FIVE
Hari ini menjadi hari kesialan untuk Clara. Bagaimana tidak? Gara-gara mengurus dua perusahaan miliknya sampai larut setelah pulang kuliah, Clara bangun terlambat hari ini. Tidak ada siapapun di mansionnya, Percy semalam memilih pulang ke Apartemen miliknya, sementara Viona dan Aldrich sedang mengurus Alexander Company yang ada di Dubai.
Clara mengendarai mobilnya dengan kecepatan penuh menuju Vism University, selama perjalanan entah berapa banyak umpatan yang dilayangkan untuk Clara dari pengendara lain.
Kalau kalian berpikir kenapa Clara panik padahal dia yang punya kampus, jawabannya adalah karena yang orang lain tahu, Clara adalah anak beasiswa.
Setelah memarkirkan mobilnya di parkiran khusus miliknya, Clara berlari menuju kelasnya. Clara menjadi pusat perhatian karena berlari tanpa memperhatikan beberapa orang yang tidak sengaja dia senggol di lorong kampus.
"Duh, jadi anak beasiswa kok enggak tau diri, sih,"
"Sejarah, anak beasiswa telat,"
"Upik abu, enggak tau di untung,"
Ya, begitulah beberapa kata yang terlontar dari mulut mahasiswa yang berada di sepanjang lorong menuju kelas yang dilalui Clara. Clara memilih untuk melanjutkan jalannya dan menulikan pendengarannya.
Sesampainya di depan kelas, Clara mencoba mengatur nafasnya. Dengan nafas yang tersengal-sengal, Clara mengetuk pintu kelasnya. Tak lama, dosen yang sangat Clara kenali keluar dari balik pintu.
Clara melihat dosen itu sedikit gugup, "Aduh, anak beasiswa yang satu ini. Kamu tuh kuliah di sini gratis, bisa-bisanya kamu terlambat," dengan suara yang cukup keras, dosen itu memulai aktingnya. Clara dapat melihat dengan jelas ketegangan dari wajah dosen tersebut.
"Maaf, Pak. Saya tadi terjebak macet," Clara berpura-pura memasang wajah menyesal dan menundukkan kepalanya.
"Ekhm ... Baiklah, mana tugas kamu? Sini, kumpulkan. Tapi kamu enggak boleh ikut kelas saya," Daniel —anak buah Sammy— berusaha menyembunyikan kegugupannya.
"Ba-baik, ini Pak," Clara menyerahkan tugasnya kepada Daniel, dan melangkah maju mendekati Daniel.
Clara sedikit berjinjit, mendekatkan mulutnya dengan telinga Daniel. "Kamu ngerjain saya. Liat, gara-gara kamu saya keringetan. Tapi engak apa-apa, akting kamu bagus," lalu Clara memutar badannya dan berjalan meninggalkan Daniel yang masih terpaku di depan pintu kelas.
Seperginya Clara dari hadapan Daniel, Daniel hanya melihat punggung Clara yang mulai menjauh dan tugas kliping Clara yang ada di tangannya bergantian. "Huft, Selamat ... Untung jiwa singa liar Miss enggak keluar," gumam Daniel sambil menghembuskan nafas lega. Lalu kembali masuk ke kelas dan melanjutkan tugasnya.
Baru jalan beberapa langkah, getaran ponsel miliknya mengintrupsi kakinya untuk lanjut melangkah. Tertera notifikasi pesan masuk dan langsung membukanya.
Massage
Miss Clara
Ingatkan saya untuk sedikit memberimu hukuman!
Daniel
Salah saya apa Miss? Karena buat Miss berlari?
Miss Clara
Bukan.
Tapi, karena kamu mengatakan bahwa saya 'singa liar'
"Mati, kau Daniel. Ingatkan Daniel, Miss Clara pendengarannya lebih tajam dari silet," batin Daniel.
- - -
Disisi lain, Clara lebih memilih pergi ke kantin karena cacing perutnya mulai meronta-ronta, Clara belum memberikan mereka asupan sejak kemarin sore.
Clara memesan nasi goreng dan juga teh hangat. Setelah pesanannya itu siap, Clara berjalan menuju meja kosong yang berada di pojok dengan nampan cokelat di tangannya.
Saat sedang menikmati makanannya, tiba-tiba saja ponsel Clara berdering. Disana tertera kontak ponsel 'Sfrada Kadavra' Clara menghembuskan nafas nya kasar.
"Huft ... Diintrogasi nih gue pasti, dasar cerewet," batin Clara. Lalu menggeser lambang telepon berwarna hijau seraya berhitung "satu ... Dua ... Tiga ..."
"Astaga, my honey. Kemana aja lo, berani-beraninya lo ninggalin gue di kelab sendirian, untung aja gue di jagain bodyguard lo, coba kalo enggak, pasti udah hamil anak om-om pejabat gue. Lagian lo juga kurang ajar ya, gue sahabat lo, balik ke Indo enggak bilang ke gue, dasar LAKNAT. Lo kira gue sahabatan sama maid lo apa, sampe mereka yang kasih kabar ke gue, denger ya Cla—" protes Franda terpotong.
"Eh model gila, dengerin gue ya. Pertama, gue enggak ninggalin lo di kelab sendirian, gue suruh bodyguard gue jagain lo. Kedua, gue balik ke Indo karena di suruh sama daddy, dan itu. MENDADAK. Ketiga, gue buru-buru ya gue kasih tau ke maid lah, gila aja di pesawat gue harus ngehubungin lo, yang ada gue enggak bisa istirahat tiga hari empat malam gara-gara protesan lo itu," sarkas Clara.
"I don't, care. Liat aja besok, gue ke mansion lo, gue acak-acak mansion pribadi lo itu. Gue coret mobil-mobil mahal lo itu, liat aja lo ya," ancam Franda yang di tanggapi kekehan oleh Clara.
"Kenapa lo ketawa, eh anak anoa!" kesal Franda.
"Eh, model lola. Asal lo inget, masuk mansion gue pake pemindai wajah, dan wajah lo cuma berlaku di jerman, enggak di sini," kata Clara di sertai tawanya.
"Fuc—" ucap Franda terpotong. Clara memutus telepon sepihak karena Arlo tiba-tiba duduk di depannya.
Clara langsung memasukkan ponselnya ke dalam tas. "Handphone itu keluaran terbatas, dan harganya ratusan juta. What the hell," batin Alro yang sejak tadi memperhatikan gerak-gerik Clara.
"E-eh, ada apa ya kak?" tanya Clara membuyarkan lamunan Alro.
"Lo, cantik. Kalo ketawa," puji Alro sambil mengacak poni Clara. Seketika, Alro tersadar atas apa yang ia katakan dan apa yang ia lakukan pada Clara barusan.
Alro menjauhkan tangannya dari poni Clara. "Sorry, kebawa suasana," kata Alro dengan nada dinginnya, lalu membuang pandangannya ke arah lain.
Clara berusaha menetralkan kembali wajahnya yang memanas dan degub jantung yang sedang berdugem ria itu.
Clara berdehem. " Enggak apa-apa, kok. Kak," kata Clara lalu lanjut memakan nasi goreng nya yang sempat terlantar akbiat ulah Franda.
Alro memperhatikan Clara yang sedang menyantap makanannya. Mata Alro terarah pada rambut Clara yang hampir saja mengenai nasi goreng. Buru-buru Alro membawa rambut Clara yang akan jatuh itu ke belakang telinga.
"Hampir kena nasi, rambut lo," jelas Alro dingin, padahal dalam hatinya ia bersorak ria karena bisa membelai rambut halus Clara itu.
Clara menganggukkan kepalanya. "Makasih kak," ujar Clara tulus seraya tersenyum manis kepada Alro.
Alro yang melihat senyum manis Clara itu, hanya bisa mengadu dalam hatinya. "Ngapain pake senyum si, Ra. Ya tuhan, muka Alro panas. Papi, perut Alro ada kupu-kupu nya nih," Alro tersadar dari aduannya itu, dan membalas ucapan Clara dengan menganggukan kepalanya. "Sama-sama," ujar Alro singkat.
Mendengar penuturan Alro, Clara berinisiatif untuk mencepol rambutnya, hal itu membuat leher jenjang, mulus, dan putih bersih miliknya terlihat. Alro yang melihat hal itu berusaha menelan saliva nya susah payah.
"Anjrit, enggak yakin gue dia anak maid si Percy dugong. Astaga, lehernya itu. Aduh, pengen cium. Percaya gue, kalo dewi yunani beneran ada. Astaga Clara, gemes gue sama lo," batin Alro.
Clara yang melihat Alro hanya diam menatapnya pun memberanikan diri menlambaikan tangannya di depan wajah Alro. "Hai ... Kak, Ro. Kak," kata Clara berulang kali.
Akhirnya Alro tersadar dari pikiran liarnya itu. "A-ah, iya. Kenapa?" tanya Alro gugup.
"Enggak apa-apa, kok. Cuma tadi kakak bengong aja," jawab Clara.
"O-oh, yaudah. Gue duluan, ya," pamit Alro lalu beranjak meninggalkan Clara. "Malu. Malu. Malu," batin Alro merutuki kebodohannya.
Sementara Clara hanya mengangkat kedua bahunya acuh. "Aneh," gumam Clara.