Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 6 Senang

Bab 6 Senang

Vano berjalan mondar mandir dengan pikiran yang membebaninya. Nampak Jeni duduk di ranjang menggantung gantungkan kakinya menatap Vano yang terus mondar-mandir gak jelas bikin kepalanya tambah pusing.

"Apa Om tidak bisa diam?" Jeni nampak mulai bosan melihat tingkah Vano yang tak jelas itu. Ia mengerutkan bibirnya menatap Vano yang terlihat sudah fokus melihatnya.

"Aku lagi pikirin cara bagaimana alasan nanti jika ibu tiba tiba pulang" ucap Vano nampak sangat panik di buatnya.

"Masalah gitu saja Om panik. Aku punya ide, " Jeni menarik turunkan ke dua alisnya bersamaan, dan beranjak dari ranjang berjalan mendekati Vano di depannya.

"Apa idenya?" Tanya Vano nampak sangat penasaran dengan ide Jeni.

Menu senyum tipis, mungkin ini akan jadi ide gila dalam dirinya.

"Om bilang kalau aku calon istri om," Bisik Jeni membuat Vano melotot seketika. Seakan bola matanya mau keluar mendengar ucapan Jeni.

"Apa kamu yakin ini berhasil?" Tanya Vano tidak percaya.

"Jika om gak mau ya sudah," Ucap Jeni mengedipkan mata menggoda Vano. Dia terus tersenyum manis berharap Vano menerima tawaranya. Ya, hanya itu cara Jeni untuk tetap tinggal di rumah Vano karena gak mungkin lagi dia pulang ke rumah. Dan dia juga sengaja membuang ponselnya agar orang tuanya tak bisa menghubunginya kembali. Ponsel yang mahal itu sia-sia di buang tapi bagi Jeni itu tidak ada artinya dia bisa dengan mudah minta lagi pada orang tuanya jika mau. Tapi kini dia ingin mencari kehidupan baru tanpa melibatkan ke dua orang tuanya.

Vano masih menimang nimang tawaran Jeni. Dengan berat hati ia mulai menarik nafas panjang. Mengumpulkan semua keberanianya untuk mengucap kata 'mau' pada Jeni gadis kecil di depannya itu.

"Baiklah" ucap Vano terpaksa dengan memalingkan wajah tanpa memandang Jeni.

Jeni terlihat sangat senang, ia ingin memeluk tubuh Vano erat namun langkahnya terhenti sebuah ponsel berbunyi dari meja kecil depan sofa. Ke dua mata mereka tertuju pada ponselnya. Vano segera mengambilnya.

"Tunggu!" Ucap Vano seolah mencegahnya untuk memeluknya. Tangan kanannya ke depan, dan berpaling melangkahkan kakinya pergi.

Vano segera meraih ponselnya tanpa melihat siapa yang menghubunginya. ia mengangkat telepon dari

seseorang yang tak Jeni kenal.

"Van gimana kamu bisa ikut balapan tidak?" Ucap Edo di balik telfon diujung seberang sana.

"Entahlah. Tapi sepertinya aku nanti akan main sediri. Bagaimana bisa kita mendapatkan pembalap montor terbaik dalam waktu hanya setengah hari" gumam Vano mendesah pasrah.

"Tapi apa kamu yakin? Lawanmu adalah pembalap terbaik di kota ini tidak ada yang penah menandinginya. Namun dia kalah hanya dengan seseorang yang tak di kenal 5 hari yang lalu. Aku coba mencari tau siapa dia namun hasilnya nihil tidak ada yang tau siapa orang yang pernah mengalahkan pembalap itu"

" dia pernah kalah sekali dan aku akan membuat dia kalah 2 kali" Ucap Vano nampak sangat percaya diri.

Jeni hanya terdiam mendengar ucapan mereka di balik telfon. Dia segera berjalan menghampiri Vano.

"Baiklah terserah kamu. Oya gimana gadis kecil di Club kemarin dia masih di rumah kamu tidak. Kalau memang iya bawa dia kesini aku ingin melihat badan seksinya" goda Edo yang membuat Vano melirik ke arah Jeni tepat di sampingnya. Dia mendapatkan pelatihan tajam dari ke dua kata Jeni dengan ke dua tangan bersendekap.

"Kamu saja yang kesini aku capek mau tidur dulu. Bye.." ucap Vano finish dan mulai menutup telfonya. Dia yang takut tidak mau tinggal diam lagi.

Vano terdiam seketika berpikir tentang balapan nanti malam ia terlihat bingung harus cari pembalap di mana lagi. Teman temannya gak akan ada yang mau lawan karena mereka semua pasti tau lawan yang di hadapi mereka siapa. Perlahan Vano duduk di sofa, terdiam menatap ke depan dengan pandangan kosong dan pikiran entah melayang layang kemana.

"OM!" Jeni menepuk pundak Vano namun sepertinya tetap tak ada jawaban dari Vano.

"Om!" Dia mencoba memanggil Vano lagi masih tetap tak ada jawaban sama sekali dari Vano.

" OMMMMMMMM!!" teriak Jeni tepat di telinga kiri Vano membuat Vano meloncat seketika dari duduknya.

"Apa-apaan sih kamu? Kalau jantung aku copot gimana?" Bentak Vano.

"Kalau copot ya aku akan segera menangkapnya, Lagian bisa di jual" Ucap Jeni terlihat polos tersenyum menarik ke dua alisnya ke atas menggoda.

" Hihhh... Kamu tahu gak kalau aku marah.. Emosi jiwa aku." Gumam Vano nampak menahan emosi berurusan dengan Jeni yang semakin membuat dia kesal dengan ulah ulahnya.

Sabar Vano dia hanya gadis kecil.

Ucap Vano dalam hatinya mencoba membuat hatinya tetap sabar tak terbawa emosi gara-gara Jeni.

"Kenapa Om marah? Lagian aku hanya memanggil om berkali kali tapi gak ada jawaban." Ucap Jeni mengerutkan bibirnya menGhentakan kakinya beranjak duduk di sofa dengan ke dua kaki menyilang.

"Baiklah. Ada apa emang kamu memanggilku?" Ucap Vano nampak sangat pasrah. Dia duduk di samping Jeni dengan wajah nampak lesu.

"Om bingung cari pembalap ya? Aku bisa bantu om carikan seseorang pembalap di jamin terbaik deh pokoknya" pungkas Jeni tersenyum menatap dekat wajah Vano di sampingnya.

Vano mendengar ucapan Jeni wajahnya mulai berbinar matanya bercahaya seketika. Nampak bunga bunga mulai mekar di dalam tubuhnya. Perasaan bahagia dan senang terpancar dari wajahnya. Vano memegang ke dua lengan Jeni menggoyang goyangkan tubuhnya seolah tak percaya dengan apa yang dia bilang.

"Benarkah? Tapi ingat harus menang jangan kecewakan." Ucap Vano memegang ke dua tangan Menu.

"Pasti Om tidak akan kecewa deh, aku yakin" jawab Jeni sangat yakin dengan ucapanya.

Vano refleks memeluk erat tubuh Jeni hingga jeni sulit bernapas. Dia sangat bahagia mendengar tawaran Jeni yang akan menyelamatkan montornya. Namun sebenarnya yang di pakai bukan montor dia. Montor adiknya karena dia tidak punya montor. Hanya beberapa koleksi mobil mewah punya dia.

"Om bisa lepaskan gak? aku gak bisa nafas, om. Vano melepaskan pelukannya tersenyum simpul menatap Jeni malu.

"Uhuk...uhuk.." Jeni nampak sangat susah untuk bernapas karena semakin eratnya pelukan Vano tadi. Vano dengan segera melepaskan pelukannya.

"Maaf! Aku terlalu senang tadi" kata Vano nampak sangat canggung akibat ulahnya sendiri. Kini ia terdiam seketika menatap wajah cantik Jeni di depannya. Seolah salah tingkah di buatnya. Mereka terdiam dan saling memalingkan wajah mereka dengan senyum malu-malu di bibirnya.

"Om ikut aku?" Jeni nampak mulai pembicaraan duluan.

"Kemana?" Tanya Vano dengan tatapan khasnya yang begitu tampan.

"Udah ikut saja." Jeni menarik tangan Vano keluar dari kamarnya berjalan dengan langkah cepat turun dari tangga menuju mobil yang sudah terparkir di depan rumahnya. Sebelumnya Jeni sudah menyuruh sopir untuk segera memeriksa mobil yang biasa di pakai Vano sekarang .

"Ini non kunci mobilnya" Ucap sopir yang sudha berdiri di samping mobil Vano.

"Baik pak makasih, aku akan mengemudi sendiri" ucap Jeni nampak sangat percaya diri sekali.

Vano nampak acuh dengan pembicaraan supir dan jeni. Dia berdiri bersandar di pinggiran mobil melipat ke dua tangannya ke atas dan kakinya menyilang.

"Sudah cepat naik jangan kebanyakan melamun saja?? Ucap Jeni yang terlihat sudah di dalam mobil.

"Kapan dia masuknya??" Vano nampak terdiam menatap jeni. Dia tidak tahu kapan jeni masuk ke dalam mobil itu.

Vano dengan terpaksa mulai membuka mobil dan menutupnya kembali. Seperti hari ini dia di sopir oleh gadis cantik seperti dia.

"Sebenarnya kamu mau membawaku kemana." Ucap Vino yang nampak mulai memakai sabuk pengamanya.

Gadis kecil itu tersenyum tipis melepaskan sabuk pengamanya. Mulai menyalakan mobilnya dan segera keluar dari rumah dengan kecepatan sangat tinggi. Membuat Vano mengkirit ketakutan di buatnya. Jeni menancap gas dengan kecepatan tinggi bahkan seperti pembalap.

"Apa kamu gila? Aku tidak mau mati bodoh"

Ucap Vano berpegangan sangat rapat. Ia mengkirit ketakutan di buatnya.

Hingga hanya butuh waktu 20 menit untuk masuk ke dalam parkiran Mall. Dan Jeni ternyata lupa belum mandi dari tadi saat ia bangun dan apa lagi Vano dia juga baru bangun tidur masih belum mandi juga. Tapi tidak apa lah setidaknya Jeni sudah mencuci muka dan menggosok giginya. Kalau dengan Vano entah sudah apa belum.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel