Chapter 6# OBSESI LEAH
Liam sangat membenci Leah. Why?
Menurutnya, gadis itu memang seorang psikopat. Memang, tak bisa dia pungkiri jika Leah sangat cantik. Dan sipat angkuhnya justru membuat gadis itu tampak elegan dan berkelas.
Liam mengulas senyum gemas saat teringat padanya. Namun, kejadian beberapa tahun terakhir ini sungguh membuatnya sangat benci pada model cantik itu.
Kenapa demikian?
Karena gadis yang melompat bersama Leah tiga tahun yang lalu tidak lain adalah kekasihnya yang bernama Laura Emanuel.
Seorang gadis miskin yang kuliah di kampus elit itu karena mendapatkan beasiswa.
Apa salah Laura?
Kenapa wanita itu membunuhnya? Liam sangat membenci Leah seumur hidupnya. Dasar psikopat!
***
Sepulang dari acara lamaran, Liam segera berangkat menuju taman kota karena pacarnya yang bernama Sherlly ingin bertemu.
Tentu saja dia langsung berangkat karena dia pun sangat merindukan gadis bertubuh mungil itu yang sudah di pacarinya hampir dua tahun terakhir ini.
Sejak Laura tiada, Liam menjadi sangat sedih hingga akhirnya dia mulai dekat dengan Sherlly yang juga sahabat Laura di kampus.
Awalnya Liam hanya menganggap Sherlly sebagai teman minumnya saja. Akan tetapi, lama-kelamaan penyanyi barr itu menyatakan cintanya.
Dia pun menerimanya meski hanya sebagai pelarian saja.
***
Mobil Liam tiba di taman kota.
Dia langsung keluar dari mobilnya kala melihat Sherlly yang sudah berdiri seraya tersenyum menyambutnya.
Keduanya kini mulai mengobrol sambil duduk di bangku taman sambil melihat matahari terbenam.
"Kenapa lama sekali? Aku sangat merindukanmu, Liam!" Sherlly bersandar di bahu Liam seraya mengusap pipi pria itu.
"Maafkan aku. Tadi aku ada acara keluarga."
"Oh, iya? Acara apa itu?"
"Sebuah lamaran."
"Lamaran? Siapa yang akan Menikah?"
Sherlly menatap Liam dengan penasaran.
Pria itu terdiam sejenak. Dia mengangkat wajahnya menatap mata Sherlly.
"Aku akan segera menikah." WlLiam berkata jujur dan tak perduli jika pacarnya itu akan marah padanya.
"Apa?!"
"Mungkin ini pertemuan terakhir kita, aku tak ingin kau semakin terluka nantinya. Aku akan segera menikahi Leah." Liam melanjutkan dengan wajah murung.
"Leah Victoria Dakosta? Model cantik itu? Nona Babel? Apakah dia yang akan kau nikahi?"
Sherlly menghujani Liam dengan banyak pertanyaan yang langsung membuat pria itu mengangguk pelan. Sherlly segera memalingkan wajahnya.
"Apakah kau mengencaninya juga selama ini?" pertanyaan Sherlly selanjutnya. Dia tampak kesal.
"Tidak. Aku sama sekali tidak menginginkannya. Semua ini karena paksaan keluargaku."
Liam menjawab sambil menggeleng. Dia kelihatan sangat pusing dan dilema.
Sherlly bertanya lagi. Dan Liam menceritakan semuanya dengan rinci. Apa yang membuat dia akhirnya harus menikahi Nona Muda psikopat itu.
"Aku tak masalah. Daripada perusahaan keluargamu bangrut, kalian bisa jadi gelandangan nanti. Menikahlah dengannya tapi dirimu tetap milikku. Jangan pernah menyentuhnya, bersandiwara saja"
Mendengar ucapan Sherlly, ada suatu kegundahan menyelimuti bathin Liam.
Mengapa Sherlly membolehkannya menikahi gadis lain hanya karena perusahaan yang akan bangkrut. Mungkinkah gadis mungil itu hanya mencintai uangnya saja?
Keraguan akan cinta Sherlly pun tiba-tiba muncul.
"Sudahlah, jangan di pikirkan. Kita bisa tetap berhubungan meski kau telah menikah nantinya."
Liam tercengang mendengar ucapan Sherlly barusan.
Tidak, dia bukan tipe pria yang tega menyakiti wanita. Apalagi istrinya.
"Kurasa musim panas tahun ini segera tiba. Bagaimana jika kita ke San Francisco saja? Aku ingin berjemur di pantai."
Sherlly tampak santai saja padahal kekasihnya akan segera menikah dengan gadis lain. Liam hanya mengangguk seraya tersenyum tipis.
***
Perjalanan yang cukup jauh dari Virginia menuju San Francisco, tapi Liam tetap mengikuti keinginan pacarnya itu.
Setibanya di pantai keduanya mulai bermain air laut sambil menikmati matahari sore yang hampir terbenam.
Sherlly hanya mengenakan bikini saat keduanya mulai bermandi air laut. Liam tak henti menghujani tubuh pacarnya itu dengan banyak ciuman.
Hingga matahari mulai terbenam, keduanya asik bercumbu di balik batu tepi pantai.
"Tubuhmu sangat hangat. Aku sangat menyukainya." Liam tak henti memuji wanita bertubuh mungil itu sambil terus menggerakkan tubuhnya di atas Sherlly.
"Puaskan aku sebelum kau menjadi miliknya. Aku sangat mencintaimu, Liam." Sherlly terus meremas rambut Liam seraya menekan kepala pria itu.
"Aku akan memuaskanmu sekarang juga, Honey." Liam mulai mengganti gaya hingga membuat Sherlly terus berdesah hebat.
Usai memuaskan hasratnya, sepasang kekasih itu kembali ke mobil dan meluncur menuju Hotel Dakosta. Dimana keduanya selalu menghabiskan malam bersama kala mereka berada di San Francisco.
Hotel Dakosta merupakan salah satu aset Babel Group yang tersebar di San Francisco.
***
Esoknya pukul sepuluh malam saat Liam baru saja pulang.
Dia menghentikan langkahnya di depan ruang santai karena melihat Charles dan Richard sedang minum berdua.
Mereka tampak sedang merayakan sesuatu. Mungkin ini pasal pernikahannya dengan Leah yang tinggal dua hari lagi.
Cih! Menyebalkan!
"Hei Liam! Kemarilah!"
Charles yang melihat Liam sedang berdiri di depan tangga segera memanggilnya. Dan Richard hanya mengacungkan gelasnya pada sang adik.
"Apa yang sedang kalian rayakan?" Liam berjalan sambil menenteng jasnya menghampiri Charles dan Richard yang sudah memasang senyum manis padanya.
"Tentu saja pernikahanmu, pangeran kecilku," jawab Charles sambil menepuk bahu Richard yang duduk di sampingnya.
"Baguslah. Puas kalian sekarang?" Liam tampak tidak menyukai ini.
Charles dan Richard saling berpandangan heran.
"Liam, apa maksudmu?"
"Dad, kau ayah yang sangat buruk! Kau telah menjual ku untuk menikahi wanita psikopat itu. Aku sama sekali tidak menginginkan ini."
Ucapan Liam membuat Charles dan Richard tampak marah.
"Liam, harusnya kau bersyukur karena Leah mau menikahi mu! Bahkan, semua pria di Virginia sangat tergila-gila padanya. Apakah kau tak punya otak, hah?!"
Charles mulai berdiri berkata keras seraya memegang kedua bahu Liam. Dia menatapnya di bawah kendali alkohol.
"Hei Bodoh, bila kau tak mau menikahi Nona Babel biar aku saja yang akan menikahinya. Dia sangat cantik dan seksi, aku juga menyukainya."
Ocehan konyol Richard jelas membuat Charles tersentak dan langsung membulatkan matanya pada putra sulungnya itu. Sedang Liam juga tampak kesal mendengarnya.
"Apa maksudmu?" Dia menatap Richard dengan tatapan geram.
Charles sudah tak tahan lagi. Ingin rasanya dia mencekik kedua putranya itu sampai tewas.
"Sebagai seorang pria normal tentu kau tak akan menolak jika harus menikahi wanita muda yang sangat cantik seperti Nona Babel itu, tapi kau menolaknya. Mungkin kau tidak normal!" Richard telah melewati batasannya.
"Apa katamu?! Aku akan membunuhmu!" Liam sudah bersiap menyerang Richard yang sedang tertawa.
"Hentikan!"
Charles berteriak melerai Liam dan Richard yang sedang bersiap untuk berduel.
Sial!
Ayahnya sangat marah karena keributan mereka.
"Kau Richard! Apa maksud kata-kata mu tadi? Dan kau Liam, kau harus bersikap baik pada Leah nanti. Kalau tidak, aku akan mengusir mu dari rumah, paham?!"
Charles tidak main-main dengan ucapannya.
"Dad, aku hanya menggodanya saja. Aku ingin anak bodoh ini sadar, kalau dia sangat beruntung!"
Richard menjelaskan sambil menunjuk wajah Liam yang sedang menatapnya sebagai musuh.
"Aku akan menikahinya, puas kalian?!" Liam segera berjalan cepat menuju tangga.
"Hei Bodoh! Jika kau tak mau dengannya biar aku yang masuk kamarmu saat malam pertama kalian nanti." Richard kembali menggoda adiknya itu sembari tertawa kecil.
"Coba saja, aku akan patahkan batang lehermu itu!" Liam segera melanjutkan langkahnya.
Richard tersenyum geli sambil geleng-geleng menanggapi.
Charles hanya mengendurkan simpul dasinya, lantas mengajak Richard kembali duduk dan meneruskan aktifitas mereka yang sempat tertunda tadi.
Hari itupun tiba, di mana Liam dan Leah akan mengucapkan janji suci pernikahan.
Acara sakral itu di gelar di kediaman Anthony. Hampir semua orang-orang penting dari dalam dan luar negeri tampak memadati pesta.
Mobil-mobil mewah terlihat berderet di halaman rumah Charles yang lebih luas dari lapangan golf.
Liam tampak sudah sangat tampan dengan balutan tuxedo warna hitam lengkap dengan dasi kupu-kupu.
Dia sangat menawan hari ini. Membuat Leah tak kuasa ingin segera bercumbu dengannya.
Liam sedang berusaha memalingkan pandangannya dari wanita cantik berbalut gaun pengantin mewah yang berdiri di sisinya.
Leah merangkul lengannya erat seraya tersenyum manis menyapa para tamu.
Wanita itu tampak sangat cantik malam ini. Jantung Liam tak berhenti berdebar kala jemari gadis itu mulai nakal menggelitiknya.
Ya, malam ini dia sudah menjadi miliknya, hanya miliknya.