Bab 3 Haikal
Bab 3 Haikal
‘Nasib kita boleh sama, hanya saja kita tidak diciptakan untuk meratap dan terpuruk dalam kesedihan.’
“Wah, Non Ameera sangaaaat cantik,” puji asisten rumah Oma Nina. Ameera sedang bersiap-siap dengan kebaya berwarna emas serasi dengan kebaya yang dikenakan Oma. Perempuan tua itu, juga telah siap dengan bantuan penata rias dan penata busana yang sengaja didatangkan oleh Oma untuk membantu menyempurnakan penampilan cucunya.
“Ameera selalu cantik dong Bi, kan Ameera perempuan,” celetuk Ameera tersenyum. Setelah persiapan selesai, Ameera segera memapah Omanya menuju mobil, mereka harus berangkat lebih cepat agar terhindar dari macet di jalan. Ameera tidak ingin melewatkan satu momen berharganya sebelum meninggalkan kampus.
“Bibi tidak sabar nih Non melihat kampus Non Ameera.” Ameera tersenyum, ia sengaja mengajak dua asisten rumah untuk datang memeriahkan acara wisudanya. Ia tidak tega jika harus meninggalkan Oma sendiri di tempat berbeda. “Ayo Pak, berangkat,” pinta wanita itu penuh antusias.
*
Setelah acara selesai, Ameera berkumpul bersama wisudawan yang lain, seorang laki-laki jangkung berwajah manis melambai kepadanya. Haikal, teman Ameera dari SMA yang juga lulus dari Fakultas Ekonomi-Bisnis. Mereka sangat jarang bertemu sekarang, padahal dulu waktu mereka SMA, mereka cukup akrab. Bahkan Alvino sempat menduga kalau Haikal dan Ameera saling suka.
Ameera tahu Haikal sudah mempunyai pacar sekarang, Shaqeela, atau Qeela. Dalam hati Ameera sungguh bingung karena saat SMA dulu Haikal sama sekali tidak suka dengan perempuan seperti pacarnya sekarang. Seorang anak pejabat yang hedonis, adik tingkatnya di Fakultas Ekonomi. Tapi memang pacar Haikal itu sangat cantik dan selebgram juga. Cukup banyak followernya. Apalagi di kampus dia sangat terkenal.
“Selamat ya, Ra.” Haikal menyodorkan sebuah kotak persegi pada Ameera, ia masih sangat percaya diri jika Ameera akan menyukai kado yang ia berikan. “Selamat untuk wisudanya dan ini....” Haikal membuat Ameera kembali terkaget oleh kelakuan laki-laki itu yang membantunya memasang sebuah selempang bertuliskan cumlaude. Haikal yang membuatnya sendiri dengan rangkaian bunga-bunga kecil yang membentuk sebuah tulisan.
“Ini kamu yang membuatnya?” tanya Ameera, ia tahu jika sejak mereka berteman Haikal selalu menghadiahkannya benda-benda yang dibuat hand made oleh laki-laki itu. Bakat seninya cukup besar untuk menjadi seorang mahasiswa Ekonomi. Ameera sendiri cukup heran dengan jurusan yang dipilih teman seperjuangannya itu.
“Terima kasih, Kal, sudah datang.” Ameera tersenyum memeluk sebuah bunga besar yang diberikan oleh juniornya beberapa saat lalu, beberapa tentengan dan hadiah memenuhi kedua tangannya.
“Hadiahku tidak seberapa dibanding hadiah-hadiah yang kamu pegang.” Ameera mengerucutkan bibirnya, tidak terima dengan apa yang dikatakan Haikal. Karena jujur ia sudah sangat penasaran dengan isi kotak tersebut. “Foto yuk!” ajak Haykal mengalihkan perhatian pembicraan mereka.
Ketika Ameera dan Haikal hendak berfoto berdua, Qeela langsung menyerobot dan akhirnya mereka berfoto bertiga. Gadis yang menyandang status sebagai pacar Haikal itu entah muncul dari mana. Ameera bahkan sedikit oleng terserempet badan Qeela yang muncul secara tiba-tiba itu, beruntung Haikal menahannya dengan cepat.
“Eh, ada Haikal ya?” tegur Anindya, ibunda Ameera begitu mereka bertemu. Tampak perempuan itu menuntun Oma Nina untuk duduk di kursi. Haikal segera mendekat, menjabat tangan Anindya bergantian dengan tangan Oma. Perempuan tua itu terlihat antusias menyambut kedatangan Haikal.
Cukup lama mereka saling berbasa-basi menunggu kerumunan surut, Anindya cukup mengenal pemuda itu. Dari sana mereka tahu Bapak Haikal baru saja meninggal, ibu kandung Haikal sendiri sudah terlebih dahulu meninggal sejak Haikal SMA.
“Kami turut berduka cita, terlebih tante yang tidak tahu sama sekali, maafkan tante ya Haikal.” Anindya menepuk pundak Haikal, laki-laki itu tersenyum getir. Tiada satu pun anak yang akan senang jika ditinggal oleh orang tua mereka, termasuk Haikal, ada kilat sedih di matanya.
Ameera memandang Haikal dengan perasaan iba, entah kenapa dia merasa nasib Haikal sama dengannya. Haikal adalah anak kedua dari Ibrahim Alghifari, seorang pengusaha meubel. Ibu Haikal, Anna, adalah isteri muda Ibrahim, yang dinikahi Ibrahim karena masih saudara dan sakit-sakitan.
Isteri pertama Ibrahim, Nita, awalnya tidak keberatan, namun setelah Anna melahirkan seorang bayi laki-laki, Nita mulai merasa tidak suka dengan Anna. Anak Nita perempuan, dan dalam adat mereka seorang anak laki-laki begitu berharga nilainya.
Kakak Haikal yang bernama Rizka pun didoktrin Nita agar tidak terlalu dekat dengan ibu tiri dan adik laki-lakinya. Karena itu Ameera menyadari bahwa kehidupan Haikal saat ini pasti sangat sulit. Ameera hanya bisa menepuk-nepuk bahu Haikal, interaksi keduanya tidak luput dari pengawasaan Qeela. Wanita itu amat posesif perihal pacarnya dan teman perempuan pacarnya.
*
“Kak Ameera!” Mendengar namanya disebut, Ameera segera menolah dan menemukan Aisha bersama Alvino berjalan menuju tempat mereka berkumpul. “Aisha.” Ameera segera berdiri dan memeluk gadis anggun itu. Cukup lama mereka berpelukan sementara Alvino sendiri sudah duduk di samping Haikal.
“Hadiah dari Ica.” Aisha menjulurkan sebuah paperbag pada Ameera, kembali ia memeluk Aisha erat. Ia tidak menyangka jika Alvino dan Aisha adiknya hadir ketika wisuda berakhir. Ameera akan bertambah senang jika Bibi Grizelle bisa ikut memeriahkan acara wisudanya. Sayang, mama keduanya itu berada di luar kota. Ameera tidak bisa berbuat apa-apa, apalagi sampai merengek meminta Grizelle pulang dan menemaninya.
“Terima kasih ya, Ca. Kakak senang kalian berdua bisa hadir. Sayang Mama Zelle tidak bisa hadir,” desah Ameera. “Duduk yuk,” sambungnya kemudian, mengajak Aisha bergabung bersama keluarga dan beberapa temannya.
“Halo Tante.” Berbeda dengan Alvino yang menyalami Oma kemudian duduk, Aisha menyapa Anindya dan sebelumnya memeluk Oma Nina sebelum ikut bergabung dalam keluarga tersebut.
Meski Mamanya tidak pernah akrab dengan Mama Grizelle, namun Mama Anindya sangat menyukai Alvino. Ameera dan sang Mama cukup berbeda dalam hal selera, kecuali Alvino, keduanya menyukai laki-laki itu. Rupanya mereka masih memiliki sedikit kesamaan meski keduanya nyaris berbeda 360 derajat.
*
Pulang dari kampus, Ameera tidak ikut bersama keluarganya, mereka menunda makan malam keluarga karena Ameera harus menghadiri acara angkatannya di Fakultas malam ini. Sudah menjadi kegiatan turun temurun di fakultas mereka untuk mengadakan acara untuk adik dan kakak senior mereka. Apalagi jika bukan makan-makan bersama.
“Oma, Ameera berangkat dulu ya?” pamit Ameera pada Omanya. Perempuan tua itu sudah mengerti sepak terjang cucunya. Sudah terlalu sering Ameera pulang tengah malam. Bagi Oma Nina, hal itu tidak menjadi masalah baginya selama Ameera bisa menjaga diri dan memberinya kabar secara berkala.
“Hati-hati, jangan ngebut-ngebutan. Ingat Ra, jangan meminum minuman beralkohol.” Ameera mengangguk mengerti. Ia tidak bisa menampik jika diantara para seniornya minuman keras kadang terselundupkan juga. Ameera segera menyalami Oma lalu berangkat dengan mobil putih miliknya.
Tidak butuh waktu lama, Ameera sudah tiba di kampusnya kembali. Malam ini ia tampil seperti Ameera yang biasa. Gadis tomboy yang disegani oleh junior-juniornya kecuali Rayyan. Mengingat nama tersebut, Ameera tiba-tiba mendengus. Moodnya selalu jumpalitan setiap kali mengingat Rayyan dan segala ulah menjengkelkannya, terlebih baru-baru ini. Laki-laki itu menggagalkan acara makan Ameera dan Alvino.
“Ameera.” Ameera segera memajukan tinjunya dibalas dengan hal serupa oleh seniornya itu. Sudah terbiasa berinteraksi dengan cara berbeda. Bukan cipika cipiki seperti pertemuan pada umumnya melainkan adu besar kepalan tangan.
“Malam ini, menunya pasti mantap ini.” imbuh yang lain. Ameera hanya terkekeh menimpali segala godaan dari senior-senironya, sesekali melihat ponselnya takut melewatkan telefon katering yang kebetulan diurus oleh Ameera sendiri.
“Jahat sekali Meer, kamu nikung Kakak.” Sekali lagi Ameera hanya memamerkan senyumnya. Ia sudah terlalu sering direcoki oleh beberapa seniornya yang berhasil Ameera dahului maju ke memakai toga, keluar sebagai salah satu siswa cumlaude yang memecahkan rekor lulus cepat dari Fakultas Teknik Arsitektur.
Begitu ponselnya berbunyi, Ameera segera menuju parkiran, tiga orang petugas katering saling bahu membahu menata makanan mereka dibantu oleh beberapa junior mereka yang merasa perlu membantu seniornya sekaligus mencari muka pada senior yang lain. Mencari aman dari siksaan para senior besok-besok.
Acara syukuran berjalan lancar dan khidmat. Ameera bersyukur malam ini tidak ada yang membuat kekacauan atau sekedar minum-minum. Mereka hanya bergurau, bernyanyi dan merokok bersama di sudut-sudut ruang. Ameera diam-diam tersenyum melihat Alvino yang ikut hadir pada acara syukurannya. Cukup menatap laki-laki itu dari jauh, hati Ameera sudah sebahagia itu.
***