FOUR
Pagi ini, seperti biasa Clara berangkat ke kampus dengan Percy, sejak tadi Clara merasa ada yang aneh dengan kakaknya, dan dia memberanikan diri untuk bertanya.
"Ekhm.." dehem Clara mengusir keheningan. "Bang, Per. Are you ok?" tanya Clara menatap lekat Percy dari samping.
"I'm ok. Abang cuma kurang tidur aja kok," jawab Percy sambil tersenyum tipis.
"Enggak usah bohong Bang, sama Ara. Ada apa? Cerita dong," desak Clara.
"Tapi, kamu jangan bilang mom sama dad, ya," mohon Percy.
"Iya, iya. Cepet jujur!" titah Clara.
"Kamu tau kan, ehm ... Semalem Abang keluar rumah?" tanya Percy.
"Iya, inget. Kan Abang bilang mau ke rumah kak Gio, kan? Terus masalahnya dimana?" tanya Clara.
"Sebenernya, sih. Abang enggak ke rumah Gio," jawab Percy santai.
"Ha?! Gimana makasudnya? Terus Abang pergi kemana?" tanya Clara bingung.
"Semalem, sekertaris Abang telepon. Ada yang berbuat curang di perusahaan Abang," jelas Percy.
"Terus, Bang?" tanya Clara penasaran.
"Iya, Abang ngalamin kerugian, dan ternyata pelakunya itu si manager keuangan," lanjut Percy.
"Loh, bukannya dia sahabat daddy Bang? Jahat banget si," prihatin Clara.
"Iya, dia udah di amanin pihak kepolisian, dan jangan sampe daddy tau ya, Ra," jelas Percy.
"Iya, Bang. Terus perusahaan Abang gimana?" tanya Clara.
"Abang mau ngajuin kerja sama," jawab Percy.
"Ke Perusahaan mana?" tanya Clara lagi.
"Perusahaan nya Alro, Arl'de Company," jawab Percy.
"Kenapa enggak ke perusahaan dad atau vism?" saran Clara.
"Enggak menantang," jawab Percy di sertai kekehan.
"Kenapa, enggak ngajuin kerja sama ke C.G Company, Bang?" tanya Clara.
"Itu perusahaan besar, Dek. Sulit pasti," lesu Percy.
"Coba dulu aja, Bang. CEO nya terkenal baik, kok," ujar Clara. "Cantik lagi," lanjut batin Clara.
"Abang coba, ya," Clara pun menganggukan kepalanya. "Good Luck!" seru Clara sambil mengangkat kedua tangannya dengan jari-jari tangan yang terkepal.
"Thanks you, Princess," kata Percy sambil mengacak rambut Clara.
"ABANG!!" marah Clara, lalu mencebikkan bibirnya.
Mobil Percy berlanjut membelah jalanan menuju kampus, dengan Clara yang sibuk membaca berkas di ponsel dengan bibirnya yang masih saja mencebik, dan Percy yang sibuk menertawakan ekspresi adiknya itu.
- - -
Sesampainya di kampus, Clara turun lebih dulu dari mobil Percy, sedikit berlari menuju kelas. Sesampainya di kelas, hanya tersisa satu kursi yang tersedia. Clara segera berjalan dan mendaratkan bokongnya di kursi tersebut.
"Hai. Kenalin, aku Emily," sapa seseorang di sebelah kiri Clara sambil mengulurkan tangannya.
"Eh-hai, aku Clara," ujar Clara sambil membalas uluran tangan Emily.
"Oh, iya. Kenalin temen aku," ucap Emily seraya mencolek punggung pria di depannya. "Eh! Ogeb! Kenalin nih, kaum kita," lanjut Emily.
Kedua teman pria Emily pun menoleh dan menatap ke arah Emily dan Clara. "Oh, kamu kaum beasiswa juga, ya?" tanya pria berkemeja biru yang tidak dikancing.
"Kok pada tau aku anak beasiswa? Kan, aku belom bilang," bingung Clara.
"Penampilan kamu," kata pria berkemeja merah motif kotak-kotak.
Clara hanya ber'oh'ria. "Aku Gerry," kata pria dengan kemeja biru sambil mengulurkan tangannya.
"Clara," kata Clara sambil membalas uluran tangan Gerry.
"Aku, Harry," kata pria dengan kemeja merah dengan mengulurkan tangannya.
"Clara," kata Clara sambil membalas uluran tangan Harry.
Setelahnya percakapan mereka hanya diisi dengan celotehan Harry dan juga Emily. Clara dan Gerry hanya jadi penonton dan penyumbang tawa saja disana.
Setelah mata kuliah selesai, mereka ber empat memutuskan untuk beranjak ke kantin sambil menunggu jadwal mata kuliah mereka.
Selama perjalanan menuju kantin, terus saja terjadi perdebatan antara Harry dan Emily yang berawal karena Harry mengatakan bahwa Emily memiliki tubuh yang tidak tinggi.
"Makanya, waktu kecil minum susu, ini malah minum air beras. Gak tumbuh kan lo," kata Harry yang membuat bibir Clara berkedut menahan tawanya, sementara muka Emily sudah merah marah, dan Gerry sudah terkekeh.
"Sembarangan, mulut lo. Tuh, liat kulit lo gegara keseringan nyangkul, dekil kek lekukan ketek gajah," kata Emily tak mau kalah. Clara dan Gerry tak dapat lagi membendung tawanya, sementara bibir Harry sudah mengerucut.
"Udah, deh. Gak selesai-selesai kalo kalian berantem terus, kuy lah jalannya buruan, entar lanjut lagi ributnya," kata Gerry menengahi Harry dan Emily.
- - -
Sesampainya di kantin, mereka berempat langsung duduk di meja kosong yang berada di tengah kantin. Gerry menawarkan diri untuk memesan makanan. Tak lama, makanan mereka pun datang dengan nampan di tangan Gerry.
Saat sedang asik bersenda gurau, tiba-tiba saja Gerry, Harry, dan Emily menjadi bungkam. "Hai, boleh gabung?" tanya seseorang yang membuat Clara mengangkat kepalanya.
"Boleh, kok. Duduk aja," jawab Clara.
Melihat situasi yang tiba-tiba canggung, akhirnya Percy membuka suaranya. "Santai aja, enggak perlu tegang, kita enggak gigit kok," kata Percy menatap dua pria yang duduk di antara Gio dan Alro.
Gerry dan Harry menanggapi ucapan Percy dengan anggukan kepala dan senyum canggung.
"Garry sama Harry kenapa? Kok tegang?" tanya Clara.
"Gimana enggak tegang, Ra. Orang kita duduk satu meja sama most wanted," bisik Emily disamping kiri Clara.
"Tegang, banget. Bro, pada mau pesen apa lo pada?" tanya Gio memecah suasana.
"Gue bakso sama es teh," pesan Percy.
"Gue samain aja," pesan Alro.
"Oke, bos ku," tanggap Gio lalu beranjak meninggalkan meja tersebut.
Setelah kepergian Gio yang duduk di samping Harry, pria itu langsung menghela nafas panjangnya, hal itu menarik perhatian Gerry, Alro, Percy, Emily, dan Clara.
"Kenapa, lo cong?" tanya Emily.
"Cang, cong, cang, cong belom aja mulut lo gue pancong," kesal Harry yang mengundang kekehan.
"Lagi, giliran ada Gio muka lo kek orang nahan berak, gini nih," ledek Emily sambil menirukan ekspresi Harry. Hal itu sukses mengundang tawa mereka semua, kecuali Alro.
"Cantik. Tawa lo cantik, Ra," batin Alro yang hanya fokus menatap lekat wajah Clara yang sedang tertawa.
"Eh! Ngapain lo, liatin Clara sampe segitunya," kata Percy sambil menepuk tangan Alro. Hal itu sukses membuyarkan lamunan Alro.
Semua mata tertuju pada Alro dan Clara. Dan tawa Percy pecah karena melihat Alro blushing. "GIO, ES KUTUB BLUSHING," teriak Percy yang mengundang peehatian penghuni kantin.
"Apaan si, Per." Kesal Alro dan langsung menoyor kepala Percy untuk menghilangkan kegugupannya, sekaligus meluapkan kekesalannya.
Lain halnya dengan Alro, Clara justru memilih fokus pada ponselnya untuk memeriksa email yang dikirim Gisel maupun Angel -sekertaris Clara di Clary- dan sesekali mentransfer biaya perawatan mobil-mobilnya pada tangan kanannya, Robert dkk yang tersebar di beberapa negara.
"Eh, Gerry salut. Kenapa Clara sama Alro yang di godain, muka lo yang merah?" ledek Harry sambil menyikut lengan Gerry.
Tak ingin lebih kesal karena celotehan Harry. "Taman belakang lebih menenangkan, mungkin? Mana tau hati gue hanya keliru," batin Gerry. "Gue duluan ya," pamit Gerry.
Melihat hal itu Harry dan Emily hanya mengangkat bahunya acuh. Sementara Alro memandang tak suka. Clara dengan kebingungan, dan Percy terkekeh geli.
"Saingan lo, Ro. Banyak yang suka sama Clara," ledek Percy pada Alro sambil mengacak poni Clara. Yang hanya di balas dengan dengusan oleh Alro.
"Bang Per-" ucap Clara terpotong karena menyadari kebodohannya. Clara langsung mengedarkan pandangannya, dan semua menatap Clara dengan raut bertanya.
"Eh, anu. Kalo di mansion, aku di suruh panggil tuan Percy 'Abang' sama nyonya Viona, sama kaya adiknya tuan Percy," jelas Clara.
"Iya, soalnya udah kaya keluarga," jelas Percy.
Mendengar penuturan Clara dan Percy, Harry dan Emily hanya ber'oh'ria, sementara Alro merasa ada yang di sembunyikan.
"Aneh," batin Alro.
- - -