BAB. 3 Saling terbuka
Qhansa terdiam. "Duh.., bagaimana ini? kok Alin belum kembali juga sih?"
Zey menangkap kegelisahan Qhansa.
"Bagaimana nona? kapan anda melunasinya?"
"Zey.., aku.., aku nggak punya uang sebanyak itu?" Lirihnya.
"Hahaha baiklah, saya punya tiga penawaran, jika anda menyanggupi salah satunya, utang-utang anda semua saya nyatakan lunas!"
"A..apa penawarannya?" gugupnya. Ia takut Zey menyuruhnya melakukan yang bukan-bukan.
"Dengarkan baik-baik.., nona.., nona..," Zey sengaja menggantung kalimatnya untuk mengetahui namanya. Karena ada dua nama yang tertera di daftar tamu resort.
"Nama saya Qhansa!" ketusnya.
"Wow.., nama yang indah.., aku harus mendapatkanmu Qhansa! bagaimana pun caranya!" Zey masih penasaran kenapa jantungnya berdegup kencang dan ia merasa gugup saat ini untuk itu ia bertekad untuk menjadikan Qhansa korban berikutnya.
"Penawaran pertama, Anda tidak perlu membayar sepeser pun biaya selama Anda menginap di resort saya ini, asalkan Anda menuruti keinginan saya. Dan Anda akan mendapatkan voucher menginap gratis sesuka hati Anda."
"Penawaran kedua, Anda harus membayar semua tagihan selama dua hari Anda menginap di resort saya. Jika anda tidak mampu membayarnya. Dengan terpaksa, Anda saya laporkan ke pihak berwajib karena pasal penipuan."
"Penawaran ketiga, jika Anda memilih penawaran pertama, Anda bisa meminta apa saja kepada saya. Pasti saya akan mengabulkannya." Ujar Zey panjang lebar.
"Zey, kalau boleh tau, penawaran pertama itu apa?" Tanyanya penasaran.
"Hahaha, kamu mau tau banget, atau mau tau aja?" Tawar Zey.
"Mau tau banget lah! Gimana sih!" Qhansa menjadi gemas dengan tingkah Zey.
"Penawaran pertama sangat gampang kok. Kamu tinggal setuju saja menjadi calon istri pura-pura saya. Bagaimana?"
"Apa?!" Kagetnya.
"Jadi lo menyuruh gue untuk bersandiwara, begitu?"
"Tepat sekali tebakanmu, Qhansa!"
"Berati, jika gue menyetujui penawaran pertama. Penawaran ketiga juga otomastis bisa gue dapat? Begitukah cara kerjanya?"
"Tepat sekali Qhansa! Bagaimana apakah kamu setuju?"
Qhansa diam dan kembali merenungi penawaran dari Zey.
"Sepertinya, aku akan banyak memperoleh keuntungan jika aku menuruti permintaannya. Dan lagi aku juga bisa memanfaatkannya untuk mengelabui Daddy dan Mommy yang ngotot ingin menjodohkanku." Pikirnya dalam hati.
"Bagaimama Qhansa? Jangan membuatku menunggu terlalu lama." Desak Zey.
"Mmmmm, baiklah. Gue setuju dengan penawaran pertama. Tetapi gue juga punya syarat yang Lo harus ikut." Sergah Qhansa.
"Apa itu?" Tanya Zey penasaran.
"Lo juga harus berpura-pura jadi pacar gue, bisa dibilang juga sebagai calon suami gue. Bagaimana? Apa Lo setuju?"
"What? Hahahaha, berarti lo juga korban yang akan dijodohin oleh orang tua lo?" Tanya Zey lagi.
"Ya, gitu deh!" Jawab Qhansa sambil mencebikkan bibirnya.
Zey mengulurkan tangannya dihadapan Qhansa.
"Dalam rangka apa nih lo mau nyalam gue?" Tanyanya, namun ia tetap menerima uluran tangan Zey.
"Selamat, nasib kita sama!" Seru Zey sambil menggenggam tangan Qhansa dengan erat. Lalu ia segera melepasnya karena ia yang dilanda kegugupan. Sementara Qhansa merasakan sedikit kehangatan saat Zey menggenggam tangannya.
"We are friend, now?" Tawar Zey lagi.
"Of course, we are friend, now!" Jawab Qhansa lalu mengulurkan tangannya yang juga langsung kembali disambut oleh Zey.
"Oh ya Qhansa, kalau gue boleh tau, kok lo bisa dijodohin oleh ortu lo? Memangnya lo sudah buat kesalahan kah?"
"Nggak tau tuh, kenapa Daddy ngotot banget mau jodohin gue dengan anak seorang sahabatnya. Padahal gue baru saja lulus kuliah."
"Apa jangan-jangan lo sudah memiliki kekasih, terus bokap lo tidak setuju dengan kekasih lo itu?" Zey mulai berspekulasi sendiri.
"Ya kagaklah! Dari zaman gue masih orok sampai gue lulus kuliah saat ini. Gue nggak pernah dekat dengan pria manapun juga. Alias gue nggak pernah pacaran!"
"What?! Hahahaha, kasihan banget nasib lo!" Ejek Zey.
"Apaan sih!" Kesal Qhansa.
"Gue nggak bisa ngebayangin bagaimana cara lo menjalani hari-hari yang kelam itu!" Ejek Zey lagi.
"Lho, memangnya single itu hal yang salah? Tidak, bukan? Jadi ngapain gue harus malu? Lagian gue juga punya banyak teman kok!" Serunya membela diri.
"Atau jangan-jangan ortu lo ngotot menjodohkan lo, mungkin mereka takut, jika anak mereka akan jatuh ke jalan yang salah." Ucap Zey.
"Jatuh ke jalan yang salah? Maksud lo?" Tanya Qhansa bingung.
"Hehehehe, kan bisa saja lo itu seorang penganut kaum sejenis. Penyuka jeruk makan jeruk." Tukasnya penuh selidik.
"Hei! Jangan gila lo ya, ngatain gue penyuka sejenis. Gue timpuk juga lo! Gue masih normal! Enak saja!" Kesalnya lagi.
"Ya sorry, gue cuma mau mastiin saja Qhansa. Kan nggak lucu jika calon istri gue ternyata seorang penganut kaum sejenis." Ujarnya sambil cengengesan.
"Terus, lo kok bisa dijodohin sama ortu, lo?" Qhansa balik bertanya kepada Zey.
"Ceritanya panjang." Jawab Zey, ngasal.
"Ya cerita dong! Kan gue udah cerita tentang gue, kan nggak lucu jika lo nggak jujur juga!" Zey terlihat berpikir.
"Apakah gue harus jujur, tentang gue selama ini? Tetapi bagaimana jika Qhansa, jijik sama gue setelah gue jujur? Ah, bodoh amat! Lebih baik gue jujur dari mulut gue sendiri dari pada ia mendengarnya dari orang lain." Ia lalu bertekad untuk jujur kepada Qhansa.
"Baiklah, gue akan jujur khusus kepada lo, seorang." Ujar Zey sambil tersenyum.
"Ih, gombal!" Seru Qhansa.
"Ya udah, buruan lo ceritanya!" Serunya lagi.
"Selama ini, gue suka gonta-ganti perempuan. Bagi gue perempuan itu hanya sebatas bahan mainan semata. Ya bisa dikatakan gue ini seorang petualang cinta."
"Petualang cinta apa fakboy?" Potong Qhansa.
"Lebih tepatnya seorang playboy!"
"Ih, parah!" Sergah Qhansa.
"Jangan-jangan lo pernah meniduri wanita, ya?" Tanya Qhansa.
"Enak aja! Gini-gini gue masih tau adat lah! Tapi jika sekedar melihat wanita telanjang dengan berbagai jenis dan bentuk. Tentu, gue sudah pernah melihatnya." Terang Zey lagi.
Sontak Qhansa menyilangkan tangannya di dadanya. Mendengar omongan Zey yang pernah melihat wanita telanjang.
"Ngapain tangan lo kayak gitu?" Tanya Zey.
"Gue takut saja suatu saat lo ngintip gue, saat telanjang!" Polosnya.
"Hahaha, ya nggak mungkinlah Sa, lo mah wanita terhormat. Berbeda dengan perempuan-perempuan itu." Jawab Zey jujur.
"Asalah, iya!" Tutur Qhansa. Lalu melepas tangannya dari dadanya.
Ia sepertinya mulai percaya dengan Zey.
"Oh ya Sa, bagaimana jika kita makan bareng yuk? Hari sudah mulai malam nih." Tukas Zey.
"Zey, bagaimana jika kita makan disini saja?" Ujarnya takut.
"Lho, kenapa?" Zey dapat menangkap ketakutan di wajah Qhansa.
"Gue takut, sama orang-orang tadi!"
"Orang-orang yang mana?"
"Itu, orang-orang yang hendak membawa gue ke kantor polisi!" Ujarnya takut.
"Maksud lo, para bawahan gue?" Qhansa mengangguk pelan.
"Ya ampun Qhansa, saat ini lo sedang bersama pemilik resort! Nama gue Zey! Zey Junior Brett! Jadi lo pasti akan aman!"