Bab 4 Proyek
Bab 4 Proyek
‘Menikmati pekerjaan bisa jadi pelarian paling dekat dari rasa bersalah dan sakit hati, mungkin juga sebagai pengobat sakit hati.’
“Perkenalkan saya Ameera.”
Tidak ingin membuang banyak waktu setelah acara wisuda dilakukan, Ameera segera menemui Grizelle dan membicarakan masalah magangnya di kantor wanita itu. Ameera sangat senang karena portofolio yang ia serahkan melalui Alvino tempo hari disetujui oleh Paman Alan dan di sinilah Ameera. Ia bergabung bersama rekan-rekan Divisi Perencanaa dan Desain Arsitektur.
Sudah menjadi tradisi pada divisi tersebut untuk mengadakan acara makan-makan secara kecil-kecilan setiap kali bergabung anggota baru, entah itu pegawai tetap maupun anak magang mereka semua memperlakukannya sama. Grizelle selalu menekankan pada pegawainya untuk menciptakan suasana kekeluargaan dalam kantor agar semua anggota betah dan saling mendukung satu sama lain.
“Ameera, sudah punya pacar belum?” Pertanyaan tersebut datang dari seorang laki-laki yang sudah dikenal seantero kantor jika laki-laki itu memiliki sifat penggombal ulung. “Sudah Meer, jangan ditanggapi. Dia sudah punya dua anak,” terang yang lain. Ameera terkekeh sambil menggeleng-geleng kecil. Sebisa mungkin ia berusaha menyesuaikan diri dalam divisi tersebut, Ameera tetap memposisikan dirinya sebagai anak magang, dan tetap menghormati senior-seniornya.
“Makan kak,” tawar Ameera pada yang lain. Acara tersebut tidak berlangsung lama sebab mereka kembali disibukkan oleh pekerjaan masing-masing dan Ameera sebagai anak magang di hari pertama dihadapkan pada setumpuk pekerjaan. Bersyukur Ameera sudah terbiasa mengurus banyak hal semasa kuliah dulu. Ameera dikenal cekatan dan tekun, ia bahkan bergabung beberapa organisasi inti ke fakultasnya.
“Sebagai anak magang di hari pertama, kerja kerasmu patut mendapatkan dua jempol,” puji teman yang baru Ameera kenal. “Biasanya nih, Meer, anak magang di hari pertama akan banyak bersembunyi ke kamar mandi, menangis diam-diam,” bisiknya lagi. Ameera terkekeh, mentalnya sudah cukup kuat menghadapi yang seperti ini, ia tidak tahu bagaimana cara menangis di depan orang banyak. Kecuali perihal hati, kelemahan Ameera ada di sana.
“Aman Kak.” Ameera menaikkan jempolnya, memberi tanda jika ia baik-baik saja dengan semua pekerjaan yang dilakukannya hari ini. Ameera selalu berusaha menikmati setiap pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya. Satu hal yang selalu Ameera hindari adalah mencampuradukan antara masalah pribadi dan masalah pekerjaannya begitu pun sebaliknya.
*
Ameera meremas jemarinya, kali pertama ia menunjukkan hasil desainnya pada Grizelle. Sebuah sketsa untuk perumahan sederhana yang akan menjadi proyek kantor mereka selanjutnya. Bukan main Ameera merasa gugup sebab Grizelle sendiri yang meminta gadis itu untuk mendesain proyek mereka. Biasanya juga Ameera hanya akan membantu para senior, merapikan meja kerja, fotocopy, menyediakan teh dan memberi saran jika beberapa teman divisinya meminta pendapatnya.
“Desain kamu sangat bisa dipertimbangkan. Bagus namun efisien biaya.” Ameera menggigit bibirnya karena terlalu bersemangat. Ingin sekali berteriak dan melompat seperti anak kecil yang mendapat mainan baru. “Sabar Meer.” Ameera berusaha keras menekan rasa senangnya, tangannya bahkan tidak berhenti mengelus dadanya sendiri. Rasanya lebih bahagia dibanding mendapat ACC dari dosen pembimbingnya dulu. Desain Ameera diakui.
“Bibi akan mengajukannya pada tim yang akan menangani proyek ini. Bibi berharap kamu tidak mengecewakan Bibi pada proyek pertamamu.” Grizelle tersenyum, Ameera tidak bisa mengendalikan dirinya, ia segera memeluk Grizelle dengan penuh haru. “Terima kasih ya, Bi,” kata Ameera memeluk Grizelle. Bagaimanapun juga Grizelle tetaplah atasannya.
Setelah kejadian itu, Ameera semakin bersemangat dalam bekerja. Ia menunjukkan kemampuannya dengan mengerahkan segala kemampuan yang ia miliki. Grizelle sangat menyenangi design-design yang dibuat Ameera dan Ameera dapat bekerja sama dengan tim yang ada.
Kadang Ameera melihat Alvino dan Rayyan datang ke kantor, dua-duanya adalah adik tingkatnya yang mengambil jurusan teknik sipil, dan saat istirahat mereka terkadang makan bersama. Rayyan masih dengan gaya playboynya, sedang Alvino dengan gaya kalem seperti Ayahnya Alan. Wajah Alvino memang mirip dengan Alan, meski perawakannya mirip Grizelle yang putih, jangkung dan kurus. Semua tidak lepas dari pengamatan Ameera selama ia bekerja di kantor tersebut.
“Kak Meera.” Ameera sudah berusaha bersembunyi, namun sayang Rayyan tetap memergokinya sedang berjongkok di samping mesin foto copy. “Em.., Hey.” Ameera berdehem, berusaha menormalkan jantungnya.
“Kenapa di situ Kak? Cari tikus?” tanya Rayyan lagi. Ameera melirik Alvino sejenak, laki-laki itu sedang asik dengan ponselnya. Ameera bahkan menangkap senyum kecil di bibir laki-laki itu, Ameera jadi penasaran siapakah orang yang berhasil mencuri perhatian Alvino, sampai laki-laki itu tersenyum-senyum sendiri.
“KAK.” Ameera berjengit, Rayyan benar-benar menyebalkan. Padahal Ameera sedang menikmati senyum Alvino yang sulit sekali laki-laki itu munculkan. “Anu..., itu..., pulpen Kakak jatuh. Ya ... benar pulpen Kakak jatuh.” Alvino mengerutkan dahinya melihat respon Ameera yang menurutnya terlalu gugup dan kaku.
“Makan bareng yuk, Alvino yang traktir.” Tanpa rasa bersalah, Rayyan segera menyeret Ameera menuju kantin, dengan wajah cemberut dan tidak ikhlas, Ameera mengikuti langkah Rayyan. Alvino mengikut di belakang mereka dengan gaya santainya, wajahnya masih seperti itu, datar tanpa ekspresi.
Begitu tiba di kantin, Ameera segera melepas tangan Rayyan, wajahnya sengaja ditekuk agar laki-laki playboy satu itu merasa bersalah dan berhenti merecoki hari-hari bahagia Ameera. Sial sekali nasibnya, Rayyan selalu menjadi pengacau setiap kali Ameera memiliki waktu berdua bersama Alvino.
“Jangan begitu kak wajahnya, nanti cepat tua, Kak.”
Ameera mendengus. Bukannya terhibur, suasana hatinya semakin kelabu saja. terkutuklah Rayyan. Kalau tidak ingat Rayyan adalah keponakan Gala, salah satu owner perusahaan ini, mungkin Ameera sudah melengos meninggalkan laki-laki itu. “Sudah Yan, berhenti mengusili Kak Meera.” Lerai Alvino melihat ekpresi Ameera yang semakin tidak enak dipandang.
**
Ameera melompat dengan senang begitu ia memasuki kamar. Satu persatu mimpinya terwujud. Hari ini Grizelle mengumumkan jika Ameera akan ikut dalam proyek pembangunan perumahan dan desainnya terpilih menjadi desain yang akan digunakan nanti. Tidak mudah bagi anak magang seperti Ameera bisa secepat itu ikut berpartisipasi dalam tim, terlebih, Alvino akan ikut dalam proyek tersebut. Meski adiknya itu belum lulus kuliah, tetapi kemampuannya sudah tidak diragukan lagi. Sudah lama Alvino ikut beberapa proyek di kantor orang tuanya, sudah bukan rahasia umum lagi jika ia ikut andil kali ini.
“Ya Tuhan terima kasih. Meera bahkan lupa semalam mimpi apa.” Ameera terus berguling di kasur layaknya remaja puber yang sedang kasmaran. Ia tidak sabar menanti hari esok di mana ia akan berpuas diri menatap Alvino. Mereka akan satu proyek. Tuhan benar-benar sedang berbaik hati padanya.
Tok tok tok
“Ra, tidak makan malam?” suara Oma Nina sukses menghentikan euforia yang sedang dialami oleh Ameera. Ia segera bangun dan merapikan bajunya, berdehem beberapa kali sebelum keluar menemui Oma.
“Ayo Oma kita makan malam.” Teriak Ameera bersemangat. Omanya sampai terheran-heran melihat kelakuan cucunya. Dengan tangan bergetar, perempuan tua itu menempelkan punggung tangannya ke kening Ameera bergantian dengan keningnya sendiri.
“Kenapa Oma?” tanya Ameera keheranan. Alis Omanya saling menaut pertanyaan jika perempuan itu sedang berpikir keras. “Kamu tidak makan makanan yang membuatmu alergi atau demam kan?” kening Ameera ikut berkerut, ia tidak paham ke mana arah pembicaraan Omanya.
“Adakah kabar bahagia untuk Oma?” sejujurnya, perempuan itu sangat menantikan Ameera membawa seorang laki-laki yang akan menjadi cucu mantunya. Selama ini Ameera tidak pernah terlihat dekat dengan laki-laki manapun, kecuali Haikal yang sudah menjadi teman Ameera sejak kecil.
“Ah... ya... Ameera akan mengatakannya di meja makan.” Dengan semangat 45 Ameera menuntun Oma menuju meja makan. Sejak Ameera mulai bekerja ia sudah sangat jarang masak untuk makan malam, bahkan ketika ia harus lembur, Ameera akan makan di luar dan membiarkan Omanya makan sendiri di rumah besar ini.
Setelah menyendok nasi untuk Oma dan untuk Ameera sendiri, gadis itu tidak langsung makan seperti yang dilakukan Oma. Ia sibuk menatap perempuan tua yang masih terlihat cantik dan bugar itu. Senyumnya mengembang, ia sudah tidak sabar mengatakan kepada Oma jika Ameera akan debut projek pertamanya.
“Jadi apa yang membuat cucu Oma terus tersenyum seperti itu? Adakah laki-laki yang berhasil mencuri hatinya?” Ameera melotot, makanan yang baru saja masuk ke mulutnya, nyaris keluar kembali. Rupanya Oma salah paham.
“Jadi begini Oma. Ameera akan debut projek pertama Ameera.” Heboh Ameera, sementara Oma hanya tersenyum sebentar sebelum kembali melanjutkan makannya, jujur ia sedikit kecewa. Harapannya melenceng terlalu jauh. Oma Nina mengharapkan sesuatu yang sepertinya belum terpikirkan oleh cucu cantiknya itu.
***