Bab 2
Ketika aku sampai di kamar Andelio, dia terlihat tengah menyuapi obat kepada wanita itu.
Melihatku datang, dia hanya melirikku, lalu berkata dengan acuh, "Andik harusnya sudah bilang kalau aku akan menikahi Shakira bulan depan."
Saat mengatakan itu, dia menyeka mulut wanita itu dengan saputangan dan berkata sambil tersenyum, "Dia masih muda, kamu harus mengajarinya dengan baik."
Dia mengatakannya dengan sangat percaya diri, seolah-olah dia begitu yakin kalau aku akan menerima Shakira, nona kedua dari Keluarga Marude.
Suami yang dulu terlihat begitu sempurna di mataku, sekarang terasa begitu asing.
Hatiku sudah putus asa. Aku menjawab setelah memaksakan diri dengan keras.
"Apa kamu tahu kalau Wilani sudah meninggal?"
Andelio mengerutkan kening, menjawab sedikit tidak sabar, "Bicara apa kamu ini. Mana mungkin Wilani...."
"Uhuk, Kak Andelio, rasanya tidak nyaman sekali...."
Sebelum Andelio menyelesaikan perkataannya, dia sudah disela oleh gumaman seseorang di atas ranjang.
Mendengar gerakan ini, Andelio panik dan langsung berbalik, memegang tangannya dengan erat. Dia bicara dengan nada sangat lembut, "Shakira, jangan takut, aku di sini."
Aku belum pernah mendengar nada lembut seperti ini sebelumnya.
Sepertinya pasangan di depanku benar-benar saling mencintai, sementara aku adalah pihak yang tidak diinginkan.
Tiba-tiba gelombang kemarahan melanda hatiku, menyulut kewarasanku.
Juga membakar habis sisa-sisa cinta di dalam hatiku.
Tiba-tiba aku berteriak seperti orang gila.
"Andelio, Wilani sudah mati! Putrimu, Wilani sudah mati!"
"Dia dibunuh olehmu, oleh kalian berdua! Wilani masih kecil, tapi harus menderita karena diinjak-injak oleh kuda gila itu!"
Namun, saat itu terdengar suara perempuan yang menyela dengan lirih.
"Nyonya Helena, kemarin aku ada di tempat kejadian. Putri Nyonya yang angkuh dan manja itu memiliki keberanian luar biasa. Dia bahkan memukul kuda itu dengan cambuk kuda."
Setelah mengatakan ini, Shakira gusar dan bersandar ke pelukan Andelio lagi. "Tapi aku berbeda. Aku penakut, kalau bukan karena Kak Andelio, aku...."
Mendengar kata-kata yang tidak sesuai kenyataan ini, aku sangat marah sampai seluruh tubuhku bergetar.
"Kuda gila itu akan menabrak Wilani, jika dia tidak menyelamatkan dirinya sendiri, apa dia harus diam saja dan menunggu tubuhnya diinjak-injak sampai mati oleh kuda itu?"
"Cukup!"
Andelio menyela sebelum aku sempat menyelesaikan perkataanku.
Dia berdiri dan menatapku dari atas, sorot matanya dipenuhi kemarahan, "Helena, berhenti bersikap keras kepala."
"Lihatlah apa yang sudah kamu ajarkan sama putrimu. Masih muda saja sudah seberani itu."
"Ada banyak orang yang menjaganya, kenapa dia yang seorang gadis bangsawan harus turun tangan sendiri untuk mengusir kuda? Dia mati karena kamu!"
Aku tidak menyangka bahwa Andelio akan pilih kasih seperti ini.
Wilani itu putri kandungnya, tetapi keberadaannya tidak lebih baik dari kata-kata Shakira?
Aku tidak percaya bahwa pria ini adalah orang yang pernah aku cintai. Aku mundur selangkah tanpa ragu.
Perhatian Andelio kembali ke Shakira. Dia membujuknya dengan menepuk-nepuk punggungnya.
Sementara itu, aku seakan bisa melihat Wilani terbaring di pangkuanku. Dia berteriak lemah tidak tertahankan, rasanya sangat menyesakkan.
Kebencian melonjak ke kepalaku dan aku menatap Andelio dengan mata merah.
Saat itu, dia sedang sibuk membujuk Shakira, jadi hanya punggungnya yang terpampang lebar di depan mataku.
Jadi, aku mencabut belati yang tersembunyi di balik lengan baju tanpa ragu-ragu dan menikamnya dengan kejam!
Di tengah jeritan Shakira, Andelio berbalik dengan tidak percaya. "Kamu...beraninya kamu...."
"Kenapa aku tidak berani?"
Aku mencibir, mencabut belati lalu menusukkannya lagi. Setelah menusukkannya beberapa kali, Andelio sudah mati.
Aku menoleh ke arah Shakira. Di tengah tatapan ngerinya, aku mengangkat dagunya dengan belati dan berkata dengan suara dingin.
"Jangan pernah berpikir bahwa tidak ada yang tahu apa yang sudah kamu lakukan. Seorang putri dari selir, bahkan jika dia dibesarkan oleh istri sah, statusnya tetaplah rendahan. Kamu sudah berusaha keras untuk mendapatkan apa yang kamu inginkan!"
Wajah Shakira menjadi pucat. "Kamu...apa yang kamu inginkan? Aku peringatkan, membunuh taruhannya nyawa."
"Kenapa memangnya? Ada satu hal yang masih belum aku mengerti."
Aku berkata dengan suara dingin, menatap matanya, "Kuda yang mengamuk itu, pasti kamu yang minta seseorang untuk melepaskannya, bukan?"
Dia tidak bersuara, tetapi kilatan kepanikan di matanya telah mengkhianatinya.
Baiklah, saatnya mengantar musuh ke jalan kematian.
Aku tidak lagi ragu-ragu dan langsung menebas leher Shakira dengan belati.
Melihat dua mayat tergeletak di lantai, kebencianku masih belum terpuaskan.
Menatap belati berlumuran darah di tanganku, aku punya rencana.
Aku memasukkan belati itu ke tangan Shakira, lalu menelanjangi mereka.
Sungguh pemandangan yang luar biasa. Shakira, nona kedua Keluarga Marude yang belum menikah bersama dengan Marquis Andelio yang sudah menikah. Mereka berkomitmen akan menuju kematian mereka bersama. Sungguh drama yang menarik.
Aku tidak tahu apakah penonton akan menyatakan pujian untuk cinta mereka atau malah meludahi mereka.
Namun, semua ini tidak ada hubungannya denganku. Aku meletakkan belati dan kembali ke kamar, menuangkan secangkir teh untuk diriku sendiri.
Saat aku menuangkan teh, beberapa bubuk larut dalam teh, mengalir jatuh ke dalam gelas.
Obat ini tidak berwarna dan tidak berasa, tetapi merupakan racun yang mematikan.
Aku meminum teh itu tanpa ragu-ragu.
Wilani, jangan takut.
Ibu akan menemanimu di alam kematian.