Bab 7
Pagi kali ini nampak jauh lebih cerah dari biasanya seperti cerahnya wajah Sai pagi ini. Tsunade bahkan terus menatapnya penuh tanya, jelas ia bertanya-tanya mengapa putranya itu nampak begitu bersinar pagi ini, tak seperti biasanya.
"Kau terlihat sangat bersinar pagi ini," celetuk Tsunade dengan senyum lembutnya. Sai hanya tersenyum mendengarnya, ia menggelengkan kepalanya membuat Tsunade semakin dibuat bingung dengan tingkahnya.
"Ah Kakak!" panggil Sai ketika ia melihat Sasuke yang kini berdiri dibelakang Tsunade yang tengah duduk. Tsunade pun segera menoleh untuk melihat Sasuke.
"Salam Ibunda, Adik," ucap Sasuke seraya memberikan salam penghormatannya.
"Sudah-sudah, cepatlah duduk," ucap Tsunade dengan antusiasnya menarik lengan Sasuke untuk segera duduk. Sasuke tersenyum tipis lalu segera mendudukan dirinya di tengah-tengah Sai dan Tsunade.
"Bagaimana kabar Ibunda?" ttanya Sasuke dengan nada yang terkesan perhatian. Meskipun Tsunade bukanlah ibu kandungnya, Sasuke selalu menganggap Tsunade sebagai ibunya setelah ibu kandungnya meninggal beberapa tahun yang silam. Ya, Sasuke, Sai dan Itachi memang memiliki ibu yang berbeda karena Fugaku memiliki tiga orang istri. Ibu Sasuke adalah permaisuri pertama namun posisinya segera digantikan oleh Mikoto setelah ibu Sasuke meninggal sementara Tsunade menjadi selir, meskipun berstatus sebagai selir, Tsunade sangat disayangi oleh Fugaku setelah mendiang ibu Sasuke.
"Sasuke Kau semakin hari semakin kurus saja," ucap Tsunade sambil memperhatikan pipi Sasuke yang kian menirus. Sasuke hanya mendengus pelan mendengar ucapan ibunya itu, bukannya menjawab tentang kabarnya, ibunya itu malah mempermasalahkan tubuhnya yang kian mengurus.
"Itu karena tak ada yang mengurus Kakak, seharusnya Kakak memiliki seorang istri agar ada yang mengurusnya," sindir Sai dengan gaya santainya membuat Sasuke menatapnya.
"Kau benar putraku, Kakakmu ini seharusnya sudah menikah tapi ia masih saja sibuk mengurus negara," ucap Tsunade membenarkan membuat Sasuke mendengus.
"Ibu, harap tidak memulainya," ucap Sasuke memperingati ibunya agar tidak memberikan wacana panjangnya.
"Sasuke, ibu hanya khawatir akan kesehatanmu, carilah istri yang bisa mengurus semua kebutuhanmu karena ibumu ini tak selamanya bersamamu, pada suatu saat nanti ibu juga akan pergi dari du-" "Ibunda kumohon jangan berkata seperti itu" ucap Sai memotong ucapan Tsunade.
"Sesungguhnya ibu kalian ini sudah tua dan ibu hanya ingin melihat kalian menikah," ucap Tsunade dengan suara yang terdengar menyedihkan.
"Ibunda jangan bicara seperti itu, bukankah Kakak sebentar lagi menikah?" ucap Sai membuat sasuke memelototinya.
"Benarkah?!" ucap Tsunade antusias sementara Sai kini menampilkan senyum nakalnya.
"Tentu saja Ibunda, bukankah begitu Kakak?" tanya Sai sambil menaik turunkan alisnya ke arah Sasuke.
"Mohon maaf Ibunda, aku harus segera pergi. Permisi," ucap Sasuke sedikit membungkukan tubuhnya lalu segera pergi.
"Heh? Kenapa ia pergi begitu saja? Tidakah ia ingin menjelaskan tentang kekasihnya itu?" ucap Tsunade penuh tanya membuat Sai tersenyum geli.
"Sudahlah Ibunda, suatu saat Ibunda pasti akan bertemu dengannya dan Ibunda akan langsung menyukainya," ucap Sai membuat Tsunade kini menatapnya.
"Benarkah? Seperti apa dia?" tanya Tsunade penasaran, jelas ia merasa penasaran akan sosok seseorang yang bisa merebut hati putranya yang teramat dingin itu.
"Sesungguhnya ia adalah orang yang sangat sulit dijelaskan Ibunda tetapi sayangnya Kakak tidak ingin mengakui perasaannya padahal aku tahu betul bahwasannya Kakak mencintai perempuan ini," ucap Sai membuat Tsunade menghelan nafas pelan.
"Kakakmu itu memang sangat membingungkan," ucap Tsunade lesu sementara Sai hanya tersenyum maklum.
###
Helaian rambut merah muda milik Sakura nampak bergoyang ke sana kemari seiring semakin cepatnya langkahnya berlari, ia tiba di halaman rumahnya yang mana di sana banyak pria yang berkumpul dengan membawa senjata.
"Astaga aku terlambat!" ucap Sakura sedikit melongo sambil memegang lututnya yang terasa lemas.
"Nona hahh.... hahhh..." Tenten menghampirinya dengan nafas yang tersengal-sengal.
"Ayah aku tidak membutuhkan ini," protes Sakura sambil berjalan mendekati Kizashi.
"Apa yang Kau katakan putriku? Jelas Kau sangat membutuhkan semua ini," sanggah Kizashi membuat Sakura terdiam.
"Baiklah bagaimana jika aku yang mengetes mereka?" tanya Sakura dengan serigainya membuat Kizashi mengangguk pelan.
"Kalau begitu, siapa yang bisa mengalahkanku maka ia akan menjadi pengawalku," ucap Sakura dengan suara lantangnya. Kizashi dan Tenten nampak melotot mendengar ucapan Sakura sementara para pria yang akan menjadi pengawalnya itu saling pandang dengan raut bingung.
"Putriku Kau tidak boleh melakukan hal itu!" ucap Kizashi tegas lantaran dirinya yang terlalu takut jikalau Sakura nantinya terluka.
"Mengapa ayah? bukankah ayah sendiri sudah menyetujuiku untuk mengetes mereka?" tanya Sakura dengan senyum miringnya membuat Kizashi bungkam.
"Lagipula bukankah seseorang yang menjadi pegawalku harus lebih hebat dibandingkan aku agar ia bisa melindungiku," lanjutnya menatap semua kandidat calon pengawalnya itu.
"Nona," cicit Tenten pelan yang nampak sedikit ketakutan sementara Sakura nampak acuh.
"Untuk peraturannya, kita hanya perlu menyentuh tubuh seseorang menggunakan pedang palsu tanpa melukai, paham?" ucap Sakura membuat semuanya mengangguk pelan. Kizashi hanya bisa menghelan nafas berat melihat tingkah putrinya itu yang semakin membingungkan saja.
Para calon kandidat pengawal Sakura pun mulai mengambil ancang-ancang, memegang pedang mereka masing-masing sementara Kizashi dan Tenten menepi.
"Mulai!!" teriak Sakura dengan suara lantangnya hingga semua pria itu berlari menghampirinya.
Suara gesekan pedang tumpul itu berdenting cukup nyaring, Sakura dengan begitu cepatnya menangkis serangan lawan-lawannya dan menyentuhkan pedangnya dengan tubuh beberapa lawannya. Pertarungan tak kunjung berhenti meskipun sudah banyak yang menepi karena terkena serangan pedang Sakura sementara Sakura masih sangat bersemangat namun nampaknya ia tak mengeluarkan semua tenaganya. Mebuki yang hendak melintas pun memekik dan jatuh pingsan namun Sakura masih acuh karena ia tahu bahwasannya ayahnya akan mengurus ibunya.
Disaat-saat terakhir hanya tersisa satu orang pria berambut kecoklatan yang nampak begitu tampan membuat Sakura menyerigai tipis. Sejak tadi Sakura sudah menganalisa kekuatan pria itu, sejauh ini pria itu memang cukup hebat dibandingkan yang lainnya. Kembali suara dentingan pedang terdengar hingga kedua pedang itu beradu membuat kedua pemilik pedang itu saling pandang dengan mata yang nampak begitu ambisius. Secara bersamaan keduanya memundurkan langkah dan kembali saling menyerang serta saling menghindar membuat pertandingan itu memakan waktu yang begitu lama. Tenten yang menonton pertandingan itu kian menegang. Sangkin lamanya pertandingan keduanya, bahkan Kizashi sudah kembali dari mengantar istrinya ke kamarnya yang letaknya lumayan jauh. Tenten hampir menjerit ketika pedang Sakura menyentuh bahu pria berambut coklat itu membuat pria itu tersenyum tipis lalu membungkuk hormat ke arahnya.
"Sungguh sebuah kehormatan yang amat luar biasa, saya bisa bertanding dengan Anda Putri," ucapnya memuji sementara Sakura menarik pedangnya.
"Siapa namamu?" tanya Sakura membuat pria itu menatap emerlad hijau teduh Sakura.
"Utakata," ucap pria itu memperkenalkan dirinya sebagai Utakata sementara Sakura nampak tersenyum.
"Kau akan jadi pengawalku," ucap Sakura membuat Utakata nampak tersentak kaget.