Chapter 7# MALAM PERNIKAHAN
"Malam yang indah, Bro! Apakah kau akan meninggalkannya sendiri di kamar pengantin malam ini? Lihatlah, dia sangat cantik dan seksi. Apakah aku yang harus mendekatinya?"
Richard mulai menggoda Liam seraya menikmati segelas anggur bersama keluarga besarnya.
Liam mencengkeram gelas anggurnya. Matanya menatap liar pada Leah. "Aku tidak akan melepaskannya malam ini."
Jennifer dan Richard saling pandang kemudian tertawa lepas mendengar itu.
Tampaknya dia mulai menyukai wanita yang telah resmi menjadi istrinya itu sekarang.
Pesta tiba di penghujung acara di mana semua tamu mulai berdansa berpasangan.
Leah menyapu pandangan mencari Liam yang entah kemana perginya. Dia terus berjalan seraya memegang tepi gaun pengantin yang lebar dan berat.
"Nona Muda, kau mau kemana?" tanya Andreas, seorang pria yang bekerja sebagai pelayan di rumah Anthony.
"Andreas, apa kau melihat Liam? Di mana dia?" Leah tampak gusar. Matanya mencoba mencari bayangan suaminya.
"Tuan Muda ada di sana. Nona tunggu di sini, aku akan menemuinya." Andreas segera pergi menuju sudut ruangan di mana Liam sedang mengobrol dengan beberapa tamu.
"Kau sangat beruntung, Liam. Dia sangat cantik dan masih muda. Bahkan kaya raya!" tukas seorang pria sambil menepuk bahu Liam. Tentu saja dia iri atas keberuntungan pria itu.
"Sudahlah, jangan menggodaku seperti itu. Ayo kita minum sampai pagi." Liam menepis tangan pria itu dan kembali menyesap pada gelas koktail nya.
Beruntung apanya? Bukankah ini adalah nasib sialnya?
"Maaf Tuan, Nona Muda sedang mencari Anda."
Terdengar suara Andreas yang sudah membungkuk di belakang mereka.
"Wah! Sepertinya dia sudah tak tahan lagi. Ayo, cepat temui dia!"
Beberapa rekan kembali menggoda Liam.
"Aku akan segera kesana."
Liam mengatakannya pada Andreas dengan ekspresi tenang. Dan pria berusia 35 tahun itu mengangguk lantas pergi.
"Nikmati pestanya." Liam menepuk bahu sahabatnya kemudian segera pergi.
Para rekannya itu hanya tersenyum sambil geleng-geleng. Astaga, beruntung sekali dia!
"Kau dari mana saja? Kenapa meninggalkanku? Cepat, aku mau berdansa denganmu."
Leah langsung menyambut Liam dengan wajah yang tampak kesal. Dia segera menarik tangan suaminya itu menuju lantai dansa.
"Sebentar, aku tak mau berdansa denganmu!" Liam menghentikan langkahnya.
Leah menatap dengan tajam seperti mau menerkam.
"Apa maksudmu?"
"Pergilah, aku ingin sendiri."
Liam melepaskan tangan Leah, lantas berjalan menuju sudut ruangan.
"Shit! Pria bodoh."
Leah segera mengejar pria itu hingga hampir terjatuh. Anthony yang melihatnya segera menghampiri putrinya itu.
"Sayang, ada apa? Kau tampak kesal."
Anthony menahan Leah yang sedang berjalan cepat menuju Liam.
Wanita itu terdiam, dia tak ingin mengatakan yang sebenarnya jika Liam menolak berdansa dengannya.
Dari kejauhan, Liam melihat Leah yang sedang bersama Anthony. Dia pun segera menghampirinya dan mulai bersandiwara.
"Darling, apa yang kau lakukan di sini? Dari tadi aku mencarimu. Ayo kita berdansa." Liam berkata dengan lembut dan sorot mata dipenuhi cinta.
Leah dibuat tercengang karenanya.
"Bagus, berdansa lah Sayang!"
Anthony memberikan tangan Leah pada Liam yang segera di sambut oleh pria tampan itu.
Leah masih tampak heran sampai Liam mulai mengajaknya berdansa.
"Bagaimana? Apa kau suka akting ku barusan? Harusnya aku mendapat Piala Oscar untuk itu." Liam berbisik dengan suara dan tatapan yang dingin.
Leah membulatkan matanya mendengar ucapan pria itu.
"Pria bodoh, aku tak akan melepaskan mu malam ini!"
Leah segera melingkarkan kedua tangannya pada leher pria itu seraya menatapnya tajam. Tatapan penuh racun yang berbisa.
"Aku pun akan menyiksa mu malam ini sampai kau tak mampu berdiri esok pagi."
Liam merengkuh tubuh ramping Leah hingga menempel padanya. Dia menatapnya tajam dengan manik menggelap.
Leah menyeringai tipis."Lakukanlah, aku akan sangat menyukainya."
Wanita itu menjatuhkan wajahnya di pelukannya. Dan Liam mulai berkeringat dingin.
***
Pukul sepuluh malam pesta pun berakhir. Para tamu mulai meninggalkan pesta.
Anthony dan Charles bersama Nicole dan Margaret mengantar Liam dan Leah menuju mobil pengantin.
Pasangan muda itu akan menuju rumah baru mereka yang telah di siapkan oleh Anthony.
"Sayang, berbahagialah. Kami pasti merindukanmu."
Anthony melepaskan pelukannya daripada Leah seraya mengusap butiran kecil di sudut matanya.
"Leah, kau jangan lupakan aku saat kau tiba di istana barumu itu dan seringlah kunjungi aku di asrama!"
Duncan meraih lengan Leah seraya menatap mata wanita itu dengan wajah polos.
"Dasar bodoh! Aku tidak akan melupakan adikku yang tampan ini."
Leah mencubit pipi cubi Duncan lalu memeluknya dengan perasaan terharu.
Meski adiknya itu keterbelakangan mental, namun Leah sangat menyayanginya. Anthony dan Nicole turut tersenyum haru melihatnya.
"Liam, mulai sekarang aku serahkan putriku padamu, bahagiakanlah dia. Jika saja kau menyakitinya walau seujung kuku pun. Maka, aku tak segan-segan memajang kepalamu di alun-alun kota. Ingat itu."
Anthony berkata setengah berbisik seraya merangkul bahu Liam. Sebuah ancaman yang cukup membuat pria muda itu bergetar dan merinding.
"Aku tidak akan menyakitinya karena aku sangat mencintainya." Liam berkata tampak serius.
Anthony mengangguk sambil tersenyum seraya menepuk bahu pria itu.
"Berangkatlah! Daddy sudah menyiapkan sebuah rumah untuk kado pernikahan kalian. Ciptakanlah generasi penerus Babel di sana.
Dan kau Liam, mulai besok kau harus mengurus Babel Group. Siapkan dirimu."
Lagi-lagi Anthony berkata sambil menepuk bahu Liam.
Charles tampak tersenyum penuh arti mendengar ucapan Anthony barusan. Ternyata putranya akan menjadi penerus Babel selanjutnya.
Ini benar-benar seperti mimpi. Richard menepuk bahu Liam sambil tersenyum padanya. Oh Tuhan, sungguh adiknya sangatlah beruntung.
Liam meraih tangan Leah mengajaknya memasuki mobil putih yang sudah di hias secantik mungkin.
Anthony dan Nicole melambaikan tangannya pada mobil putih yang mulai melaju.
"Apa kau senang?"
Liam bertanya tanpa menoleh pada Leah yang sedang duduk manis di sampingnya.
"Yah, aku sangat senang." Leah mengulas senyum dan segera merangkul Liam dari samping. Pria berkulit putih menanggapi dengan tersenyum penuh misteri.
"Jangan berharap banyak padaku
karena aku sama sekali tidak tertarik padamu."
Liam segera melepaskan rangkulan tangan Leah dengan kasar.
Nona Babel membulatkan matanya menatap Liam seolah siap membunuhnya.
"Pria bodoh, aku akan membuatmu bertekuk lutut di hadapanku."
Leah tampak sangat kesal. Dia duduk menjauh seraya melipat kedua tangannya di bawah dada.
Liam hanya tersenyum miring melihatnya. Ternyata Leah tampak sangat menggemaskan kalau marah begitu, pikirnya.
***
Waktu menunjukan pukul sebelas malam saat mobil pengantin tiba di depan sebuah mansion.
Anthony benar-benar tahu selera putrinya.
Dua orang pelayan segera menyambut mereka dan mempersilakan pasangan muda itu segera memasuki kamar pengantin yang sudah disiapkan.
Leah kembali merangkul lengan Liam tak perduli dengan sikap dingin suaminya itu yang menyebalkan.
Liam hanya tersenyum tipis dengan sikap Leah yang tampak sudah tak sabar lagi ingin bercinta dengannya.
Jangan harap!
"Silahkan Nona Muda dan Tuan Muda."
Seorang pelayan wanita membukakan pintu kamar mereka yang terletak di lantai tiga rumah mewah itu.
"Terima kasih."
Liam masih berdiri di depan pintu saat para pelayan mulai pergi meninggalkan dia berdua dengan Leah.
Dia melihat Leah yang sudah memasuki kamar dan bergegas menuju walk-in closet.
Liam mengulas senyum sambil geleng-geleng kepala. Dia lantas melangkah masuk.
Beberapa menit kemudian, Leah baru saja keluar dari ruang ganti. Dia sudah tampak cantik mengenakan lingerie tipis yang mungkin saja bisa membuat Liam bringas.
Pria tampan yang sedang duduk di sofa tampak terpukau melihat Leah yang tampak begitu cantik dan seksi.
Wanita muda itu berjalan menuju padanya seraya tersenyum nakal menggodanya. Hampir hampir Liam kehilangan kendali.
"Aku sudah siap, Sayang."
Leah menghampiri Liam kemudian duduk di pangkuannya seraya bergelayut pada leher suaminya itu.
Liam hanya bisa menelan ludah kasar.
Sepertinya Leah ingin mengajaknya segera menuju tempat tidur. Dan memulai malam pernikahan yang penuh sensasi. Namun, dia tidak akan sudi.
"Lepaskan dan menjauh lah dariku!"
Liam menepis tangan Leah dengan kasar. Dia lantas bangkit dan segera meninggalkan kamar.
Wanita itu mengepal penuh emosi. Manik coklat itu seketika berubah menjadi merah menyala.
"Liam, berhenti!"
Dia segera mengejar Liam yang sudah menuruni anak tangga. Pria itu terus berjalan tanpa menoleh sedikit pun padanya.
"Berhenti, jika kau tidak ingin tewas mengenaskan malam ini!"
Leah benar-benar marah.