Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 7 Dihantui Resah

Sekembalinya ke pekarangan villa napas Yudha tersengal, tubuhnya berpeluh. Sebelum masuk, ia membungkuk. Dua telapak tangannya menopang pada lutut, berusaha menata napas agar tenang.

Setitik keringat jatuh dari ujung hidung diabaikannya. Rahangnya mengetat mengingat kejadian barusan. Mengempaskan resah, ia kembali tegak sembari mengusap wajah.

Berharap tenang bisa cepat merengkuhnya.

Ugh, ya Allah ampunilah.

Kalau Olivia … lalu Mama tau? Gawat!

Langkah yang biasa terayun pasti, kini tampak meragu. Ke dapur, ia mengintip dari gorden pembatas. Ada Bi Irah dan Elis, mereka terdengar akan memetik sayur di kebun organik mamanya sebelah villa. Ia berbalik karena tidak melihat Olivia di situ.

Ke mana dia?

Jangan-jangan ….

Pikiran buruk terus menghantui. Lelaki tegap ini mengusap keringat yang belum berhenti mengucur. Langkahnya mengarah ke kamar.

Pintu sedikit terbuka ia dorong. Terlihat Olivia duduk di sofa, dengan kaki terlipat dan badan posisi tegap. Tangan kirinya menempelkan ponsel ke telinga. Mata terpejam, tapi bibirnya bergerak gerak.

Menelan saliva yang kering, tenggorokkan Yudha jadi terasa perih. Ia tahu, biasanya relaksasi dibutuhkan Olivia saat tegang. Seperti anjuran Andira. Kalimat afirmasi positif di rekaman itu pernah Yudha dengar, saat Olivia menirunya sebelum tidur, dan di pagi hari.

Pasti perasaannya sedang nggak baik.

Ia masih berharap terkaannya salah. Celine tidak akan tega melakukan seperti ancamannya tadi. Meski … sisi lain dirinya mengatakan ‘Yudh, Celine pasti bisa senekat itu. Kamu ‘kan tau gimana dia?’.

“… a-ku pe-maaf.”

“… a-ku … kuat.”

“… aku ba-ik.

“A-ku per-caya di-ri.”

“… aku ber-hak baha-gia.”

“A-aku men-cintai diri-ku … sendiri!”

Semakin mendekat, ia bisa mendengar jelas ucapan Olivia. Mengikuti suara panduan Andira dalam rekaman. Keberhasilan bicaranya jauh lebih bagus.

Ada hangat merayap permukaan hati. Lumayan membuang beberapa persen ketakutannya tadi.

Sebelum ini, ia sempat mengejek. Untuk apa Olivia mengatakan itu, berulang-ulang? Terdengar lucu! Meski sudah Andira jelaskan bisa membantu, ia tetap saja belum yakin. Namun, detik ini melihat kesungguhan Olivia, perjuangannya ingin sembuh cukup mengagumkan. Terbukti semakin tenang bisa bicara panjang.

Saat pria ini sedang termangu memerhatikan. Gerak mulut gadis itu terhenti, hidungnya mencium aroma khas orang lain. Sebelum membuka mata ia tampak menarik napas panjang. Ponsel dijauhkan dari telinga, matanya terbuka pelan.

Manik bening itu langsung bertemu mata Yudha. Sesuatu mengagetkan terjadi kemudian. Olivia langsung tersenyum padanya.

Ada sentakkan halus dalam batin Yudha. Olivia mengirimkan senyum terbaik sepanjang yang pernah ia lihat.

Kalau Olivia tahu, mana mungkin dia bisa tersenyum begini? Agh! Pasti dia nggak tau apa-apa.

Pikiran menebak sesuatu buruk tadi sekejap menguap. Ia bisa menarik napas lega. Juga kemudian heran.

“Mas Yud-Yudha?”

“A-apa?" Keningnya mengkerut sempurna. "M-Mas?!” Yudha jadi ikut tergagap.

Astaga! Tersadar. Ia memukul kening sendiri. Batinnya memaki kekonyolan, yang membuatnya merasa bodoh.

Olivia mematikan ponsel, lalu beringsut dari duduk. Ia mendekati suami, masih dengan senyum yang membuat kuduk Yudha jadi merinding.

Olivia meraih tangannya, menempelkan pada kening. Lalu … membalikkan telapaknya untuk dicium.

Resah yang dibawanya masuk tadi, sudah kabur entah ke mana. Perlakuan Olivia tak biasa, membuatnya berusaha keras mengendalikan jantung berdentam.

“Kamu … habis nangis?” Ia mengalihkan rasa, saat melihat ada jejak basah pada bulu mata itu.

“Ng-nggak.” Geleng Olivia sambil mengatup bibir. “Nggak pa-pa.” Jari kurus itu menjalin jemarinya, tanpa kata menarik ia ke luar kamar.

Lelaki ini mengikuti saja saat Olivia mengajaknya ke dapur.

“Du-duk.” Bagai anak kecil ia menuruti. Duduk diam di kursi makan.

Tak lepas menatap gerik wanita yang menyeduh kopi instan, dalam gerak cepat. Setelah selesai cangkir Olivia taruh di hadapannya. Lalu, bergerak lagi mengambil wadah makanan.

Saat wadah itu dibuka aroma adonan panggang menguat di udara. Ternyata isinya Serabi.

Olivia mendudukkan diri di sebelahnya, setelah menggeser kursi lebih dekat. Sikapnya membuat perasaan lelaki ini tak karuan. Kehadiran Celine yang mengejutkan jiwa raga, lalu keanehan Olivia.

Serabi ukuran kecil ini diambil Olivia, langsung mengarah ke mulut suaminya.

“Aam ….” Dengan polos Yudha menganga. Saat Olivia suapkan ke mulutnya.

“En-nak?” Alis melengkung rapi itu terangkat. Menanti jawabannya.

“Enak, enak.” Yudha mengangguk-angguk kaku. Matanya tak henti menatap sosok berbibir merah alami di depan mata.

Kesurupan apa dia jadi gini?

“Min-num.”

Yudha menuruti. Meminum kopi dengan creamy latte. Sampai habis. Dan .. itu Olivia yang meminumkan padanya!

?

Malam hari, keajaiban belum usai untuk Yudha.

Sikap Olivia tidak hanya sengaja dipermanis dalam memperlakukannya. Sekarang juga terlihat akan tidur di sebelahnya. Senang ataukah apa, ada rasa lain bercampur dalam benak lelaki ini.

“Kamu kenapa?”

Agh! Sangat ingin ia bertanya, tapi akhirnya memilih diam. Dari ujung mata, ia melihat Olivia berbaring, lalu memiringkan badan menghadapnya.

Jantungnya bekerja lebih keras.

Hening.

Yudha memilih menatap langit-langit.

Mungkin ini sikap Olivia ada hubungannya dengan Celine?

Mantannya itu datang tadi sangat mengejutkan. Ia memang pernah dihubungi nomor baru—ternyata orang itu pemilik kontak yang sudah diblokirnya.

Sempat menghindar berapa kali juga percuma. Celine kepala batu, jika menginginkan sesuatu harus dapat. Bagaimanapun caranya. Mau diabaikan, ataukan diterima panggilannya dengan penjelasan apapun, tetap saja sampai bisa menemukannya di sini.

Sudah ia coba menghindar, mertua pun ia minta tidak memberitahu posisinya. Olivia juga sudah ganti nomor baru. Semua demi ketenangan Olivia dan mamanya. Namun, kenyataan tak sesuai harap, Celine sekarang masih ada di sekitar sini!

Teringat tadi, pertemuan mereka. Tatapan sayu itu penuh rindu. Ia pun sebenarnya merasakan sama. Hingga tanpa sadar jarak mereka terhapus. Sampai ia teringat sesuatu, lantas mendorong bahu Celine menjauh.

Beruntung sepi. Jika Bi Irah atau Elis lihat, bisa jadi mamanya akan murka. Mereka pasti membocorkannya!

“Yang, harusnya kamu nunda sampai aku datang. Bukan malah nikahin si gagap itu!” sergah Celine tak diindahkan.

Ia menarik wanita itu ke mobil. Ternyata di sana ada orang dari management tempat karir Celine bernaung. Lelaki--setengah perempuan itu--mengatakan kalau adegan mereka tadi direkam.

Sebuah ancaman untuk Yudha ikut masuk ke mobil.

“Dengarin dulu alasanku. Kenapa aku ngilang itu juga ada salah kamu, Yang!” Celine bersikeras merasa benar. Menjelaskan sepanjang perjalanan mereka ke villa lain. Dan ….

“Ma-lam ... Mas.” Suara Olivia menampar kesadarannya.

Menoleh, Yudha berkedip beberapakali. Mengembalikan jiwanya ke alam nyata di depan mata.

Jadi serius dia panggil aku ‘Mas’?

“Malam.” Yudha balas menggumam. Kemudian ia membalik badan, membelakangi.

Malam ini sepertinya ia tak akan bisa tidur. Hasrat pada wanita di sebelahnya pun tak terbersir. Hanya putaran kalimat Celine terngiang menghantui.

Ada 'bangkai' mereka yang Celine simpan tanpa sepengetahuannya.

?

Di saat Yudha gelisah. Serba salah. Sebaliknya dengan Olivia, justru hari ini ia awali dengan semangat dua kali lipat lebih besar. Sejak Andira datang, hingga matahari akan di atas kepala. Mulutnya tak lelah mengulangi instruksi tadi. Disarankan Andira istirahat tetap ditolaknya.

“Atau kita pindah tempat? Atau … jalan-jalan dulu? Kamu kelihatan lelah, Liv. Enggak baik dipaksakan.”

“Olive bisa! Olive bisa!”

Mulut Olivia terus berucap. Kalimat pendek itu nyata lancar. Makanya ia terus mengulangnya.

Andira meggenggam tangannya. Wanita yang lebih suka dipanggil nama, tanpa embel-embel lain ini merasa Olivia tengah tegang.

“Kamu pasti bisa, Olive,” ujarnya kemudian saat Olivia menatapnya. Memberi ketegasan kalau memang usaha Olivia tidak akan sia-sia.

“Ya! Olive bisa!”

“Wah, keren. Itu bisa!” Tertawa semringah, Andira menariknya ke pelukan. Hadiah atas keberhasilannya kali ini.

“Olive jauh lebih hebat dari yang Dira pikir. Olive memang bisa!”

Detik kemudian, Andira merasa bahu orang yang dipeluknya terguncang. Benar tebakan tadi, Olivia tengah merasakan sesuatu menyesakkan hatinya.

Diusapnya pundak kurus itu lembut. “Nangis aja, Liv … itu wajar kok. Dira sampai sekarang juga sering nangis."

Olivia pun makin sesenggukkan.

Setelah beberapa menit kemudian tangisnya berhenti. Ia minta Andira melakukan hipnoterapi. Teknik yang Olivia rasa sangat mampu merilekskan tubuh dan pikirannya.

Ia dengan penuh niat mengikuti panduan Andira. Tak ingin pasrah dan merasa lemah. Apa yang dilihat antara Yudha dan kakaknya kemarin sore. Apa yang dikirim seseorang asing di ponselnya. Akan kalah dengan sugesti baik dalam dirinya.

Seperti kata Andira, pembakar energi terbesar untuk kesembuhannya adalah pola pikir. Tenang, nyaman, sehat, bahagia. Segala pikiran positif itu yang bisa melepas tekanannya.

Aku bisa bertahan. Aku kuat.

Bayangan bahagia harinya ada di depan mata. Dengan atau tanpa dukungan ia akan meraih bahagianya.

Senyum terukir, mengiringi rasa nyaman menjalar dalam diri.

Ada Celine atau tidak ada, di antara mereka. Ia tetap yakin, cepat atau lambat, suami akan menyadari keberadaannya. Melihat diri sebagai istri seutuhnya.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel