BAB. 2 Bagaikan bidadari
Qhansa dan Alin sedang menikmati liburan di Bali. Keduanya merayakan kelulusannya yang sudah menyelesaikan gelar sarjana.
Mereka berdua nekat datang ke Bali disaat kedua orang tuanya sedang berada di luar negeri.
Sebenarnya Alin awalnya tidak setuju dengan rencana Qhansa. Namun karena rengekan sahabatnya itu. Akhirnya ia luluh juga.
Keduanya pun berangkat ke Bali dengan modal pas-pasan.
Sehari sebelum ke Bali,
"Alin, please.., bantu gue kali ini saja.., gue nggak mau dijodohin sama pria yang sama sekali gue nggak kenal Lin..,"
"Duh.., Sa.., bagaimana ya? gue takut dimarahin sama mami. Lo tau kan tante Qeiza dan mamiku bersahabat?" Alin adalah anak dari Lini sahabat mommy Qeiza, ibunda Qhansa. Ternyata persahabatan Lini dan Qeiza dilanjutkan oleh kedua anak mereka.
"Lin, apa Lo tega ngelihat gue menikah dengan pria yang tidak gue cintai? seumur hidup, gue nggak pernah merasakan yang namanya jatuh cinta, apakah salah jika gue masih mengharapkan cinta sejati dari seorang pria?" hati Alin menjadi terenyuh mendengar perkataan Qhansa.
"Jujur.., gue nggak tau jalan pikiran daddy yang ingin menjodohkanku dengan anak dari rekan bisnisnya. Padahal gue baru saja lulus kuliah, gue masih ingin mengejar mimpi-mimpiku!" isakan Qhansa kembali menyayat hati Alin.
"Sudah Sa.., lo jangan menangis lagi.., gue akan menemanimu ke Bali," ujar Alin kepada sahabatnya.
"Lo serius Lin?" Alin mengangguk yakin.
"Thanks ya Lin.., lo memang sahabat gue yang paling the best!" keduanya pun saling berpelukan.
Setelah berbicara dari hati ke hati dengan Ewan, Zey pun memutuskan untuk menyewa seorang wanita sebagai calon istri pura-puranya.
"Tetapi siapakah orangnya?" gumamnya dalam hati.
Ia pun memilih berjalan-jalan mengelilingi resort miliknya untuk menyegarkan pikirannya yang tengah kusut bagaikan benang kusut.
Namun tiba-tiba dari kejauhan ia mendengar keributan di lobi, ia segera menghampiri tempat itu dan melihat jika sekretarisnya bernama Ririn tengah berdebat dengan seorang gadis cantik, yang tinggi semampai rambutnya panjang dan berkulit putih.
Zey memuji kecantikan wanita itu,
"Hei.., apakah ia seorang bidadari? kenapa ia sangat menawan?" ada getaran-getaran aneh yang ia rasakan saat ini. Jantungnya tiba-tiba berdegup kencang hanya dengan memandang wajah gadis itu dari kejauhan.
"Hei.., ada apa denganku? kenapa jantungku berdetak lebih kencang dari biasanya?" karena rasa penasaran ia terus mendekati lobi resortnya.
Perdebatan antara gadis itu dan Sang sekretaris juga beberapa resepsionis terus berlanjut. Zey melihat ada dua orang sekuriti yang ingin mengamankan gadis itu.
Ia tidak rela jika kedua sekuriti itu menyentuh kulit Sang Gadis, ia lalu berlari-lari kecil agar lebih cepat sampai.
"Ada apa ini kok ribut-ribut?" ujarnya kepada bawahannya.
"Selamat Siang tuan Zey, nona ini tidak sanggup membayar biaya resort selama 2 hari ia menginap. Dari tadi ia berkelit jika semua kartunya telah di blokir. Tadi nona ini membawa seorang teman wanita. Tetapi teman wanitanya sudah pergi tanpa permisi dan meninggalkannya sendiri disini." Sang sekretaris mencoba menjelaskan duduk perkaranya kepada Zey.
"Hei.., mbak! teman gue bukanya kabur, tetapi dia sedang mencari bantuan!" Qhansa tidak mau kalah ia juga mengatakan yang sebenarnya.
"Tapi nona sudah lebih satu jam teman anda meninggalkan resort ini tetapi ia belum kembali juga!" ketusnya.
Qhansa terdiam dan tidak dapat menjawab apa yang dikatakan sekretaris Ririn.
"Waduh.., Alin kemana sih, kok nggak kembali-kembali juga?" gumamnya mulai gelisah.
"Sudah-sudah, Ririn.., bawa nona ini ke ruangan saya! pak sekuriti tolong anda berdua kembali ke pos jaga."
"Siap tuan muda!" seru kedua sekuriti itu.
Zey melewati Qhansa menuju ke dalam kantornya tanpa menoleh ke arahnya sedikit pun. Ia sedang menetralisir degupan jantungnya yang berdetak sangat kencang.
"Pria ini siapa? kenapa semua orang mengikuti perintahnya?" gumamnya lagi dalam hatinya.
Dengan rasa penasaran Qhansa pun mengikuti langkah sekretaris Ririn menuju kantor pribadi Zey.
Ririn mengetuk pintu, ada sahutan "masuk" dari Zey.
"Silakan masuk nona.., semoga saat keluar dari ruangan tuan Zey, tubuh anda masih utuh!" ketusnya. Lalu mempersilahkan Qhansa untuk masuk. Sementara ia sendiri berlalu dengan cepat dari situ.
"Apa sih maksud perkataannya? memangnya pria itu monster pemakan tubuh manusia?" gumamnya dalam hati.
Dengan sedikit keraguan, Qhansa masuk ke dalam ruang kerja Zey.
Ia merasakan hawa dingin melingkupi tubuhnya saat ini.
"Duh.., aku kok menjadi merinding, AC di ruangan ini kok dingin banget." Ia kembali berkata di dalam hatinya.
"Permisi tuan.., sa..saya sudah datang..," ujarnya takut. Karena saat ini tidak ada seorang pun di ruangan ini. Hanya saja kursi kebesaran Zey membelakangi meja dan Qhansa yakin pria tadi sedang duduk di kursi tersebut.
"Ta..dah..," Zey yang memakai topeng badut yang menyeramkan membalikkan kursinya secara tiba-tiba. Niatnya ingin mengejutkan Qhansa sama seperti yang ia lakukan selama ini kepada para wanitanya. Ia sengaja memakai topeng badut, yang akan membuat para wanita itu kaget dan langsung memeluknya dengan erat.
Namun kali ini ia mendapat respon yang berbeda. Qhansa sama sekali tidak takut. Malahan ia berkata, "halo bapak, are you okay?" ujarnya polos.
Zey seketika geram karena Qhansa memanggilnya dengan sebutan "bapak" ia lalu membuka topengnya.
"Cih.., memangnya tampang saya kayak bapak-bapak kah?" kesalnya.
"Maaf, om..," ujarnya lagi.
"Om? memangnya tampang saya seperti om-om?" Zey semakin sewot.
"Maaf deh grand pa..," Qhansa jadi kesal karena menurutnya pria di depannya ini banyak maunya.
"Wah.., semakin parah! memangnya saya kayak kakek-kakek?" Zey sudah benar-benar kedal saat ini.
"I..iya, memang wajah anda mirip kakek-kakek. Kakek Sugiono!" setelah berkata begitu, Qhansa sontak tertawa terbahak-bahak. Ia merasa sangat lucu melihat ekspresi wajah Zey saat sedang marah.
Namun tatapan tajam mata Zey menghentikan tawanya.
"Ma..maaf tuan, saya hanya bercanda." Lirihnya lembut sambil menampilkan senyum terbaiknya.
Zey seketika gugup namun ia mencoba mengendalikan dirinya.
"Nama saya Zey! just call me Zey not others!"
"Ba..baik Zey," Qhansa masih takut karena tatapan mata Zey bagai burung elang yang sedang kelaparan.
"Duduklah!" Qhansa duduk tepat di hadapan Zey. Ia lalu menyodorkan print out total biaya Qhansa selama dua hari menginap di resortnya.
"Baca dan cermati!" ketus Zey sambil tersenyum sinis.
"Apa?!" mata Qhansa tiba-tiba terbelalak melihat total pengeluarannya selama dua hari menginap di resort ini mencapai angka 1,5 milyar.
"Hei.., tuan, saya hanya dua hari menginap di resort ini bukannya dua Minggu. Masa harganya semahal itu?"
"Call me Zey!" tegasnya.
"Zey! Lo jangan coba-coba membohongi saya! pengeluaran ini tidak masuk akal!" Zey kembali menyodorkan tarif harga resort beserta fasilitasnya. Mata Qhansa semakin terbelalak.
"Anda memakai tarif termahal nona!" Zey tersenyum sinis, ia merasakan kemenangannya.
"Duh.., bagaimana cara gue membayarnya?"