Bab 2. Malam Kian Dingin.
Angin berdesir lembut, hawa dingin menusuk sampai tulang.
Jam malam telah dimulai, dinginnya semakin kuat.
Pangeran kedua; Pangeran Han Se, belum merasakan kantuk sedikit pun. Dengan mantel bulu beruang putih, serta jubah satin hitam berlapis tiga, pria itu berdiri gagah di benteng pertahanan wilayah perbatasan. Pandangannya lurus ke depan, ekspresinya sulit ditebak.
"Pangeran." Kemudian tangan kanannya yang bernama Miao Feng datang membisikkan sesuatu.
Sedetik setelah Miao Feng berbisik, Han Se tersenyum satu sisi lalu berbalik pergi diikuti tangan kanannya tersebut.
Jauh di seberang sana...
Pengawal pribadi Ya Fei belum menyelesaikan masalah roda kereta, tampaknya dia harus berhati-hati membereskan.
Sementara Ya Fei duduk beralaskan batu di hadapan api unggun kecil sembari mengingat semuanya.
"Sial!"
Dia akhirnya mengetahui seluruh ingatan pemilik tubuh ini. Dimulai dari usia masa kecil sampai beberapa shichen lalu.
Pada dasarnya, pemilik tubuh yang Ya Fei semayami merupakan gadis penakut. Mendengar berbagai rumor mengerikan pangeran kedua, dia benar-benar tidak bisa tenang.
Kebetulan pelayan pribadi pemilik tubuh itu menyerahkan sesuatu sebelum dia berangkat, itu adalah sebotol racun mematikan yang entah bagaimana caranya didapat.
"Tuan besar tidak mengizinkan aku ikut serta, jika nona merasa tidak tahan obat ini akan menolong nona."
Kalimat itu terngiang di telinga Ya Fei begitu saja.
Kemudian Ya Fei menyimpulkan, pemilik asli tubuh ini sebenarnya sudah bunuh diri sejak beberapa shichen yang lalu, lantas Ya Fei berhasil memasuki raganya.
Ya Fei tidak tahu semua kembali baik-baik saja.
Sekarang gadis itu hanya berpikir, bagaimana nasibnya setelah dia dan pangeran kedua dipertemukan sedang menurut ingatan pemilik tubuh, pangeran kedua merupakan satu-satunya pangeran terkejam.
"Sssh." Ya Fei memijat keningnya tanpa sadar, pikirnya mungkin ini karma seorang pembunuh bayaran seperti dirinya.
"Roda kereta sudah beres, Nona," ucap pengawal pribadi Ya Fei bernama Ji Fan.
Berdasarkan ingatan lama pemilik tubuh, Ji Fan merupakan pengawal keluarga Lin yang tidak kompeten, sering kali dimarahi karena banyak kesalahan, terkenal pemalas, suka mabuk-mabukan dan satu lagi... kurang lihai bertarung.
Hanya saja, Ya Fei saat ini bukan orang buta pengetahuan. Dengan melihat penampilan Ji Fan sekilas, dia langsung paham pria itu tidak sesepele yang dilihat.
"Silahkan, Nona." Ji Fan mengulurkan tangan, mempersilahkan Ya Fei menggapainya untuk menaiki kereta kembali.
Pandangan Ya Fei spontan mengarah telapak tangan Ji Fan. Telapak tangan itu tampak kasar dan tebal, mustahil dia seorang pemalas.
“Ah, maaf, Nona.” Jin Fan lupa satu hal.
Pada masa ini, pengawal pria biasanya dilarang bersentuhan langsung dengan majikan mereka. Walaupun situasinya harus membuat mereka saling bersentuhan, biasanya pengawal pria akan melapisi telapak tangannya menggunakan kain sutra.
Kebetulan Jin Fan telah menyiapkannya di balik baju. Dia membentang kain seukuran sapu tangan itu, kemudian mengisyaratkan Ya Fei kembali naik.
“Silahkan, Nona.”
Ingatan Ya Fei memahami tindakan Jin Fan dengan baik. Dia tersenyum tapi tidak menjangkau tangan pengawal pribadi nya tersebut.
Jin Fan langsung mengerutkan kening. Pasalnya, Ya Fei yang selalu terlihat lemah tak berguna, entah kenapa tampak bersemangat hingga untuk menaiki kereta dia hanya butuh satu lompatan.
“Kenapa diam saja?” Dan sebelum benar-benar memasuki gerbong keretanya, Ya Fei lebih dulu bertanya.
Jin Fan mengerjap sadar. “Ah, iya.”
Barulah Ya Fei memasuki gerbong, sekaligus menduduki tempat semula.
Drap! Drap!
Kereta mulai berjalan, roda melewati jalur sedikit berbatu, meninggalkan suara bising memecah keheningan malam.
Lampu kereta bergoyang kanan dan kiri, Ya Fei lihat sekilas, lilin di dalamnya hampir padam. Namun, perjalanan ini entah masih panjang atau sebentar lagi, gadis itu menyembulkan kepala sekedar memastikan.
“Berapa lama lagi kita sampai?” tanya Ya Fei.
Jin Fan menengadah. Langit gelap gulita tak sama sekali meninggalkan secercah cahaya. Dia meyakini saat ini belum memasuki jam dini hari.
“Sebelum fajar menyingsing,” jawab Jin Fan.
Kemudian Ya Fei duduk seperti semula hingga tanpa terasa matanya mengatup, mengarungi mimpi.
***
Kereta bergerak naik melewati jalur terjal yang berbelok-belok. Lengah sedikit bisa membuat kereta terjun bebas ke dasar jurang. Jadi selama melewati jalur terjal ini, Jin Fan sangat berhati-hati sampai sesekali menahan napas.
Ya Fei masih terlihat nyenyak, tetapi seiring berjalannya waktu, tubuhnya terasa dingin hingga lelapnya sedikit terganggu.
Seolah menyadari Ya Fei sudah bangun, Jin Fan lekas melapor, "Kita sudah melewati jalur pegunungan, untuk sampai kediaman pangeran kedua, kita masih harus melewati lembah tak berujung."
Ya Fei tidak peduli mau sampai atau tidak. Dingin yang dirasakannya semakin menjadi-jadi. Dia ingat pemilik tubuh ini membawa mantel tebal yang tersimpan rapi di koper pakaian.
Ya Fei buru-buru menggeledah lalu menemukan satu-satunya mantel bulu serigala asli yang sudah punya tambalan dimana-mana.
Sejenak Ya Fei terdiam. Tak dia sangka, keluarga Lin yang bergelimang harta sangat pelit pada keturunan sah sendiri.
Meski demikian mantel penuh tambalan itu masih berfungsi dengan baik. Setidaknya tubuh Ya Fei tak merasa sedingin sebelumnya, walau rasa kantuknya menguap bagai angin musim panas.
Ya Fei merasakan guncangan kereta, serta suara roda nya yang agak bising. Matanya secara naluriah mengarah celah-celah jendela keretanya lantas dibuat terperangah seketika.
“Jin Fan!” panggil Ya Fei.
Jin Fan menyahut sambil tetap fokus mengemudikan kereta. “Hamba di sini, Nona.”
“Jalan lebih cepat!” minta Ya Fei.
Jin Fan menoleh dengan kening berkerut. “Kita sedang melewati jalanan terjal, dan curam. Meski bisa dipercepat tapi kemungkinan tergulingnya sangat besar.”
Kali ini Ya Fei memberanikan diri mengintip pemandangan di luar secara langsung.
Matanya membelalak jauh lebih besar!
“Ada apa, Nona?” Jin Fan lagi lagi seolah menyadari pergerakan Ya Fei.
Dengan suara tenang Ya Fei menjawab, “Jumlah srigala di sekeliling kita bertambah tiga kali lipat!”
“...” Jin Fan ragu-ragu menjawab.
Jujur saja, pria itu sebenarnya telah merasakan aura mencekam ini sejak memasuki kawasan pegunungan.
Jin Fan tidak heran.
Daerah pegunungan masihlah alami. Jarang sekali tersentuh manusia membuat tempat itu dipenuhi binatang buas jenis apapun.
Namun yang tidak pria itu sangka adalah, kenapa nona muda nya yang bodoh itu bisa mengetahui predator mereka adalah srigala?
Bagaimana cara Ya Fei mengenali?
Bukankah dia lebih bodoh daripada seorang gelandangan sekalipun?
‘Jangan-jangan selama ini dia hanya berakting.’ Pikir Jin Fan terbesit begitu saja, pasalnya Ya Fei yang asli bukan hanya terkenal bodoh tapi sekaligus malas belajar.
“Srigala tak pernah datang sendirian,” lirih Ya Fei dengan pandangan mengarah ke atas.
Rupanya di puncak pegunungan sana juga ada banyak srigala yang mengintai secara terang-terangan.
“Nona jangan khawatir.” Pada akhirnya Jin Fan tak bisa menebak terlalu jauh. “Meski jumlah Srigala ini setara pasukan kavaleri Kekaisaran, mereka juga tak akan berani menyerang.”
Ya Fei spontan menatap lurus ke depan, tepatnya pada punggung Jin Fan yang terlihat melalui celah pintu gerbong.
Menurut ingatan pemilik tubuh Lin Ya Fei, Jin Fan hanyalah pelayan kediaman lemah yang hanya bisa bolak-balik membawa air sumur ke kolam namun entah kenapa Ya Fei merasakan energi lain di tubuh pria itu.
“Kenapa?” tanya Ya Fei.
“Mereka bertuan, dan hanya bergerak mengikuti perintah tuan nya,” lanjut Jin Fan.
Ya Fei tak menemukan siapapun sebagai tuan para srigala itu, tentu saja dia jadi penasaran tapi tak segera bertanya.
Perjalanan terus berlanjut, sementara saat bersamaan…
Han Se menyerahkan teropong yang baru saja dipakai pada adik angkatnya, Gu Ji.
Gu Ji bertanya. “Kakak tidak tertarik menyaksikan perburuan mereka?”