Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Chapter 5 : I Care you

Playlist :

Imagine Dragons- Whatever it takes

•••••

"Dad, are you crazy?"tepis Caroline menatap liar ke arah pria yang duduk tidak jauh dari Alexander. Ia hanya diam, mengusap rahang tegasnya santai. Tidak ada satu katapun keluar daru mulutnya.

"Caroline, mengertilah, daddy pikir dia tidak buruk!"

"What? Tidak buruk katamu? Ya Tuhan, umurnya mungkin sudah setengah perjalanan. Old man, seriously. Aku tidak tertarik sedikitpun,"tegas Caroline begitu sarkas. Sudah biasa, ia mengeluarkan kalimat tajam dari mulutnya yang tipis.

"Caroline, bersikap sopan lah!"

"No! I don't care. Daddy, please, ini sudah ke sekian kalinya, hm— 43 orang mu tidak ada yang beres. Mereka berantakan."hina gadis itu tanpa pikir panjang. Ayolah, sampai kapan ia akan bertemu seorang pria asing di dalam hidupnya. Ia muak, jika Alexander memaksanya lagi dan lagi.

"Caroline!"

"Hm Alexander kau tidak perlu memaksanya, dia masih sangat muda,"tegas pria tersebut mencoba menengahi. Tidak ingin terus terhina oleh kalimat tajam putri Alexander itu.

"Yes. Kau tahu itu. Siapa nama mu tadi? Makus? Kukus ? Ahmm—"

"Markus!"cela Alexander sembari menaikkan kepalanya.

"Yes! Markus. Aku tidak tahu, di mana pesonamu, tapi tolong mungkin kau bisa nikahi wanita seumuran. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana jadinya kalau kita bercinta."

"Caroline!!!"sentak Alexander kembali membuat sorot mata hazel green gadis tersebut kilat menatapnya.

"Aku pikir, aku cukup beruntung memiliki mu dad. Tapi, ternyata tidak. Kau hanya menguburku dalam ambisi mu. Please, hentikan dan ini terakhir kalinya. Aku belum siap untuk mengenal apa itu cinta,"tegas Caroline sembari menatap sangat tegas ke arah Alexander yang terdiam.

"Carol..."

"Ah ya— ini peringatan terakhir. Jangan perintahkan Megan menjadi pengawal atau penjaga atau apapun itu bahasanya. Dia teman ku, my best friends!"potong Caroline sembari memutar tubuhnya secepat kilat.

"Kau puas Alexander?"tanya Lorna yang muncul secara mendadak dari sudut ruangan.

"Lorna kau juga ingin menentangku?"

"Yah! Aku selalu menentang perjodohan ini, Alexander. Jadi, segera bawa teman mu keluar dari sini."

"Luizzzzz!!! Pintuku rusak! Please, bantu aku membernarkan nya!"

Lorna menatap Alexander tegas, mendengarkan suara Caroline yang menggema di sekitar ruangan besar tersebut.

"Maaf tuan Markus. Anakku memang seperti itu, ia merusak apapun yang tidak di sukainya. Hm— aku takut, dia bisa melakukan hal yang sama dengan mu, sebelumnya, beberapa calon Alexander harus berakhir di rumah sakit. Kami letih, membayar kompensasi agar mereka tutup mulut."

Markus memerhatikan Lorna, ia melirik sedikit ke arah Alexander yang mengulum bibir, lantas bangkit dari tempat duduk segera.

"Mrs. Morgan, Sejujurnya aku yang menawarkan diri pada Alexander untuk Caroline. Aku pikir bisa mengatasi semuanya, tapi ternyata tidak. Hm— bisa di katakan aku ini pengecut karena menyerah untuk putri mu,"terang Markus mencoba bersikap tenang. Lorna mengangguk, melirik ke arah Alexander yang menyunggingkan bibir.

"Mungkin, kita bicara di lain waktu,"balas Alexander basa-basi.

"Ya tapi tidak dengan perjodohan putri mu lagi tentunya,"balas Markus sembari membenarkan pakaiannya, ia mengedarkan pandangan dan menangkap seorang gadis dengan rambut hitam pekat melewati sekitaran rumah dengan wajah penuh ekspresi.

"Apa dia anak mu juga?"tanya Markus penuh selidik, membuat semua orang langsung mengalihkan pandangan.

"Bukan, dia anak sahabatku!"tegas Lorna datar.

"Sepertinya rumah ini cukup ramai."

"Ya! Sebelumnya kami sempat memisahkan diri. Tapi, suasana menjadi tidak nyaman sejak itu dan aku merayu suami ku agar mereka tetap tinggal di sini,"balas Lorna dengan senyumannya yang khas.

"Baiklah, ayo aku antar kau keluar!"ucap Alexander merasa mulai muak karena interaksi Lorna dengan Markus. Ia tidak suka hal itu.

"Sure!"balas Markus sembari menatap kembali ke arah Megan yang masih berada di hadapannya cukup jelas. Ia tersenyum tipis, merasa begitu tertarik dengan anak kedua Milla tersebut.

______________________

"Maxe! Apa yang sedang kau lakukan?"tanya Caroline menyelinap masuk ke dalam kamar pria tersebut.

"Kenapa? Kau baru saja di jodohkan dengan pria tua?"balas Maxent sembari meletakkan laptopnya di sudut ruangan yang begitu tertata.

"Hm— aku yakin kau pasti lebih tahu,"Caroline mengeluh, ia meletakkan tubuhnya di ranjang Maxent dan merebahkan tubuh.

"Aku menyukai Luiz!"

"Apa?"seketika Maxent langsung memutar tubuhnya, menaikkan pandangan dan menatap tajam ke arah gadis tersebut.

"Aku pernah mengatakannya, ah sial, aku terlalu agresif terhadap—"

"Apa yang kau lakukan dengan nya?"potong Maxent saat ia sudah berdiri di sudut ranjang.

"Tidak ada. Aku hanya menciumnya lebih dulu, tidak pernah lebih dari itu,"terang Caroline dengan suaranya yang berat.

"Dasar bodoh!"

Plakk!!

"Auuuu!! Maxent sakit!"seketika Caroline mengaduh, saat Maxent memukul keningnya kuat.

"Harusnya dia yang mencium mu duluan, selanjutnya kau, dengan begitu satu pertemuan bisa membekas,"balas Maxent sembari mengingat seseorang yang jelas masih berada di dalam pikirannya hingga saat ini.

"Hm— sepertinya kau sedang menceritakan pengalaman mu, siapa gadis itu?"tanya Caroline dengan wajah menyelidik sembari menaikkan tubuhnya, duduk santai di ranjang Maxent tanpa melepaskan pandangannya.

"Kau tidak perlu tahu—"

"Apa dia Avril?"tanya Caroline tangkas.

"Avril?"

"Ayolah, jangan menyembunyikan apapun dari ku Maxent, aku tahu kau memacari salah satu sahabat ku. Apa yang sudah kau lakukan bersamanya?"tanya Caroline mencoba mencari tahu.

"Tidak ada!"

"Ah! Jangan membohongi ku Maxent. Aku tahu siapa Avril dan aku juga tahu siapa kau!"sindir Carol sembari menyipitkan mata.

"Jangan berharap lebih untuk mengorek informasi dari ku, karena bagaimanapun, aku tidak akan terpancing."

"Kalau begitu, aku akan menanyakan langsung pada Avril,"Caroline menuruni ranjang, memutar tubuhnya dan berjalan meninggalkan kamar Maxent.

"Ah ya— aku tahu ini salah. Tapi sebagai adikmu aku lebih care padamu Maxent. Avril tidak cocok untukmu, dia hanya menjadikan pria sebagai ladang uang dan seks, aku tidak ingin kau terjebak dengan salah satu di dalamnya,"ucap Carol saat sampai di bibir pintu.

"Thanks Carol, perlu kau ketahui, Aku belum pernah melakukan having seks dengan siapapun. Termasuk Avril,"terang Maxent sembari melempar senyum tipisnya.

"Baguslah, aku lega sekarang, Ah ya— jangan lupa, nanti malam datanglah ke acara pesta halloween di Jinggels Club,"balas Caroline sembari melihat Maxent mengangguk pasti, lalu kembali melangkah keluar untuk meninggalkan pria tersebut.

"Hmmm! Seharusnya aku tidak mengatakan pada Laura kalau hutang itu lunas, sekarang aku tidak punya alasan lagi untuk menemuinya!"keluh Maxent sembari membuang napasnya pelan.

"Ahh!!! Apa yang harus aku pakai untuk pesta halloween tahun ini?"pikir Maxent sembari mengulum bibirnya. Ia akan pergi, ini adalah pesta favorite nya tiap tahun.

_____________________

"Laura kau mau kemana?"tanya Steven sembari memerhatikan gadis tersebut.

"Ayolah, aku bosan berada di markas ini, aku mengurung diri hampir empat bulan."Laura mengulum bibir, ia memilih pakaian yang ada di depannya.

"Laura di luar mungkin tidak aman!"ucap Steven membuat gadis tersebut memutar tubuhnya.

"Kenapa kau tidak pernah yakin dengan ku Steve? Apa karena aku terlalu lemah di matamu?"tandasnya sembari mengepal tangan.

"Laura, kau tahu, The Prinsphone baru-baru ini mendapatkan serangan dan kau—"

"Kau ingin mengungkit apa yang di lakukan Maxent? Ayolah Steven, kau tahu, apa yang ia lakukan malah membuat nama kita semakin kuat di dunia dark. Orang-orang semakin banyak memesan senjata, menyewa The prinsphone untuk melakukan banyak tindakan ilegal, sadari itu!"

"Laura, aku tidak suka kau berhubungan langsung dengan pria tersebut, bagaimanapun, Maxent adalah musuh kita."

"No, bukan Maxent! Tapi Golden Vogos dan The Prinsphone."celetuk Laura sembari menarik satu pakaian dan memasang benda itu di tubuhnya.

"Laura, kau harus paham. Aku mencintai mu dan semua ini aku lakukan untuk mu,"tukas Steven membuat Laura diam sejenak, lantas, berbeda maju dan mencium bibir Steven dalam.

"Hati ku mati, Steve. Kau tidak pernah membuat ku merasa berarti,"ucap Laura berusaha untuk jujur dengan perasaannya.

"Laura aku—"

"Ada pesta halloween di Jinggles Club nanti malam, aku pikir, menyamar menjadi vampire cantik adalah hal paling indah untuk aku nikmati,"sanggah Laura meraih sebuah rok pendek berbahan kulit untuk ia kenakan di tubuhnya.

"Okay! Aku akan membebaskan mu, nikmati malam mu!"Steven mengeluh, ia cukup paham bahwa Laura tidak bisa di tentang.

"Thanks honey,"balasnya sembari tersenyum tipis, lantas melangkah santai menuju cermin besar yang ada di sudut kamarnya. Laura akan menyiapkan diri, halloween impiannya sejak dulu, kali ini ia harus datang.

Steven keluar, ia melangkah di tengah lorong lalu memutar tubuhnya untuk memastikan sesuatu hal, bahwa Laura tidak mengikutinya.

"Kau membuatku harus melakukan ini Laura, kau yang membiarkan ku harus tidur dengan wanita lain,"pikir Steven sembari membuka salah satu kamar lain yang letaknya hanya sekitar enam meter dari kamar Laura.

"Steven, apa urusan mu selesai dengan gadis itu?" tanya seorang wanita yang ada di kamar tersebut. Ia menatapnya, melempar senyuman lembut sembari membelai rambut halusnya pelan.

"Yah! Dia tidak bisa di atur,"balas Steven sembari mengunci kamar tersebut, lantas, melepaskan atasannya tangkas dan mendekati wanita tersebut, salah satu anggota The Prinsphone, ahli strategi— Georgia Gryffin.

__________________

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel