Chapter 4# CANTIK TAPI MEMATIKAN
"Harusnya aku kuliti saja kau pakai pisau buah kemarin di pesta, atau aku cekik lehermu dengan dasimu itu. Beraninya kau menolakku, apa kau sudah bosan hidup?"
Leah menggerutu sendiri seraya memoles wajahnya di depan cermin.
"Sweetie, kenapa kau mengomel sendiri seperti orang tidak waras begitu? Apakah pelayanmu terlambat mengantar sarapan pagi ini?"
Terdengar suara bass Anthony seperti sedang menggodanya, Leah hanya mengatupkan bibirnya sembari memoles wajahnya dengan cepat dan kesal.
"Sayang, jangan marah-marah begitu. Nanti wajah cantik mu itu bisa berubah keriput."
Lagi-lagi Anthony menggodanya sambil tertawa renyah bersama Nicole.
"Hentikan ocehan mu itu, Dad! Aku sedang tak ingin bercanda!" Leah tampak kesal, dia berbalik dan langsung melempar pemoles wajahnya ke wajah Anthony.
"Wah wah, tampaknya kau benar-benar sedang marah, ya?" Anthony tersenyum seraya menggenggam pemoles wajah itu di tangannya.
"Pergilah, aku sedang ingin sendiri."
Leah kembali duduk menghadap cermin. Anthony dan Nicole saling berpandangan sambil tersenyum geli. Kemudian mereka berjalan mendekatinya.
"Dengar, Sweetie. Kau akan segera menikah."
Anthony mencondongkan wajahnya seraya menyerahkan pemoles wajah tadi kedalam genggaman Leah.
Wanita muda itu sangat kaget mendengar ucapan sang ayah. Matanya membulat sempurna menatap lelaki berumur 45 tahun itu.
"Menikah?"
Dengan kedua alis yang nyaris menyatu, Leah berdiri dengan raut wajah tampak kesal karena Anthony sepertinya sedang mengejeknya.
"Dengar dulu, Sayang. Jangan emosi begitu."
Nicole langsung merangkul bahu Leah, lantas mengajaknya duduk di sofa.
"Bukankah kau menyukai Liam, pria yang kemarin menolakmu itu? Sore ini dia akan datang untuk melamar mu."
Ucapan sang ayah benar-benar membuat Leah semakin bingung. Dia hanya menatap dengan tidak percaya pada Anthony dan Nicole.
Ah, lelucon macam apa ini?
"Iya, Sayang. Pria sombong itu akan menjadi milikmu. Kau bebas akan dirinya. Keluarganya berhutang banyak kepada kita sekarang." Nicole melanjutkan seraya mengusap pipi Leah dengan penuh cinta.
"Benarkah?"
Leah mulai bisa mencerna ucapan mereka. Dia menatap pada Nicole dan Anthony dengan perasaan yang dipenuhi oleh harapan.
"Tentu, Sweetie. Bukankah Daddy pernah berkata, semua yang kau inginkan pasti akan kau dapatkan dengan mudah. Jangan lupa, kita adalah Allard Dakosta. Tidak ada seorang pun yang berani bertingkah buruk di depan kita. Kau paham?"
Anthony berkata penuh keyakinan. Leah mengulas senyum puas mendengarnya.
'Liam Alen Willbowrn, seperti kataku, kau pasti akan menjadi milikku!'
***
Waktu menunjukan pukul lima sore kala Charles dan keluarga besarnya yang terdiri dari Margaret, Richard, Jennifer, Leonil dan Liam datang ke kediaman Anthony.
Dua mobil Mercedes yang mengantar mereka tengah menepi di halaman rumah Anthony yang lebih luas dari lapangan golf.
Charles dan semuanya sudah keluar dari mobil. Mereka mulai berjalan menuju rumah mewah bak istana yang berdiri kurang lebih lima meter dari tempat mereka memarkir mobilnya.
Istana yang sangat indah!
Memang, ini bukan kali pertama mereka berpijak di halaman rumah Anthony karena sebelumnya mereka juga pernah datang.
Hanya saja, kali ini mereka datang bukan sebagai tamu undangan di pestanya. Melainkan, kerabat dari pebisnis nomor satu di Amerika itu.
Charles dan Margaret saling merangkul sambil tersenyum lebar. Mereka tampak sangat bahagia.
Bagaimana tidak?
Putra bungsu mereka benar-benar bintangnya sekarang!
Richard dan Jennifer juga tak kalah takjub melihat bangunan kokoh nan mewah yang ada di hadapan mereka saat ini.
Sambil menuntun putranya yang baru berusia lima tahun, mereka terus berjalan dengan terkagum-kagum.
"Selamat datang, Tuan Willbowrn."
Dua orang bodyguard terlatih menyambut kedatangan mereka di depan gerbang.
"Maaf sebelumnya, kami harus memeriksa kalian terlebih dulu." lanjut seorang dari mereka dan mulai maju menuju Margaret.
"Tunggu! Kenapa kami harus diperiksa? Kami datang atas undangan Tuan Allard Dakosta. Bahkan, kami adalah calon besan di rumah ini." Richard tidak terima bila mereka harus melakukan pemeriksaan pada keluarganya.
"Maaf, Tuan. Siapa pun yang memasuki kediaman Tuan Allard Dakosta harus melewati pemeriksaan lebih dulu. Dan ini berlaku untuk semua tanpa terkecuali."
Seorang petugas menjelaskan dengan cermat.
Richard tampak kesal. Namun, Charles segera memberikan pemahaman lewat tatapan matanya. Seolah memintanya untuk mengikuti ketentuan yang berlaku.
"Baiklah, silahkan."
Charles maju lebih dulu untuk pemeriksaan. Seorang bodyguard langsung menggeledah tubuhnya.
Liam tampak sangat kesal dan tidak menyukai ini. Cih! Berlebihan sekali!
Usai melakukan pemeriksaan, dua orang pengawal tadi langsung mengantar Charles dan keluarganya menuju pintu.
"Selamat datang di kediaman Tuan Besar Allard Dakosta! Silahkan masuk!"
Dua orang pelayan wanita berseragam pendek menyambut mereka. Wajah mereka terbilang cantik dan masih muda.
Richard berdecak kagum dan sempat melempar tatapan genit pada mereka.
Langkah mereka terayun memasuki rumah. Tidak, ini bukan sebuah rumah. Melainkan istana!
Seperti mimpi saja. Charles terpesona melihat desain rumah calon besannya yang sangat mewah dan artistik.
Baru saja tiba di dalam rumah, mereka sudah disuguhkan dengan pemandangan yang eksotis. Lukisan karya Leonard da Vinci memenuhi dinding di sepanjang lorong menuju ruang tamu.
Satu lukisan saja bisa bernilai ratusan juta dolar. Sementara ada puluhan lukisan di sana. Entah berapa nilainya, Charles tak mampu menghitungnya.
Selera yang sangat berkelas!
Richard sampai geleng-geleng melihat isi rumah itu yang tampak seperti museum barang antik.
bagaimana tidak?
Baru saja dua langkah kaki mereka memasuki rumah, mata mereka langsung di manjakan dengan artepak-artepak mewah dan bersejarah yang menghiasi setiap dinding rumah.
Juga semua furniture yang tampaknya berasal dari luar negeri dan termasuk barang langka yang tak ternilai harganya.
"Mari Tuan dan Nyonya."
Dua orang pelayan wanita mengantar mereka menuju ruang santai. Richard menyenggol lengan Liam sembari tersenyum. Adiknya itu benar-benar sangat beruntung.
Charles dan semuanya sudah duduk manis di ruang santai. Sofa yang mereka duduki sangatlah empuk. Berbeda sekali dengan sofa terbaik di ruang santai mereka.
Margaret dan Jennifer tak henti menyapu pandangan takjubnya keseluruh ruangan itu. Ini benar-benar sangat mewah dan berkelas.
"Mommy, Leon betah di sini. Rumahnya bagus!" celoteh putra Richard yang bernama Leonel tampak sangat senang dan tak ingin pulang.
Akibatnya Charles dan semuanya tertawa renyah menanggapi. Kecuali Liam yang malah sibuk dengan ponselnya.
"Selamat datang,Tuan Willbowrn! Wah wah, maaf kalau jamuan kami ada yang kurang."
Terdengar suara Anthony yang sedang berjalan bersama Nicole menuju mereka.
Charles dan yang lainnya segera berdiri menyambut. Mereka mulai saling berangkulan.
"Di mana Leah? Kami ingin melihatnya."
Margaret tampak tak sabar ingin melihat calon menantunya yang terkenal sangat cantik dan angkuh itu.
"Leah masih di kamarnya. Sebentar lagi pasti dia akan menemui kita. Tampaknya kalian sudah tidak sabar ingin melihat putri kami."
Anthony tertawa renyah bersama Nicole yang langsung disambut tawa riang pula oleh Charles dan yang lainnya.
Kecuali Liam yang tampak mulai tidak nyaman. Dia terus memalingkan wajah tampannya ke arah jendela.
"Ayo silahkan duduk. Kita minum dulu."
Anthony mengajak yang lainnya duduk kembali duduk dan mulai menikmati wine sambil mengobrol.
"Mommy, itu Nona Leah, ya? Wow! Dia sangat cantik!"
Leonil menunjuk seorang wanita muda dengan balutan gaun pres body warna hitam. Rambutnya tergerai rapi. Bahkan ,wangi parfumnya sudah menyeruak indera penciuman Liam.
Dia adalah Leah Victoria Allard Dakosta. Wanita itu sedang berjalan anggun menuju mereka diiringi dua pelayan pribadinya.
Semua mata tertuju pada Leah yang sedang mengibarkan senyum manisnya.
Richard menyenggol lengan Liam seraya berbisik padanya. Kemudian merangkul bahunya sembari tertawa kecil.
Adiknya itu benar-benar sangat beruntung!
Liam sebisa mungkin berusaha untuk tidak memandang Leah yang tampak sedang menggodanya.
"Selamat sore semuanya."
Tutur sapa yang sangat elegan dengan senyuman yang sangat memabukkan. Lantas ,di mana letak keburukan wanita itu?
Liam berusaha biasa saja melihatnya.
Tidak!
Dia bahkan tak berani nenatap bola mata kecokelatan yang sedang menggodanya dengan liar itu, sekarang.
'Ya Tuhan, kenapa dia terlihat begitu cantik?'
Liam mengendurkan simpul dasinya dengan perasaan tidak karuan.