Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 10 Kemana Jeni?

Bab 10 Kemana Jeni?

Vano memegang semakin erat tangan Jeni berjalan perlahan turun dari tangga dengan langkah sangat pelan mereka memutar matanya melihat ada gerak gerik Dion atau tidak, di sekitar ruang tamu. Nampak tidak ada hal mencurigakan Vano lekas membuka pintunya menarik Jeni agar segera cepat keluar. Lalu menutupnya kembali .

"Kakak lupa ya?" Suara Dion membuat mereka tersentak kompak menoleh ke belakang, terlihat Dion sudah berdiri di belakang membawa sebuah kunci montor di tangannya.

"Dion, kenapa kamu jam segini di luar?" tanya Vano yang nampak bingung sejak kapan adiknya itu berdiri di belakangnya. Seperti hantu saja tiba tiba muncul di belakangnya.

"Kakak pasti bingung kan aku di sini. Aku sudah dari tadi di luar nunggu seseorang" jawab dion seolah dia mengerti apa yang ada dalam fikiran Vano.

"Sudah gak usah banyak bicara" Saut Jeni merebut kunci montor di tangan Dion.

Jeni segera naik montor Ninja yang ada di depan matanya, lalu menyalakan montornya ia menarik gas dan menahannya lebih dulu. " Udah. Ayo cepat naik" pungkas Jeni.

"Apa kamu yakin?" Ucap Vano nampak masih ragu ragu pada Jeni.

"Sudahlah, gak usah banyak bicara, mau naik gak?" ucap jeni dengan nada semakin tinggi.

"Baiklah!" jeni segera melepaskan gas menariknya sangat kencang seperti pembalap yang melaju kencang di arena balap.

"Eh.. bentar! Kalian mau kemana?" Teriak Dion Yang masih berdiri di teras rumah.

"Itu wanita asli atau bukan? Atau jadi jadian sih" gumam Dion terus berdecak kesal menggelengkan kepalanya tidak percaya seorang wanita naik montor seperti dengan kecepat seperti itu. Dion menghela napasnya menahan amarahnya, karena Dia selalu tidak di hiraukan sama sekali oleh kakaknya setiap ucapan yang dia katakan

Sedangkan Jeni semakin menambah kecepatanya dengan sangat lihai mendahului mobil yang ada di depannya dengan sangat gesit ke kanan dan ke kiri. "Aku masih belum nikah, jangan ngebut ngebut" teriak Vano memegang erat pinggang Jeni dengan ke dua mata ertutup. Dia sangat takut melihat kenyataan didepannya begitu banyak truk yang membuat dia bergidik takut.

"Diam saja! Bukanya kamu pembalap tapj kamu tekut aku bonceng" Ucap Jeni dengan nada tinggi.

"Dia benar-benar gadis tomboy yang pernah aku temui, entah kenapa aku jadi nyaman sama dia" Batin Vano mencoba menenangkan katakutannya.

15 menit kemudian mereka sampai di suatu tempat arena balap terlihat lapangan yang begitu luas, di penuhi dengan para penonton dari berbagai kalangan baik wanita cantik dan para laki-laki tampan dan perempuan cantik sudah berbaris berpasangan. Di sebalah kanan dan kiri arena sudah di penuhi teriakan histeris para pendukung. Jeni melaju dengan kecepatan tinggi dan rem mendadak hingga ban belakang naik 45°. Berhenti tepat di depan Edo.

"Kamu hampir saja membunuhku" napas Vano tak beraturan dia mengusap dadanya menarik napas lega masih di beri kesempatan untuk hidup dari kegilaan Jeni semakin menjadi.

"Biar mata kamu terbuka lebar" Canda Jeni tersenyum tipis .

"Mana pembalap yang kamu bilang?" Vano melirik ke kanan dan ke kiri tak ada pembalap yang di bilang Jeni. Hanya ada beberapa pembalap yang sudah ia kenal di garis start.

"Emangnya aku bilang apa?" ucap Jeni mengerutkan dahinya.

"Bukannya kamu akan bawa pembalap yang aku maksud" Jawab Vano nampak bingung di buatnya.

"He..kalian sudah datang... dan ternyata sayangku juga di sini" saut Edo mencolek pipi Jeni mencoba menggodanya.

Jeni menepis tangan Edo yang membuatnya semakin geram karena ulahnya. " Jangan pernah menyentuhku Om mesum" Ucap Jeni lirih melebarkan ke dua matanya.

"Kenapa selalu panggil aku om, aku masih muda. Umur juga hanya terpaut 7 tahu, ssyang!" goda Edo.

"Oya di mana pembalap yang akan main," Ucap Edo.

"Apa kamu sudah siap Van??" tanya Edo melirik Vano yang berdiri di depannya.

"Siap apa?" Jawab Vano nampak kesal. Sifatnya seperti anak-anak membuat Jeni sangat gemas ingin mencubit pipinya yang mulai memerah.

"Knapa kalian para Om-Om pusing mikirin jokinya. Udah diam tinggal tonton saja repot nanti juga muncul sendiri" Ucap Jeni melipat ke dua tangannya seolah menunggu balapan di mulai.

"Jangan panggil, om." ucap mereka berdua kompak.

Dio musuh Vano terlihat terus menatap tajam dari atas motornya di sisi kanan. Mereka terlihat seperti musuh bebuyutan yang tak bisa akur.

"Itu musuh kamu?" Tanya Jeni tersenyum sinis menatap Dio.

"Iya!" jawab Vano singkat.

Vano terdiam seketika melihat apa yang di depannya bukan soal Dio tapi seseorang di samping Dio benar benar membuat dia geram ingin sekali menonjok wajah Dio.

Seorang wanita cantik dengan rambut terurai panjang. Memeluk Dio yang di atas montor bahkan dia tersenyum bercanda bersama dengannya.

Dio seperti memang sengaja membuat Vano marah melihat semua agar dia tidak bisa ikut di balapan. Dio turun dari montornya memeluk Vivi mantan Vano berjalan mendekati Vano.

" hai... gimana siapa yang akan mewakili kamu untuk balap.. ops jangan bilang kalau kamu main sendiri. "

Edo yang sadar siapa sosok wanita itu ia menepuk pundak Vano memberi dia kekuatan agar tetap menahan amarahnya.

"Hai... apa kabar?" Tanya Vano mencoba tersenyum pada Vivi di depannya ia mencoba menghilangkan rasa cemburunya yang semakin memuncak.

"Hai jga... aku baik.. gimana kamu?" tanya Vivi lembut.

Ya Vivi memang wanita lembut dalam tutur kata, dia juga baik ramah tidak pernah membedakan siapapun yang berteman dengannya.

"Oya kenalin ini pacar baru aku" Vano memulai pembicaraannya lagi dengan merangkul pundak Jeni di sampingnya.

Dio terkekeh melihat pacar Vano seorang gadis yang terlihat mungil tapi jauh lebih cantik dan sexy dari pada Vivi.

"Pacar kamu seorang gadis kecil" kata Edo dengan lirikan menngoda ke arah Jeni.

"Dasar mata keranjang" gumam Jeni lirih mengerutkan bibirnya.

"Joki ku sudah datang, bye...oya siap-siap untuk kalah" Dio tersenyum tipis beranjak pergi mencoba menghindari pandangannya yang terus tertuju pada Jeni. Jika tahu Vivi pasti akan marah dan cemburu padanya.

"Sabar aku yakin kamu pasti menang " Ucap Edo menepuk pundak Vano.

Mereka tak menyadari jika Jeni tak ada di sampingnya. Vano masih terdiam dengan tatapan kosong memandang Vivi. Hatinya seakan hancur berkeping keping melihat kenyataan yang sebenarnya berada di depan matanya.

Ingin rasanya dia sangat marah namun tak bisa. Dia benar benar membuat Vano semakin jengkel. " Van??" Edo memukul pundak Vano.

"Apa?" Jawab Vano cuek pandangannya masih tertuju pada Vivi.

"Jeni kemana???"

"Jeni ada di sampingku" Ucap Vano tanpa memandang edo di sampingnya.

Edo mendorong pipi Vano agar menoleh ke samping. " Lihat ada gak?" Edo melirik suasana di sekitar mencoba mencari Jeni.

"Kemana dia pergi??

Tanpa menjawab Edo berlari mencari Jeni pergi entah kemana dia benar benar membuat edo dan Vano panik.

"Do? " Vano menoleh ke arah edo.

"Iya dia pergi duluan" Vano berlari mendekat ke arena balap. Melihat Jeni sudah berada di garis start tersenyum sinis pada lawannya dan segera memakai helm Full ficenya mereka sudah bersiap menancap gas masing masing. " kita bertemu lagi sayang" Ucap lelaki di sampingnya yang juga lawan dia sekarang.

Teriakan histeris semakin menjadi ternyata banyak juga Fans cowok Jeni yang menyemangatinya untuk menang. Dan gak kalah Fans cewek dari lelaki tampan di smapingnya juga tak kalah histeris.

Tanpa membalas Jeni hanya tersenyum kecut. Bendera sudah di kibarkan oleh gadis cantik dan sexy bak seorang model di bakut fengan pakaian paling sexy hanya mengenakan Hotpend dang singlet.

Jeni menancap gas lebih dulu dari lelaki itu. Mereka mulai melanjukan montornya dengan kecepatan tinggi di atas rata rata. Sesekali mereka seling menyalip untuk memperebutkan posisi pertama itu hal yang wajar. Lelaki itu mencoba menyalip Jeni namun usahanya sia sia. Jeni masih di depannya Jauh. Terlintas dalam benak lawannya untuk mencelakai Jeni dia mencoba mendekati Jeni namun apalah daya semua tak akan bisa terjadi Jeni menoleh ke belakang mengangkat jempolnya dan membaliknya seolah memeberi kode kekalahan pada lelaki di belakangnya.

Dia semakin menambah kecepatannya terlihat garis finish sudah ada di depan matanya hanya butuh hitungan detik Jeni berhasil. Namun jeni tak berhenti dia terus melanjutkan perjalanan nya. Dia teringan pada mamanya lagi. Ia ingin segera pulang untuk menemui mamanya. Kali ini dia tidak mau merepotkan para Om itu.

"Maafkan aku, aku sudah tepati janji sekarang waktunya aku kembali" Ucap Jeni pergi dari arena balap.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel