Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 3. Pertemuan Pertama.

“Gu Ji,” sebut Jin Fan.

Tidak ada nama Gu Ji dalam ingatan pemilik tubuh Lin Ya Fei.

“Nona tidak mengenalnya,” lanjut Jin Fan, “orang ini katanya adik angkat Pangeran kedua, dia pintar berkomunikasi dengan binatang.”

Ya Fei pernah mendengar hal ini di masa depan tapi jujur saja tak begitu percaya.

“Sekelompok serigala itu bergerak di bawah kendali Gu Ji?” tanya Ya Fei untuk memastikan.

Jin Fan mengangguk.

Ya Fei berpikir cepat. “Hm, artinya pangeran kedua masih ingin melihat kita sampai ke wilayahnya.”

Jin Fan kembali mengangguk.

Ya Fei tidak bertanya lagi. Dia bersandar dengan ekspresi rumit.

***

Sejak berusia sembilan tahun, Gu Ji telah menjadi pecinta binatang dan berhasil memelihara beberapa anakan kucing besar sekaligus.

Kehidupannya di padang rumput membuatnya lebih mudah bertemu atau bahkan menemukan mereka di setiap hutan.

Gu Ji juga termasuk anggota suku Gu, yakni suku yang dibantai pemberontak hingga menyisakan segelintir keturunan termasuk pria tersebut.

Setiap anggota suku Gu pintar mengendalikan binatang liar, jadi Gu Ji sangat ahli di bidang ini meski pernah terluka beberapa kali.

Ketika pembantaian besar terjadi di sukunya, Gu Ji secara kebetulan bertemu Han Se. Karena pria itu kehilangan keluarga, dia bersedia mengikuti Han Se hingga tanpa terasa semua sudah berlalu 11 tahun lamanya.

Gu Ji mengikuti Han Se sejak berusia 12 tahun, sedang Han Se saat itu masih berusia 15 tahun, yang mana sengaja diasingkan Kaisar di wilayah perbatasan.

Mereka tumbuh bersama, susah senang bersama, sampai akhirnya membuat janji darah persaudaraan.

Sejak saat itulah Gu Ji menjadi adik angkat sekaligus penasehat utama Han Se.

***

Perhitungan Jin Fan sedikit meleset. Rupanya perjalanan panjang mereka berujung tepat di waktu chen.

Hari itu matahari sudah menunjukan cahaya jingga nan hangat, rutinitas penduduk pun telah memadati satu-satunya desa pertama dan terakhir di perbatasan utara ini.

‘Bukankah tempat ini kekurangan pangan?’ Hati Jin Fan bertanya-tanya.

Perbatasan utara terkenal kekurangan sandang dan pangan, tetapi setelah memperhatikan kehidupan bersemangat para penduduk perbatasan ini, Jin Fan menjadi ragu.

Penampilan penduduk perbatasan memang tidak sebagus orang-orang kota tapi setidaknya mereka mengenakan mantel musim dingin yang layak, juga tubuh sehat bugar tidak seperti orang kurang gizi.

Dalam perjalanan menuju gerbang kediaman Han Se, Jin Fan sesekali memperhatikan kemudian merenung.

“Bukankah stok makan kita sudah habis?” Ya Fei bertanya di balik gerbong, dia secara bersaman mencium aroma ubi bakar yang wangi menyemangatkan.

Ubi bakar merupakan makanan favorit Ya Fei, dia tidak ingat kapan kali terakhir memakan ubi bakar ini namun dia masih ingat rasanya yang lezat.

Hi!

Jin Fan tiba-tiba saja menghentikan laju keretanya. Dia menemukan pria tua sebagai penjual ubi bakar. Dia tahu Lin Ya Fei sangat menyukai ubi, jadi segera membelinya tanpa bertanya lebih dulu.

Ya Fei otomatis menyibak tirai, melihat Jin Fan tengah bertransaksi dengan pedagang ubi, gadis itu merenung untuk beberapa saat.

Ketika Jin Fan berbalik, Ya Fei lekas menutup tirai dan mengetuk-etuk telunjuk jarinya secara teratur.

“Nona,” panggil Jin Fan, “aku menemukan ubi bakar kesukaan anda.”

Ya Fei agak terpengarah. Tak dia sangka kesukaan Lin Ya Fei sama seperti dirinya.

“Kita tidak tahu apa yang akan terjadi di sana.” Firasat Jin Fan tak enak. “Setidaknya nona sedikit berenergi.”

Menurut rumor yang beredar, Ya Fei meyakini kedatangannya ke kediaman Han Se akan berakhir buruk.

Benar juga kata Jin Fan.

Harus sedikit berenergi!

Ya Fei menerima ubi bakarnya namun beberapa detik kemudian menyodorkan ubi bakar lainnya pada Jin Fan.

Jin Fan kurang mengerti maksud Ya Fei, lagi pula selama yang pria itu tahu, Ya Fei jarang sekali berbicara dengannya apalagi berinteraksi sejauh ini.

“Harus sedikit berenergi!” tekan Ya Fei.

Barulah Jin Fan mengerjap seolah baru menyadari sesuatu.

“...” Sayangnya Jin Fan kesulitan berkata-kata sampai akhirnya terpaksa menerima ubi bakar tersebut.

Kemudian roda kereta kembali bergerak hingga tibalah mereka di depan gerbang kediaman pangeran kedua, Han Se.

Gerbang kediaman dijaga dua petugas. Penampilan mereka sangar sekaligus angkuh.

Ketika Jin Fan melompat turun, tangan kedua petugas itu langsung bersiap menghunus golok panjang masing-masing.

“Maaf, aku membawa ini.”

Untungnya Jin Fan segera memperlihatkan undangan pernikahan, yang sengaja dia simpan baik-baik di balik jubah.

Kedua petugas tadi saling pandang satu sama lain selama beberapa saat sebelum salah satunya membukakan gerbang, sedang satunya lagi mengisyaratkan pandangan ke sudut kanan.

Melalui celah-celah pintu kereta, Ya Fei melihat seseorang bergerak cepat ke arah barat.

Gadis itu menebak, pria yang bergerak cepat tadi akan melaporkan kedatangannya kepada Han Se.

Tebakan Ya Fei tak meleset.

Pria yang sama menuju kamar pribadi Han Se tapi sebelum bertemu pria itu sendiri, dia dicegah masuk Gu Ji lalu berbisik beberapa kata padanya.

Gu Ji mengisyaratkan pria itu pergi, sementara dia yang memasuki kamar pribadi Han Se atau tepatnya area pemandian kakak angkatnya tersebut.

Udara dingin mencekam namun Han Se malah berendam meski dengan air hangat sekalipun.

Han Se bertelanjang dada, dayang-dayang di setiap sisinya ada yang mengusap dada pria itu dengan kain putih yang basah, ada yang menuangkan wewangian, ada pula yang memijat pundaknya.

Daripada disebut memandikan, mereka lebih layak disebut menggerayangi!

“Calon pengantin kakak datang.”

Setelah Gu Ji melapor, Han Se langsung mengangkat tangan; mengisyaratkan dayang-dayang di sekelilingnya pergi.

Lima detik kemudian area pemandian hanya menyisakan Han Se dan Gu Ji seorang.

Han Se beranjak, mengeringkan tubuhnya lalu mengenakan jubah biru muda berlapis jubah biru tua dipadu mantel beruang coklat yang dengan dilihat akan terasa berat juga mahalnya.

Tak kurang dari satu dupa, Han Se meninggalkan kamar dikawal Gu Ji sekaligus Miao Feng.

“Yang Mulia!”

Langkah mereka belum benar-benar sampai tujuan. Seorang pria tua berpakaian compang-camping mendadak berlutut, menghalangi langkah mereka, terutama Han Se.

Sepasang mata Han Se menyipit. Hanya dalam waktu singkat, dia langsung mengenali sosok pria tua tersebut.

“Tuan Ji.” Sudut bibir Han Se terangkat, sorot matanya tampak angkuh.

“Yang Mulia!” Pria tua bernama Tuan Ji itu mengatupkan kedua tangan penuh harap. “Pertimbangkan lagi permohonan hamba, Yang Mulia… hamba janji tidak akan melakukan kesalahan yang sama.”

Tuan Ji merupakan salah satu tahanan Han Se. Dulunya pria itu merupakan kepala desa Yang di perbatasan utara ini. Alih-alih menjadi kepala desa yang bertanggung jawab, pria tua itu justru menimbun banyak pangan untuk kepentingan pribadi sendiri.

Tindakannya terendus Han Se sebelum musim dingin ini berlangsung. Jadi pria tua itu segera diseret ke tahanan tapi anehnya tidak mendapat penanganan apapun.

Tuan Ji pikir, Han Se tidak berani melakukan penyiksaan terhadapnya seperti pada tahanan lain lantaran pria tua itu masih sepupu ibu kandungnya.

Terlebih pagi tadi seorang petugas mendadak menghampiri, serta membisikkan kalimat dorongan demi dorongan untuknya segera memohon ampun pada Han Se.

Latar belakang Tuan Ji meyakinkannya lolos dari siksaan Han Se!

“Yang Mulia—”

Jlep!

Han Se tak memberi kesempatan pria tua itu sekali lagi bersuara!

Dengan sekali hujam, pedangnya berhasil menembus dada Tuan Ji, serta mengoyak-ngoyak mengeluarkan jantungnya hidup-hidup.

Gubrak!

Tuan Ji berakhir tergeletak dengan mata melotot ke arah Han Se seperti mengandung ribuan kebencian.

Han Se menengadah, barulah menyadari Ya Fei sudah berdiri sejauh tujuh zhang di hadapannya.

Adegan mengerikan tadi tertangkap jelas di depan mata Ya Fei, tetapi Han Se tak menemukan ekspresi ketakutan sedikitpun di wajahnya.

Catatan kaki:

Waktu chen adalah periode waktu antara pukul tujuh sampai sembilan pagi.

Satu dupa sama seperti 15 menit.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel