Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Chapter 7 : Vodka

Laura meraup wajahnya, menyandarkan diri pada pinggir kolam sembari mengedarkan mata ke arah Maxent. Pria tersebut sedang fokus pada ponselnya, bertengkar hebat bersama Avril.

"Hm— sepertinya, dia tidak akan sempat mengambilkan ku minum! Baiklah, akan ku ambil sendiri,"pikir Laura, ia keluar dari dasar kolam, meraih sehelai handuk yang tersusun rapi dan menyelimuti dadanya yang terekspos. Ia hanya mengenakan underwear.

Laura melirik ke arah Maxent sejenak, pria itu terlalu fokus, ia memijat keningnya kuat sembari bicara cukup sarkas. "Hm— terserah kau saja,"Laura mengulum bibir, mulai bergerak masuk ke dalam mansion untuk mencari sesuatu yang bisa menghilangkan dahaganya saat ini. Ia kehausan.

"Sebenarnya siapa yang bicara dengannya, dia mengabaikan ku! Ah sial, harusnya aku bisa bersenang-senang setelah apa yang terjadi di club tadi."Laura membatin, ia mengepal tangan cukup kuat melewati tiap interior mewah yang terpahat di dinding mansion. Sialan— entah berapa banyak Maxent menghabiskan uang nya untuk sebuah tempat super nyaman seperti ini.

Gadis itu menaiki elevator, menuju lantai bawah tanah seperti yang di lakukan Maxent tempo hari, ia cukup ingat dimana pria tersebut menyimpan ribuan minumannya. Ayolah, siapa bilang Laura ingin soft drink yang ada di freezer pria itu sekarang, mata birunya menangkap minuman incaran yang sangat mahal.

"Jika aku tidak bisa minum di club itu, berarti aku bisa minum di sini,"batin Laura sembari meraih salah satu botol minuman incaran nya, Russo-Baltique Vodka, harganya berkisar sekitar 1,3 juta dollar dan Maxent memiliki 27 botol lainnya. Tidak hanya itu, Laura meraih dua botol vodka yang memiliki kadar alkohol tinggi, ia ingin mabuk. Setidaknya membayar tuntas pesta yang gagal malam ini.

Laura menyusun botol tersebut di atas nakas, membuka salah satu vodka yang berhasil membuatnya berteriak kehausan

Laura menyusun botol tersebut di atas nakas, membuka salah satu vodka yang berhasil membuatnya berteriak kehausan. Ayolah, minuman mahal belakangan. Ia ingin menikmati itu bersama Maxent yang mungkin masih fokus bersama ponselnya.

"Hm— baunya sangat nikmat,"puji Laura sembari menghirup bibir botol minuman tersebut lantas menenggaknya cepat.

"Ahhh!"ia meletakkan botol ke atas nakas kembali, merasakan tenggorokan sekaligus dadanya panas seperti terbakar.

"Yuck!! Pahit,"keluhnya sembari melirik botol bening tersebut. Meneliti sesuatu yang ada di daftar kandungannya.

"Apa 70% alkohol?"pikir Laura, harusnya ia mencampurkan minuman itu dengan cocktail atau air agar kadar alkoholnya sedikit berkurang.

"Ah! Tidak masalah, perlahan rasanya cukup menyenangkan,"gumam Laura sembari menenggak lebih banyak dari sebelumnya.

"Laura apa yang kau lakukan!"mendadak suara Maxent terdengar lantang, ia menarik botol minuman tersebut dan meletakkannya di sisi lain.

"Maxent aku—"

"Tidak! Kau bisa mabuk berat dalam sekejap Laura,"potongnya sembari memerhatikan gadis itu mengusap bibirnya.

"Ayolah Maxent, sesekali biarkan aku bebas. Kenapa semua orang membatasi ku?"tanyanya parau sembari menarik botol lainnya.

"Laura tidak. Jika kau ingin yang mahal terserah, namun, harus dengan kadar alkohol rendah. Aku tidak ingin kau mabuk,"celetuk Maxent, ia mencoba merebut botol yang ada di tangan Laura, namun, gadis itu mundur dengan cepat.

"Ambil jika kau bisa!"Laura tersebut kecil, kembali menarik pembuka tutup botol untuk melepaskan pelindung vodka tersebut.

"Laura, kau bahkan bisa minum armand de brignac, tapi tidak—"Maxent menggantung kalimatnya saat Laura kembali menenggak minuman nya, lalu tersenyum menggoda.

"Aku tahu, minuman mahal itu milik daddy mu, aku pernah dengar dia bahkan memiliki pertemanan yang signifikan dengan founder armand de brignac, huh— kehidupan orang kaya memang menyenangkan,"celetuk Laura sarkas.

"Baiklah, terserah kau saja. Jika mabuk, jangan beringsut padaku!"celetuk Maxent sembari memutar tubuhnya dengan cepat dan melangkah keluar.

"Harusnya kau juga minum, kita harusnya bersenang-senang di peringatan halloween."

"Pakai pakaian mu, Laura!"balas Maxent sembari menahan napas, tanpa menoleh sedikitpun ke belakang.

"Pakaian ku basah, apa kau punya cadangan?"tanya Laura sembari menyentuh bahu Maxent membuat pria itu berhenti melangkah, lalu menoleh ke arahnya.

"Kau teman yang menyusahkan!"Maxent menelan ludah, ia melirik ke arah lain sejenak. Sial— gadis itu membuatnya benar-benar panas.

Tiga detik kemudian, Maxent melepas kaos yang melekat di tubuhnya. Membuat mata Laura menangkap lekuk tubuh yang cukup kekar, ia menelan ludah begitu kuat.

"Pakai dan tutupi dada kecil mu itu!"ucap Maxent melempar pakaian itu ke wajah Laura.

"Parfum mu, sangat wangi. Apa merk nya?"tanya Laura sembari memberikan botol vodka tersebut pada Maxent.

"Cairan pestisida!"balasnya sarkas membuat gadis itu terkekeh. Sembari memasang kaos Maxent di tubuhnya.

"Bagaimana?"tanya Laura membuat pria itu akhirnya menoleh. Maxent menenggak vodka yang ada di tangannya lalu mengangguk santai.

"Ini hanya menutupi bagian—"

"Setidaknya tubuh mu tertutup!"balas Maxent mulai ketagihan dengan minuman yang ada di tangannya.

"Kau menghabiskan nya!"ucap Laura saat berhasil merampas botol kosong tersebut.

"Kau mau kemana?"tanya Maxent saat melihat gadis itu memutar tubuhnya.

"Mengambilkan minuman untuk mu,"ucap Laura santai, lalu berlari cepat untuk kembali ke ruangan penuh minuman tersebut.

"Shit, jika dia begini. Aku tidak bisa tahan!"pikir Maxent sembari mengulum lidahnya, memerhatikan Laura begitu lekat hingga gadis itu keluar dari sarangnya. Sungguh, gadis itu membuat nya tergoda setengah mati, seperti sesuatu mengikatnya kuat. Baiklah, ia mesum, cabul— katakan saja seperti itu untuknya.

__________________________

Dua jam kemudian, Laura menelan minuman terakhirnya. Ia pusing dan merasa begitu gerah, sungguh ia ingin menyelam berjam-jam di bawah air. Ia tersenyum kecil, melirik ke arah Maxent yang menekan-nekan stik game nya.

"Goolll!!"teriak Maxent lantang, sialan, karena game itu, ia bahkan tidak meminum seteguk pun minumannya. Terlalu asik.

"Maxent aku pusing!"Laura mendadak mendekat, ia menarik stik game pria itu dan duduk di atas pangkuannya.

"Laura.... Aku...."

"Hari ini, ah tidak... Kemarin, semalam, hari ini juga..."gadis itu bicara tidak jelas, ia melingkarkan tangan di leher pria itu dan menatapnya tajam.

"Apa yang sedang kau bicarakan?"tanya Maxent penasaran.

"Kekasihku tidur bersama wanita lain, aku tahu, namun, aku tidak bisa melakukan apapun!"Maxent terdiam sejenak, sungguh, ia baru saja mengetahui bahwa Laura ternyata memiliki kekasih. Ia menahan napas, rasa sesak mencuat secara mendadak di dadanya. Perasaan tidak suka.

"Kenapa kau tidak bisa melakukan apapun?"tanya Maxent mencoba menguak pikiran Laura begitu jauh.

"Karena dia yang menjadikan ku seperti ini, setidaknya aku di anggap. Katanya, The prinsphone menaruh harapan padaku,"ucap Laura sembari mengedarkan pandangan nya pada Maxent begitu lekat. Ia merasakan pria itu mengusap bibirnya, wajahnya dan rambutnya.

"Apa kau mencintai nya?"tanya Maxent mencoba mengambil kesempatan.

"Aku bertahan dengan Steven karena alasan. Sisanya hubungan ku hanya penuh kebohongan."

Laura menghela napas, ia tersenyum tipis pada Maxent sembari menelan ludah. Bibir pria itu menggodanya, ia sedikit mendekat, lebih intim tidak peduli bagaimana penilaian Maxent terhadapnya.

"Aku juga memiliki kekasih, awalnya dia bersikap sangat baik, manis dan membuat ku nyaman. Tapi—"

"Kalau begitu kita cocok,"celetuk Laura sembari terkekeh pelan. Lantas, menerima tatapan super tajam dari Maxent. Jantung nya mendadak berdebar, sangat kencang.

"God!"pikir Laura menurunkan pandangannya sejenak, lalu kembali mengangkatnya cepat.

Tappp!!

Maxent mendadak mencium bibirnya, merapatkan tubuh mereka lebih dari apapun. Laura tidak bisa menahan, ia membalas ciuman Maxent hingga lidah pria itu bermain di dalam mulutnya. Ini terjadi semakin panas di tiap detiknya hingga kaos yang melekat pada tubuh gadis itu terlepas kembali.

Brakk!

Maxent memutar tubuh Laura, menjatuhkannya ke sofa tanpa melepas sedikitpun ciuman mereka, gadis itu mengerang, mengapit tubuh Maxent di antara kedua pahanya serapat mungkin. Laura menggerakkan tubuh, merasakan sebuah tangan menyusup di punggungnya, lantas, melepaskan bra yang masih begitu lekat.

"Ahh! Maxent!"pekik Laura saat pria itu meremas dadanya begitu kencang, lantas mengulum nipple yang tampak mengacung tinggi. Gadis itu meremas apapun yang bisa ia raih, merasakan tubuhnya seakan terbakar saat kulit mereka bersentuhan.

"Sial, kau membuat ku begitu ingin Laura, aku tidak bisa menahannya,"bisik Maxent terdengar samar sembari menyatukan kening mereka, sungguh Laura mabuk berat, ia tersenyum kecut, merapatkan dirinya lebih jauh.

"I want to, do it!"ucapnya tegas, sembari menatap jauh mata Maxent yang sangat kuat, lalu merasakan bibirnya kembali di bungkam hebat.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel