Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 13 Berlian

Bab 13 Berlian

Vano POV

Vano baru saja keluar dari kamar mandi hanya memakai helaian handuk menutupi miliknya. dengan tangan kanan memngusap rambut pendeknya yang masih basah dengan handuk kecil. ia duduk di ranjang berfikir kegiatan berikutnya yang akan ia kerjakan. merasa bingung harus ngapain lagi, Di rumah tidak pernah ada kegiatan selain main dan senang senang. Tiba tiba terlintas di benaknya ingin pergi ke kantor.

"Hari ini benar-benar sangat membosankan. Apa mungkin aku pergi ke kantor. lumayan juga menghilangkan rasa penat dengan pekerjaan yang menumpuk. Lagian sekali kali berbakti sama orang tua." gumam Vano lirih mulai bangkit dari duduknya segera memilih baju dan jas yang cocok untuknya pergi ke kantor.

Karena hari ini hari pertama dia masuk ke kantor semua pasti bingung menatapnya. Meski sebagian karyawan sudah tahu jika Vano adalah boss di perusahaanya meskipun tak pernah menampakkan batang hidungnya.

"Apa mungkin ini cocok?" Ucap Vano mencoba satu persatu jas yang ia punya. Sampai pilihannya jatuh pada jas hitam pekat yang begitu pas di tubuhnya.

Dion melihat kakanya seketika tertawa terbahak-bahak. " Hahaha. kak kamu mau kemana??" Dion tiba tiba masuk ke kamar Vano membuat ia tersentak terkejut.

"Bisa tidak kamu kalau masuk ketuk pintu dulu." Ucap Vano sangat kesal . Ia masih menatap kaca kini mulai memelih dasi yang cocok untuknya.

Dion terus tertawa membuat Vano bingung.

"Kenapa kakak diam, sebenarnya kakak mau kemana rapi begini?

" Vano melanjutkan tawanya hingga perutnya terasa sakit.

"Ke kantor lah. Memangnya kenapa?"

Dion tak bisa menahan tawanya lagi melihat kakaknya sudah berdandan rapi. " kakak lupa hari ini hari apa?" Tanya Dion menahan tawanya.

" Hari senin, kan?" jawab Vano sangat percaya diri.

Dion terkekeh kecil, mengusap perutnya yang terasa sangat kaku kebanyakan tertawa. "Kakak lihat tanggalan deh coba lihat, hari ini tu kantor libur kakak ku yang ganteng" Dion memegang perutnya ia melanjutkan tawannya berjalan pergi meninggalakn Vano.

Vano terdiam seketika, ia benar-benar sudah lupa jika hari ini hari minggu. begitu lah efek umur karena memang tak pernah pergi ke kantor.

"Kenapa aku mudah pikun gini?" Gumam Vano melihat tanggalan hari ini memang benar hari minggu.

"Sudah dadan cakep gini. Eh tahunya sekarang hari minggu. Benar benar menyebalkan sih nih hari" decak Vano kesal.

"Aahhhh...bruukkk" Vano menjatuhkan badannya ke ranjang kesayangannya. Ia menghela nafas panjangnya mencoba memejamkan matanya.

Ia teringat tepat tidurnya bekas dari dari tubuh Jeni kemarin. Kini perlahan ia mengingat saat pertama bertemu Jeni dan apa lagi hari pertama merasakan ciuman Jeni benar-benar tidak akan pernah bisa ia lupakan. Di sebuah ranjang penuh kenangan itu. " Kemana sekarang dia? Dan kenapa tiba tiba dia pergi begitu saja?" Vano membelalakkan matanya beranjak duduk.

"Dan dia tidak ijin padaku, jika dia mau pergi." gerutu Vano.

" Kenapa aku merasa sangat merindukan dia" Batin Vano tidak hentinya terus berbicara sendiri

"Arggggg" Decak Vano mengacak acak rambutnya kesal. Dia benar-benar tak bisa melupakan wajah cantik Jeni dari pikirannya.

masalah cinta dengan Vivi belum selesai, sekarang hatinya berlawanan arus membuat ia sangat frustasi. Di sisi lain dia belum bisa melupakan Vivi tapi di sisi lain hatinya selalu ingin bersama dengan Jeni.

"Aku harus nurut hati atau pikiranku" Batin Vano mulai beranjak berdiri.

Ia berjalan keluar mencoba mencari udara sejuk. Namun Langkahnya tiba tiba berhenti. Ia masih pakai jas yang merasa sudah tak nyaman. Jika adiknya tahu pasti di ketawain habis habisan lagi. Dan lagi ibunya pasti juga ikut ketawa.

Vano segera melepas semua baju ke kantornya mengganti dengan baju santai. Ia bergegas membuka pintu kamarnya. Langkahnya terhenti melihat ke bawah sosok kaki wanita di depannya membuat ia gemetar seketika. Di lihatnya dari ujung kaki hingga ke atas matanya tak berhenti memandang sosok gadis cantik di depannya.

"Jeni?" mulutnya menganga tak percaya baru saja dia memikirkannya sekarang dia sudah ada di depan matanya. Dengan penampilan yang jauh berbeda gaun biru tua yang membalut tubuh sexy nya. Membuat aura kecantikkan semakin terpancar. Vano tak berhenti memandang Jeni.

"Om..!!" Jeni memiringkan kepalanya ke kanan dan kiri melihat Vano yang terus menatapnya.

"Kenapa selalu om lagi, aku udah bilang berkali-kali padamu." gertak kesal Vano.

"Hello Om.." Jeni mengibaskan tangannya ke wajah Vano mengabaikan apa yang di katakan Vano tadi.

Vano tiba-tiba terdiam. melihat wajah cantik Jeni di depannya. Pikirannya melayang entah kemana. Dan Jeni terus berusaha memanggilnya masih tetap saja tidak ada jawaban darinya.

Dengan perasaan kesal. Ia mendengus kasar. " Om" ia memukul pundak Vano membuat Vano terkejut sekatika. Baju sexy Jeni membuat Vano tak bisa berkutik lagi. Ia tak bisa pungkiri kenyataan bahwa jeni benar benar sexy dan sangat cantik. Meskipun beda umur jauh tak masalah kini baginya.

"Kenapa kamu bisa masuk" Vano teringat seketika jika ada mamanya di rumah tapi anehnya Jeni bisa masuk ke rumah dengan sangat mudah . Ya, padahal dulu setiap wanita yang datang ke rumah selalu di usir oleh mamanya meskipun itu hanya teman.

Mamanya sangat posesif pada ke dua anaknya. Ia tidak membiarkan sembarang wanita untuk masuk ke rumah. Dion saja yang mulai bandel sering bawa pacarnya ke rumah saat mama nya gak ada. Dan Vano memang tak pernah bawa seorang pulang ke rumah bahkan sampai nginap di rumahnya kecuali Jeni. Setiap bawa wanita selalu di introgasi mamanya habis habisan. Membuat wanita pada kabur.

--0o0--

"Memangnya kenapa gak bisa?" Jeni nampak sangat bingung dengan Vano terlihat sangat Khawatir dengan pandangan ke kanan dan ke kiri. Seperti ada seorang yang mengintai saja.

"Kamu tidak lihat mamaku tadi?" Ucap Vano lirih. Ia sengaja mengecilkan nada suaranya agar mama nya tidak mendengar.

"Enggak!" Jeni mengerutkan keningnya, menggelengkan kepalanya berkali kali.

"Lebih baik kamu cepat pergi sebelum mamaku tahu" Ucap Vano mendorong bahu Jeni agar segera turun dan pergi sebelum mamangmya tahu.

"Ehem..." mama vano berdahem sangat keras membuat langkah Vano dan jeni terhenti sekatika tepat di bawah tangga. Mereka menoleh ke belakang serempak.

"Mau kemana?" Mamanya terlihat snagat marah tatapannya sangat tajam bahkan bola matanya seolah mengobarkan api .

"Mama??" Vano terkejut di buatnya. Ia tak bisa berkutik lagi di hadapan mamanya.

Mati aku, bisa di goreng jadi perkedel jadinya atau di cincang cincang seperti sayuran atau bahkan di rebus hingga matang. Batin Vano melotot terkejut menatap mamanya. Ia mencoba memikirkan sebuah cara untuk menghindari mamanya.

"Ayo berpikir Vano" dia mencoba memberi semangat pada otaknya untuk berfikir suatu cara.

Belum selesai berpikir mamanya sudah berdiri tepat di depannya. Dia yang mengentahui mamanya hanya tersenyum " hehe.." Vano tersenyum tipis menatap mamanya.

"Siapa dia?" Vano terdiam seolah mulutnya terkunci tak bisa berbicara. Melirik sekilas ke arah Jeni.

Jeni melirik Vano yang terlihat sudah mulai memucat. Ia mengumpulkan semua keberaniannya untuk ambil hati mamanya Vano agar Vano tak jadi korban kemarahannya.

"Hallo tante... aku Jeni" Sapa Jeni mengulurkan tangannya.

Mama Vano hanya tersenyum kecut tidak membalas uluran tangan jeni.

"Baiklah kalau gak mua kenal, oya tante ada jam tangan berlapis berlian LImited Edition, tante" Ucap Jeni membuat mata mama Vano terbelalak seketika. Matanya berbinar seketika mendengar kata Berlian. Wajah yang terlihat mara berubah seketika menjadi lebih manis pada Jeni

" Haduh, dasar mama kalau bahas berlian, langsung mulai berbaik hati" Batin Vano menggaruk kepalanya yang tak gatal itu.

"Di mana?"

"Kau punya tante, mamaku baru beli di London"

"Wah, kalau begitu sini, ikut aku" Mama Vano menarik Jeni menjauh dari Vano biasa hanya membahas soal berlian kegilaannya itu.

"Jadi mama kamu juga koleksi berlian"

"Iya tante, banyak banget koleksi" Ucap jeni dengan kedipan mata ke arah Vano.

"Dia benar benar bisa ambil hati mama dengan mudah hanya satu kata Berlian" Vano mendengus kesal berdiri di hadapan para wanita yang penggila perhiasan.

"Kapan kapan bawa kesini tante mau lihat boleh kan?" pungkas Mama Vano antusias, mencoba merayu Jeni kali ini.

"Baik tante, aku akan izin mama aku dulu" Jawab Jeni dengan santainya.

"Ya, sudah. Kalian cepat pergi gak papa, dan kamu Vano ingat jaga dia" Ucap Mama Vano.

"Iya ma" Jawab Vano lirih seolah ia merasa lemas. Dia tak menyangka jika Jeni dengan mudah ambil hati mamanya.

Kini Vano mulai menarik tangan Jeni agar menjauh dari mamanya secepat mungkin sebelum mamanya bertanya lebih jauh pada Jeni. "Bye.. Bye.. tante" Jeni mengibaskan tangannya menatap ke belakang melihat mama Vano.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel