucapannya, ia memperhatikan raut wajah Oma Nina yang terlihat antusias menyambut kalimat Haikal selanjutnya. “Haikal berharap Oma dan Ameera bisa hadir dan menemani Haikal di acara lamaran besok. Haikal akan melamar Qeela pacar Haikal Oma.” Haikal akhirnya menyampaikan bahwa dia ingin mereka juga hadir dalam acara lamarannya.
Oma Nina sungguh terkejut, dia sebenarnya sangat ingin Haikal menjadi cucu menantunya. Laki-laki itu sangat baik kepadanya dan juga Ameera. Kekecewaan itu tampak jelas terlukis di wajah Oma Nina. Murung dan tampak tidak bersemangat. Namun, Ameera sendiri menyambut undangan Haikal tersebut, meski tidak terlalu antusias, karena sebenarnya dia kurang setuju Haikal dengan Qeela. Hanya saja, Ameera tidak ingin mematahkan semangat Haikal. Kebahagiaan sahabatnya adalah kebahagiaannya juga. Ia tidak ingin melihat Haikal terpuruk untuk kedua kalinya.
“Karena sudah jam makan malam, sebaiknya Haikal makan malam di sini saja,” tawar Oma dengan sedikit nada paksaan. “Sebentar lagi kamu sudah menikah dengan orang lain, Oma yakin akan semakin sulit untuk bertemu lagi dan makan malam di sini.” Haikal dipaksa Oma untuk makan malam di rumah mereka. Haikal menggaruk tengkuknya, ingin menolak tetapi tidak ingin melukai hati Oma Nina dengan menolak tawarannya.
“Oma, siapa tahu Haikal ada kesibukan lain,” protes Ameera. Ia tidak ingin jika tawaran Oma malah menjadi beban untuk Haikal, terlebih setelah melihat gerak-gerik laki-laki itu yang mulai tidak nyaman. Ameera yakin jika Haikal masih tertekan oleh Qeela. Hanya saja ia tidak mungkin melancarkan protesnya terhadap apa yang telah diputuskan oleh laki-laki itu. Lagi pula Ameera hanya seorang sahabat, Haikal yang punya hidupnya sendiri, berhak bahagia dengan pilihannya.
“Tidak apa-apa kok, Meer.” Jawab Haikal. Haikal segera mengikuti Oma yang menyeretnya menuju meja makan. Ameera hanya bisa mendesah pasrah melihat Omanya memperlakukan Haikal seperti itu.
Setelah makan malam, Haikal segera berpamitan untuk pulang, Ameera mengantar Haikal hingga ke halaman sementara Oma hanya mengintip melalui jendela. Rasa kecewanya belum juga mampu ia obati. Harapannya masih sama, ingin Haikal menjadi cucu mantunya. Hanya saja, ia tidak bisa memaksakan kehendaknya atas kebahagiaan orang lain.
*
Hari yang ditunggu telah tiba. Nita, Rizka dan seorang paman, adik kandung Ayahnya, dan Ameera mendampingi Haikal melamar Shaqeela ke rumahnya. Beberapa kali Haikal menatap dirinya di depan cermin. Kembali meneliti detail penampilannya, apakah sudah rapi atau belum.
“Sampai kapan Bos akan berada di depan cermin. Itu loh Bos, orang-orang sudah menunggu di depan.” Haikal kembali tersenyum. Ia harus bahagia atas apa yang telah ia putuskan. Meski sudah berkali-kali belajar tersenyum, rasa gugup tetap melingkupnya. Ia bahkan harus bolak-balik ke kamar mandi untuk buang air kecil.
Sekali lagi Haikal meneliti penampilannya di depan cermin. Tuxedo hitam, sepasang dengan celana dan sepatu yang ia kenakan. Rambutnya tersisir rapi layaknya bos besar disebuah perusahaan.
Wajah rupawan yang dimiliki oleh Haikal benar-benar menjadi paket komplit dengan bentuk badannya yang proporsional. Rahang kokoh, dengan sepasang alis tebal, mata coklat jernih berpadu dengan hidungnya yang mancung. Bulu matanya bahkan menyaingi bulu mata wanita, hitam dan lentik. Karena kebiasaannya membantu dan mengangkat barang saat mempersiapkan ruangan pesta, tubuhnya yang tidak terlalu berisi itu pun menjadi kekar.
“Sudah siap?” Haikal bertanya pada ketiga rekan kerjanya, mereka akan ikut mengantar Haikal. Tim mereka harus selalu kompak dalam acara apa pun.
“Bagaimana Ra, Haikal sudah ganteng belum?” tanya Rizka terkikih geli melihat Haikal kembali menatap dirinya melalui pantulan cermin yang ada di ruko. Ameera tidak menjawab, ia memilih menyibukkan diri dengan membantu mengangkat hantaran Haikal ke mobil.
Haikal mempersiapkan hantaran yang telah dikemas sangat cantik, karena memang Haikal berkecimpung di bidang tersebut sehingga ia mempersembahkan karya terbaiknya untuk Qeela. Kakaknya Rizka sampai menggelengkan kepalanya melihat kemewahan yang diberikan Haikal kepada calonnya. Dia merasa hal yang dilakukan Haikal untuk Qeela terlalu berlebihan.
“Ckck.. total sekali persiapannya.” Rizka menggeleng-geleng, ia tidak mengerti jalan pikiran adiknya itu sampai sedetail ini mempersiapkan hantaran padahal mereka baru lamaran. Ameera yang sempat mendengar Rizka mengedipkan matanya. Ia sangat setuju dengan pendapat Rizka, namun ia juga mengerti mengapa Haikal berbuat seperti ini.
Shaqeela bukanlah tipikal perempuan favorit Ameera. Ameera menilai perempuan itu terlalu suka barang-barang mewah dan memaksakan diri untuk membeli atau mendapatkannya. Memang saat ini Bapaknya adalah salah seorang pejabat, namun sampai berapa lama jabatan itu akan dipegangnya?
Namun, jika ini keputusan Haikal, tentu Haikal sudah mempunyai pendapatnya sendiri sehingga begitu yakin dengan Qeela. Dan Ameera tidak akan membuat Haikal ragu, setelah dia memutuskan sejauh ini.
Setelah semuanya sudah rapi, mereka pun berdoa bersama sebelum berangkat menuju rumah Qeela. Iring-iringan memeriahkan perjalan mereka. sepanjang jalan Haikal terus merapalkan doa, gugup masih saja mendominasi. Tangannya bahkan sampai dingin dan gemetar selama perjalanan.
***