Pustaka
Bahasa Indonesia

Pada Acara Pertunangan, Calon Suamiku Membawa Adik Tirinya Ke Kamar Kami

5.0K · Tamat
Nadine
9
Bab
150
View
9.0
Rating

Ringkasan

Pada hari pertunangan kami, calon suamiku membawa adik tirinya ke kamar kami. Cincin pertunangan kami juga diberikan kepada adiknya. Semua orang mengira aku sangat beruntung karena bisa menjadi pacar Raphael. Sekarang, aku tidak menginginkannya lagi. Aku beralih ke arah pelukan adik kelasku yang tampan. Namun, Raphael malah menjadi gila. Dia berlutut di depanku, meminta maaf dan mengakui kesalahannya serta memohon pengampunan. Adiknya yang berada di samping pun dengan kesal bergumam, mengeluh bahwa Raphael bahkan tidak bisa tidur nyenyak. Aku mengangkat alisku dan bertanya balik, "Bagaimana kamu bisa tahu bahwa dia tidak bisa tidur nyenyak?"

RomansaPengkhianatanMenyedihkan

Bab 1

Di acara pertunangan, seluruh tamu, keluarga dan teman sudah memenuhi lokasi acara.

Aku memasangkan cincin di jari Raphael Kusnadi sambil menunggu jawabannya dengan ekspresi penuh harapan.

Saat ini, sekretaris yang berada di bagian bawah panggung pun berlari mendekat dan menyerahkan telepon kepadanya.

"Pak Raphael, Nona Sherlyn terluka, ini telepon dari rumah sakit!"

Ekspresi Raphael menggelap!

Kemudian, suara lemah lembut Sherlyn Liangani pun terdengar dari dalam telepon.

"Kak Raphael, aku benar-benar sangat kesakitan, aku takut sekali...."

"Jangan takut, Sherlyn, aku akan segera datang!" Raphael langsung menenangkannya.

Aku terdiam sesaat, kemudian dengan refleks menarik tangan pria yang akan berjalan pergi, dengan nada memohon berkata, "Raphael, hari ini adalah hari pertunangan kita berdua, bolehkah kamu tidak pergi?"

Raphael melepas jariku satu per satu, lalu menatapku dengan tatapan dingin, "Pengertianlah sedikit, Sherlyn sudah terluka, apakah kamu mau memaksa Sherlyn pergi mati?"

Setelah itu, dia membuang tanganku dan tanpa mempedulikan tatapan aneh dari para tamu undangan, dia berjalan pergi.

Aku merasa sangat terluka saat bertatapan dengan tatapan para tamu undangan.

Marlee Rowi, yaitu ibunya Raphael, berjalan mendekat, "Katrina, sudah menyusahkanmu, tetapi kamu juga tahu bahwa tubuh Sherlyn kurang sehat, kondisinya sedikit berbeda."

"Kita sebagai wanita harus lebih berlapang dada."

Semua orang mengira aku sangat beruntung karena bisa menjadi pacar Raphael, jadi saat dia meninggalkanku untuk pergi mencari Sherlyn, aku juga tidak seharusnya merasa kesal, aku seharusnya berlapang dada.

Aku menertawai diriku sendiri, aku tidak menjawab ucapan Marlee, aku memutar badanku dan berjalan pulang ke dalam kamar.

Saat tiba di kamar, aku melihat dekorasi kamar yang berada di sekelilingku, aku menghela napas, tiba-tiba teleponku berbunyi, sedetik kemudian sebuah foto memenuhi layar teleponku.

Di dalam foto, Sherlyn menyandarkan kepalanya ke bahu Raphael, satu tangannya berada di punggung Sherlyn, satu tangannya lagi berada di pinggang Sherlyn, kelembutan dari tatapan matanya juga bisa dirasakan dari foto itu.

Dan di jari tangannya sudah tidak terpasang cincin tunangan kami.

Hatiku terhentak!

Demi Sherlyn, Raphael bisa-bisanya begitu terburu-buru.

Aku sudah tidak bisa menahan diri lagi, saat aku akan pergi ke rumah sakit, pintu kamar pun terbuka.

Raphael memapah Sherlyn berjalan masuk ke dalam kamar.

"Kak Katrina juga sedang disini ya!"

Sherlyn dengan tenang berjalan dan duduk di atas sofa.

Seketika emosiku pun meledak, aku menatap Raphael dan bertanya padanya,

"Ini adalah kamar suami istri kita berdua, kamu memperbolehkannya masuk ke dalam sini?"

Raphael tidak menjawabku, sebaliknya Sherlyn yang menjawab, "Kalian berdua masih belum menikah, Raphael adalah kakakku, adik datang ke rumah kakak, apakah ini juga harus mendapat izin darimu dulu?"

Raphael menepuk-nepuk punggungnya, "Sudahlah, Katrina, adikku sedang kurang baik, dia baru kembali dari rumah sakit, kamu juga jangan perhitungan dengannya lagi."

Hatiku sangat sakit, setelah sesaat, bibirku mengeluarkan senyuman pahit, saat aku mengangkat kepalaku dan mau berbicara, aku melihat Sherlyn berdiri dan memeluk bahu Raphael sambil berkata, "Sudah sudah, ayo pergi, kita pergi istirahat!"

Tiba-tiba jari tangannya ada sebuah cincin.

Aku terkejut dan langsung menarik pergelangan tangannya.

Alis Raphael mengerut, "Apa yang sedang kamu lakukan? Lepaskan dia!"

Aku menatap cincin yang berada di jari tangan Sherlyn, aku menatap ke arah Raphael dan dengan nada bergetar bertanya, "Dimana cincin pemberianku?"

Ekspresi wajah Raphael berubah namun Sherlyn malah tersenyum.

"Aku lihat model cincin ini lumayan bagus, jadi aku suruh Raphael untuk membelikanku juga." Dia melepaskan tanganku dan dengan tatapan jijik berkata, "Cincinnya ada disini!"