Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 8 Menamparnya

Bab 8 Menamparnya

Edo dan Vano terus berbincang tak perdulikan Jeni di belakangnya yang terlihat muram dan mulai bosan gak di anggap sama Om.. Om di depannya itu.

Langkah mereka masuk ke dalam sebuah Karauke di sana banyak gadis sexy dan cantik datang menghampiri Vano dan Edo.

Jeni terdiam mengernyitkan dahinya menatap jijik para gadis itu. Nampaknya gadis itu juga seumuran Jeni terlihat dari badannya yang mungil, wajahnya yang masih sangat lugu dan polos. Mereka benar benar menjijikkan tapi itu pekerjaan mereka tak berani Jeni mengusik atau memaki mereka. Mungkin masalah keuangan yang membuat para gadis itu tidak meneruskan sekolah dan memilih bekerja di karauke sebatas menemani minum dan bernyanyi bersama.

Jeni hanya mengikuti langkah Vano dan Edo pergi dengan kedua gadis kecil itu. " Dasar Om Om otak mesum" gumam Jeni yang nampak kesal berjalan di belakangnya. Bahkan dia tak anggap Jeni malah memilih gadis lain untuk menemaninya minum dan bernyanyi.

"Kalau aku tidak tinggal di rumah Om Vano mungkin lebih baik aku pergi dari tempat ini" Batin jeni terus bergumam gak jelas di belakang. Ia terus menghentakan kaki memberi tanda pada Edo dan Vano untuk menoleh ke belakang menatapnya. Ya tapi percuma Jeni tetap tak di gubris oleh mereka berdua.

"Kalau sudah di goda gadis seksi, mata mereka lupa dengan gadis di belakangnya" Ucap Jeni berjalan terburu buru menabrak pundak vano dan Edo berjalan mendahului Mereka.

"Minggir!!" ucap Jeni Cuek dengan tatapan sinis pada para gadis itu. Jeni masuk lebih dulu ke tempat yang sudah di pilih Vano karena memang itu tempat terakhir semuanya sudah penuh.

"Kamu memang gadis baik" pungkas Edo menepuk pundak Jeni membuatnya semakin geram. Dia mengepalkan tangannya mengarahkan ke arah Edo yang sudah duduk di sofa yang ada di dalam ruangan itu.

Vano hanya sekilas tersenyum memandang jeni.

Vano mulai mau di peluk dan di goda wanita. Entah kenapa fikirannya ingin seperti adiknya dan Edo yang sangat berani bermain dengan Wanita di ranjang.

"Ihh... dasar kalian semua bikin aku kesal" Jeni berdengus kesal matanya melotot menatap Vano dan Edo. Dia mengerutkan bibirnya berjalan mendekati mereka dan terpaksa duduk sediri tanpa perhatian dari mereka sama sekali. Bahkan menoleh ke arah Jeni pun tidak.

Jeni terdiam seketika memikirkan cara untuk mengalihkan pandangan Edo dan Vano ke arahnya. Dia sesekali menatap gadis kecil yang mereka bawa untuk menemani berpakaian sangat sexy dengan baju ketat terlihat belahan dada dan pakai hotpants pendek itu makin membuat Jeni jijik.

"Sekalian saja gak usah pakai baju kalau terlihat semua" Batin jeni terus berdecak kesal.

"Kalian mau minum apa? Ucap salah satu gadis yang menemani mereka.

"Terserah kalian ambil sebanyak bayaknya minuman dan bwa kesini" pungkas Edo membuat Vano melotot seketika.

"Apa kamu sudah gila? Siapa yang mengahabiskan semua minuman itu?" Pungkas Vano kesal menatap Edo yang tidak hentinya melihat para wanita seksi.

"Ya, kita kita semua?"

"Maksud kamu semua? Aku gak mau minum" saut Jeni menyela ucapan Edo.

"Baiklah terserah kamu?" Ucap Edo. "Kalau kamu gak mau minum, biarkan aku saja yang menggantikannya," lanjutnya, memberi kedipan pada Vano seolah memberi kode padanya.

Salah satu gadis yang ada di dekapan Edo keluar mengambil beberapa minuman. Dengan tatapan menggoda Edo menatap Jeni. Dia beranjak dari duduknya duduk di samping Jeni bersandar di sofa dengan tangan di lipat di atas kepala.

"Apa kamu mau menerima tawaranku?" Ucap Edo lirih.

"Ogah!!" Jawabnya jutek.

Vano tidak hentinya menatap wajah Jeni dan Edo, ingin sekali dua marah, terhadap Edo. Tapi dia sadar kalau Edo teman masa kecilnya. Di sisi lain dia tidak bisa melihat gadis seumuran dia di lecehkan lagi dengan Edo.

"Apa maksud Om?!" Ucap Jeni beranjak berdiri.

Edo menarik tangan Jeni duduk kembali. Jeni meronta ronta namun apa daya tangan kekar Edo sangat kuat mencengkram tangannya. Di bandingkan dengan tubuh mungilnya dia tidak bisa melawan tangan Edo.

Edo menarik tangan Jeni, membuatnya dekat dan hanya. Tangan kanannya menarik pinggangnya masuk ke dalam delapan tubuhnya. " Apa kamu tidak mau melakukan sesuatu?" tanya di mengusap setiap lekuk wajahnya dengan jari-jarinya

Edo membuat Jeni tidak bisa berkata apa-apa, entuhannya membuatnya ingin sekali menendang Edo.

Edo mencoba memegang milik Jeni, dan seketika di tipis olehnya. "Jangan coba-coba sentuh aku."

Edo bertindak Liar, dia mencoba untuk memegang dadanya. Dengan cepat Jeni menamparnya.

Plaakkkk...

"Aku bilang jangan sentuh aku lagi. Dan ingat aku tidak akan main-main dengan ini, aku tidak suka ada laki-laki mesum yang membuatku sangat geram." jelas Jeni panjang lebar

Edo senyum sumringah, tanpa pedulikan Jeni yang marah-marah dengannya. Dengan tangan memegang pipinya yang sudah mulai memerah gara-gara tamparannya yang ke dua kalinya. Dan di sisi lain Vano hanya diam tersenyum memandang Jeni yang begitu berani menampar Edo. Dan bagi Edo ini pengalaman pertamanya di tolak oleh wanita secara langsung.

Edo segera merapikan bajunya dan beranjak duduk santai lagi. Di tersenyum menatap Vano di depannya.

"Aku tidak masalah kamu menamparku. Dan aku masih tertarik dengan kamu, syang!"

"Aku tahu kamu menginginkan itu, jika kamu ingin lebih kamu bisa telfon aku untuk menemanimu semalaman" Ucap Edo tersenyum tipis pada Jeni. Melupakan smeua yang terjadi barusan.

"Dasar Om mesum, aku akan kasih pelajaran buwat dia nantinya. Jika dia berani kurang ajar lagi padaku" batin jeni terus melirik tajam Edo di sampingnya

Seseorang wanita di samping Vano mencoba menggodanya. Tapi Vano tak bereaksi apapun terhadapnya.

Vano terdiam tidak menggubris gadis di sampingnya.

"Aku bisa menemani Om di sini jika Om tidak malu" Gadis itu terus mengajak Vano untuk melakukan hal sama. Seolah dia merasa ingin melakukan itu bersama Vano setelah melihat kejadian tadi.

Edo beranjak duduk di samping Vano, menepuk pundaknya. "Jika kamu ingin melakukanya dengan gadis itu silahkan," goda Edo.

"Enggak!!" Vano menepis tangan gadis yang semakin gila menggodanya. Dia merapikan bajunya kembali dan beranjak berduri duduk di samping Jeni.

"Lebih baik sekarang kita bernyanyi dan bersenang-senang. Jangan ada apapun lagi selain itu," gumam Vano.

"Oke.. Baik!"

Mereka segera memilih lagu. Dan bernyanyi sesuka mereka. Dan Jeni hanya diam memandang mereka. Sebenarnya dia tidak begitu suka. Tapi mah gimana lagi, pergi juga tidak mau nanti jika pengawal papanya datang dan membawanya pergi.

"Jeni kenapa kamu diam?" tanya Vano.

"Aku lapar," ucap Jeni sembari mengusap perutnya. Meski sebenarnya bukan itu kenapa dia diam. Tapi di sisi lain memang dia sangat lapar. Dan Vano menarik tanganya berdiri. Membawanya segera keluar meninggalkan Edo sendiri.

"Tunggu! Kita mau kemana?" tanya Jeni menarik tanganya.

"Bukanya kamu lapar?" tanya Vano menoleh menatap wajah Jeni

Jeni menguntupkan bibirnya. "Iya, sih. Aku lapar. Baiklah! Tapi kita makanan enak ya, aku mau makan banyak. Beberapa makanan sekaligus. Apalagi nasi goreng. Aku suka itu" jelas Jeni panjang lebar membuat Vano mengerutkan keningnya heran. Wanita kecil.seperti dia tapi makannya banyak. Dia hanya berdengus dan meraih tangan Jeni. Membawanya segera menuju ke restauran kecil dekat tempat karauke.

"Kita makan di sini?" ucap Vano.

"Tidak masalah," Jeni memutar matanya pandangannya berkeliling pada restauran kecil yang nampak sangat sederhana.

"Kamu biasa makan di sini?" tanya Jeni yang mulai duduk di kursi.

"Iya, bentar aku pesankan nasi gornag," ucap Vano beranjak untuk memesan dua piring nasi goreng untuknya dan Jeni. Sesudah pesan, dia kembali duduk di depan Jeni.

"Di sini makanannya semua enak. Aku yakin kamu patis sangat suka."

Jeni menganggukkan kepalanya pelan, dengan bibir sedikit menguntup. Seakan dia paham dengan apa yang di katakan Vano. "Baiklah! Kita coba, bukanya selera kita beda. Jika menurut aku enak, kamu harus terakhir aku di sini terus," ucap Jeni mengulurkan tangannya.

Vano menatap tangan Jeni. "Apa maksudnya?"

"Kamu janji dulu,"

"Oke aku janji," ucap Vano menerima uluran tangan Jeni. Sembari tersenyum bahagia, Jeni mengangkat tubuhnya sedikit, me raih ke dua pipi Vano mencubitnya manja.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel