Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 10 Mayat yang Cantik

Bab 10 Mayat yang Cantik

Ssssrrrreeekkkk

Aku menoleh ke sumber suara, secepat kilat aku berlari keluar ruanganku.

“Aahhhh!!” rintih Karen yang tanpa sengaja tertabrak oleh tubuhku. Aku menatapnya geram, dan berlalu mengabaikannya.

“Sialan!! Lolos lagi!!!” kesalku. Sudah dua kali aku gagal menangkap pelaku peneroran di rumahku. Aku pastikan yang ketiga kali nanti aku tak akan gagal lagi.

Aku memutuskan untuk berbalik kembali ke ruangan kerjaku. Aku sedikit terkejut saat mendapati Karen tengah berdiri seraya mengusap lengan kanannya yang terbentur dinding.

“Kau tak apa?” tanyaku sedikit melunak.

“Tuhan menciptakan dua mata gunanya untuk melihat.” Karen berlalu dari hadapanku.

Aku kembali duduk di meja kerjaku. “Sekarang langkah apa yang harus ku ambil? Kukira hidup sebagai seorang Nekropsi sangatlah mudah, ternyata semua di luar dugaanku. Kehidupanku semakin tak karuan semakin tak jelas arah tujuannya,” keluhku seraya membayangkan kehidupanku yang telah terlewat.

Aku memutuskan untuk turun ke lantai bawah tanahku, di mana di sana tergeletak mayat yang aneh. Aku menutup pintu ruang kerjaku dan menguncinya dari dalam. Sebelumnya aku menempelkan memo di depan pintu ruanganku, yang bertuliskan “Jangan cari, jangan coba-coba menerobos masuk. Atau keuntungan ke empat adalah tubuhmu!” ancamku. Ku yakin ia akan menimbang sejuta kali untuk masuk ke dalam ruang kerjaku.

Setelah memastikan semua ruangan telah terkunci rapat, aku berjalan menuju rak buku yang berada di sisi kanan ruanganku. Aku menarik buku yang menjadi kunci dari pintu ruang bawah tanah. Begitu aku sampai pada anak tangga terakhir. Indera penciumanku langsung di sambut oleh aroma tak sedap yang keluar dari tubuhnya.

Aku menahan napas sejenak, seraya mencari-cari di mana aku menyimpan bahan kimia untuk penawar aroma tak sedap ini. Saat aku hendak membuka almari tempat aku menyimpan berbagai keperluan pekerjaanku aku menemukan sebuah surat dengan amplop yang berwarna sangat kusam dan sudah hampir habis di makan rayap. Sebelum membacanya aku menyimpan surat itu pada saku pakaian kerjaku.

Setelah menghilangkan aroma tak sedap yang keluar dari tubuhnya. Aku mulai melakukan pengamatan sekali lagi. Aku meneliti setiap inchi dari tubuhnya. Seraya mengingat-ingat petunjuk yang diberikan Danish pada tempo hari.

“Pertama, pastikan aroma tak sedap itu menguap dari organ tubuh vital, seperti jantung, paru, hati, dan juga lambungnya,” aku mengikuti langkah demi langkah yang telah di berikan Danish.

“Tak ada yang aneh dengan organ organ dalam tubuhnya.” Mataku masih fokus menatap organ tubuh mayat ini.

“Jika kau tak menemukan sesuatu yang mencurigakan kau bisa melanjutkan ke langkah berikutnya,” ucap Danish santai dan tenang.

Aku beralih pada langkah kedua, aku memeriksa buku-buku tanganya. Sesuai dengan intrupsi yang diberikan Danish apa pun hasil penemuanku aku harus segera mencatatnya, agar jika nanti terjadi perubahan aku memiliki rekam jejak yang dapat aku gunakan untuk menentukan keputusanku.

Wajahnya begitu tampan namun memiliki kesan manis. Aku yakin jika ia memanjangkan rambutnya sedikit pasti ia akan terlihat lebih anggun dan manis. Namun sayang, ia memilih untuk memotong rambutnya hingga membentuk model potongan pria. Jika tak melihat alat kelaminnya siapa saja akan percaya jika dia adalah seorang pria. Begitu juga denganku. Aku tertipu oleh wajah tampannya.

“Apa gara-gara ini ia dibunuh?” pikirku seraya menatap tubuh yang tak dapat bergerak itu.

“Tapi jika di lihat-lihat, tak mungkin jika ia mati karena di bunuh. Nyatanya aku tak menemukan bekas luka sedikit pun dari tubuhnya. Atau ia di racun?” tanyaku entah pada siapa.

“Tapi tak ada tanda-tanda bahan kimia di dalam tubuhnya, jadi dia ini kenapa? Mengapa aku jadi berbicara sendiri begini? Sepertinya aku menjadi tak waras karena kehadirannya dan juga kehadiran Karen,” ucapku.

Aku melangkah menjauhi mayat ini. Melepaskan seluruh atribut kerjaku. Dan berjalan membuka pintu penghubung antara ruang bawah tanah dan juga ruangan kerjaku. Kurasa sudah cukup penelitianku pagi ini, aku sudah menemukan jawaban dari kecurigaanku selama ini.

Sepertinya Karen benar-benar takut atas ancamanku. Buktinya ia sama sekali tak berusaha mengetuk ruang kerjaku juga ia tak berusaha menerobos pintu kerjaku. Sepertinya aku sudah menemukan cara untuk dapat mengendalikan sifat gilanya.

Aku kembali menatap layar monitor komputerku, menekan huruf-huruf yang ada pada keyboard. Aku memfokuskan netra dan juga otakku pada jejeran huruf dan angka yang tersaji di hadapanku. “Komunitas Pecandu BR paling keji,” itulah tulisan yang selalu terpampang di setiap artikel yang aku temui.

Aku sendiri tak begitu mengetahui seberapa kejinya komunitas ini hingga selalu dijuluki sebagai komunitas pecandu BR paling keji. Aku masih mencari tahu kepanjangan dari BR sendiri. Dari semua artikel yang aku temukan, satu pun tak ada yang memberiku petunjuk secara gamblang. Semuanya memberi petujuk secara samar. Apa mereka tak tahu betapa rumitnya hidupku, sekarang aku harus memecahkan teka-teki kehidupannya pula?

Belum lagi masalah Medina dan Daniel, jujur aku merindukan kehadiran mereka. Namun bagaimana lagi, perpisahan ini sudah menjadi pilihan Medina. Jika boleh berkata jujur, aku tak mau berpisah dengannya.

Mengingat betapa sulitnya aku mempertahankan pernikahan ini, membuatku ingin menjemput Medina dan Daniel secara paksa. Namun aku juga tak bisa memaksa Medina untuk tetap bertahan dengan pria sepertiku. Level tertinggi dalam mencintai seseorang adalah melepaskannya bahagia dengan pilihannya, jadi aku akan melepaskannya bahagia dengan pilihannya.

“Huh!! Lebih baik aku keluar rumah sejenak untuk menyegarkan pikiranku,” ujarku seraya merapikan meja kerjaku. Aku berjalan menuju pintu ruang kerjaku.

Aku membuka pintu dan “Gubrakkkk....” aku terkejut saat mendapati Karen tengah terduduk menungguku di depan ruangan kerjaku.

“Apa yang kau lakukan?” pekikku terkejut.

“Aku?” tanyanya seraya menunjuk dirinya sendiri. Aku mengangguk menjawab pertanyaannya.

“Aku tengah menunggumu, ada beberapa hal yang ingin ku bicarakan denganmu. Tapi saat aku membaca ancamanmu itu aku memutuskan untuk menungumu di luar,” jelasnya polos.

“Apa kau serius tentang keuntungan keempatmu?” tanyanya seraya mengikuti langkahku.

“Gantilah pakaianmu,” perintahku yang pasti membuatnya bingung.

“Memang mau ke mana?” tanyanya tak mengerti. Sepertinya saat ini dia sedang memasang mode polos.

“Awww..” ringisnya saat kepalanya terantuk punggungku.

“Kau tahu? Punggungmu dengan dinding ini sama kerasnya. Jadi jangan suka berhenti mendadak. Ini akan menyiksaku.”

“Cepat ganti pakaianmu!” perintahku, bukannya menuruti ucapanku ia lebih memilih untuk duduk di depan televisi dan menonton sebuah drama yang aku sendiri tak tahu.

“Mungkin Medina yang berlangganan,” batinku. “Berhentilah memikirkan Medina Frank,” geramku dalam hati.

“Sebenarnya kau mau mengajakku ke mana? Aku tak bisa pergi jika kau tak menjelaskan lebih rinci,” ujarnya tanpa menatapku.

“Memangnya kenapa?”

“Kau itu seorang pria lajang, sudah pasti kau sudah merasa kesepian. Aku tak mau jika nantinya kau menjadikanku obat kesepianmu,” jelasnya seraya menatapku kesal.

“Dari tadi kau hanya membahas pria lajang, obat kesepian, kesempatan keempat. Kau tergoda olehku?” pancingku. Ia menoleh menatapku cepat.

“Tidak!! Kau jangan terlalu percaya diri. Itu tak bagus untuk kesehatanmu,” nasihatnya. Aku hanya diam dan mengamatinya.

“Jadi intinya kau mau ikut denganku atau tidak?” ulangku sekali lagi.

“Beri tahu aku terlebih dahulu kau akan mengajakku kemana?”

“Jika aku berencana untuk berbuat tidak-tidak padamu mengapa tak sejak tadi aku lakukan?” ucapku kesal. “Berhentilah berpikir yang tidak-tidak,” lanjutku mencoba meyakinkannya.

“Kalau begitu kau hendak mengajakku kemana?”

“Keluar mencari angin,” sahutku cuek.

“Kau sudah gila?” bentaknya tak percaya.

“Kenapa? Wabah? Tenang kita hanya duduk di mobil, aku bosan jika hanya berdiam diri di dalam rumah begini.”

“Sebagai warga negara yang baik, aku menolak tawaranmu guna....” ucapnya terputus

“Baiklah, aku titip rumah. Jangan berbuat yang aneh-aneh,” ingatku, ia hanya diam dan menatapku dengan tatapan yang tak dapat kuartikan.

Setelah aku siap dengan pakaian pelindung diri aku segera berjalan menuju mobilku yang terparkir tak jauh dari halaman rumahku. Tanah yang aku injak masih basah karena guyuran air hujan yang pergi bersama dengan wabah ini.

“Tunggu!!!” pekik Karen saat aku hendak membuka pintu mobilku.

Kira-kira apa ya yang akan di sampaikan Karen pada Frank?

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel