Pustaka
Bahasa Indonesia

OLIVIA, Istri Gagap yang Tak Diinginkan

48.0K · Tamat
Li Na
33
Bab
11.0K
View
9.0
Rating

Ringkasan

Menahan gugup, Olivia meremas jemari yang makin dingin di pangkuan. Tertunduk, hanya berani melihat langkah kaki lelaki itu. "Kamu ... istriku?" Yudha berhenti tepat di depan, mengangkat dagunya memaksa mata mereka bertatapan. Olivia kaget, merasakan deru napas lelaki itu menguarkan bau alkohol, dan sorot mata sinis. "Heh! Kamu itu untuk bicara aja susah, bagaimana mau jadi istriku? Haha. Aku ini butuh istri yang cerdas. Dan ... kamu bukan apa-apa dibanding Celine!" Tatapan merendahkan dan kalimat Yudha itu membuat Olivia terperanjat. 'Apa maksud perkataannya ...?'

RomansaIstriMenantuLove after MarriagePerceraianCinta Pada Pandangan PertamaKeluargaPernikahanSuspenseWanita Cantik

Bab 1 Menjadi Pengantin Pengganti

"Sebagai ganti Celine saya akan menikahi adiknya, Ma!" ucap lelaki berjas putih sembari mengeratkan rahang. Tangannya terkepal kuat di sisi badan.

"Yudha! Sudahi saja ini. Ayo, kita pulang!" Wanita berkebaya anggun, yang tak lain adalah mamanya menarik tangan sang calon pengantin pria ini.

"Enggak, Ma. Celine harus bayar kesalahan. Adiknya itu yang menggantikan posisinya!"

"Jangan bermain-main, Yudh, ini pernikahan, bukan ajang balas-balasan," tegur Trenggono Pratama, sang bapak.

Sosok yang dikenal sebagai salah satu crazy rich Indonesia ini tampak bisa bersikap tenang. Saat semua wajah keluarga kedua mempelai memerah padam sejak sejam lalu.

Suasana kalut di ruang tengah rumah keluarga Munawarman, disebabkan calon mempelai wanita menghilang.

"Ayo, kita pulang saja."

Yudha dengan cepat menolak ajakan mamanya itu. Ia bersikeras akan melanjutkan pernikahan. Penghulu, dan semua tamu sudah datang, ia tak mau keluarganya pulang dengan kekalahan, dan malu.

Keluarganya terkenal dan terpandang. Pantang tampak kalah, hanya karena anak lelakinya ini ditinggal saat pernikahan. Sangat memalukan untuk seorang Yudha Manggala Pratama.

"Tunggu dulu, Ma, Pa!" Yudha lekas mendekati tiga orang yang berdiri tak jauh dari mereka.

Mata berkilat Yudha lekat, hanya tertuju pada gadis yang menegang melihat kehadirannya. Calon mertua tampak masih terus menghubungi siapa saja di ujung telepon, menanyakan keberadaan Celine.

"Tante, Om." Yudha mengatur napas yang sedikit tersengal. Entah menahan amarah ataukah gugup.

Sebelum melanjutkan kalimat ia menatap gadis berkulit seputih susu di depannya.

"Izinkan Olivia menikah dengan saya," tukasnya cepat.

Kalimat yang membuat tiga pasang mata di depannya membelalak. Sang gadis langsung menutupi mulutnya. Ternyata Yudha tidak main-main dengan ucapan yang sempat didengarnya tadi.

"A-ak-ku-" Yudha menghentikan ucapan Olivia, dengan menarik pemilik tangan kurus itu menyudut.

Sementara kedua orang tua Olivia terpelongo di tempat, lalu saling pandang. Saat situasi rumit begini, keinginan Yudha itu adalah sebuah pilihan tepat. Kalau acara pernikahan tetap berlangsung, tentu akan menyelamatkan wajah mereka dari rasa malu.

"Menikahlah denganku, jangan biarkan acara ini hancur begitu saja, tolong ...," pinta Yudha setelah menarik gadis itu ke sudut ruang.

Raut memohon, mata yang begitu terluka dari lelaki berperawakan tinggi ini. Ia menangkup tangan di depan Olivia yang terlihat syok.

Gemetar, Olivia menggerakkan tangan, bermaksud menolak, tetapi kesulitan berucap.

Telapak lebar Yudha menyentuh pipinya lembut.

"Please ... demi keluargaku, demi keluarga kita ...." Lembut ataukah putus asa gambaran kalimat Yudha. Sungguh, sukar ditebak.

Olivia masih terpaku menatapnya heran.

Bagaimana lelaki ini bisa mengambil keputusan cepat ... mengganti kak Celine denganku?

Kami sama sekali nggak pernah berbagi kata ... benaknya bergemuruh.

Namun, mendengar kata keluarga yang diulangi Yudha lagi, ia pun kemudian refleks mengangguk.

Entah keputusannya benar atau tidak, yang gadis ini inginkan hanya menjaga nama orang tua. Mungkin juga dengan begini, kedua orang tercinta bisa sedikit bangga padanya.

?

"A-yah ... I-bu ... res-tu-in ... Ol-liv-" Olivia meminta restu. Kalimat terputus-putus menandakan dirinya amat gugup.

Sejak remaja Olivia dikenal sebagai sosok pendiam, dan kesulitan menyampaikan isi hati dalam bentuk kata. Nyaris seperti bisu, ia lebih suka menggunakan gerakan sebagai bahasa isyarat.

"Iya, iya, ayah pasti memberimu restu, Oliv."

"Ibu juga. Terima kasih kamu mau lakukan ini untuk keluarga kita."

Kalimat terima kasih pertama dari sosok ibu, membuat hati Olivia menghangat. Sungguh, sesuatu yang langka.

Dua orang gegas membawanya ke kamar Celine, untuk segera didandani.

Rias wajah natural. Rambut lurusnya ditata menyatu di atas tengkuk. Penampilan baru Olivia ini cukup memukau. Beberapa saudara yang masuk ke kamar mengatakan ia tampak mirip Celine. Tak salah, mengingat sang kakak selalu tampil ber-make up kesehariannya. Tidak. Semakin dekat melihat, mereka kemudian mengakui kalau Olivia lebih cantik. Cantik alami dan ... tampak malu-malu, begitu menggemaskan.

Gaun pengantin broken white milik Celine--yang berprofesi sebagai model--sudah terpasang sempurna pada tubuh Olivia. Ukuran pakaian mereka memang sama, meski tinggi Olivia sedikit di bawah Celine.

Bibir tipis berlapis lipstik merah cherry segar itu sedikit membuka, sesekali terlihat meniup setelah menarik napas panjang. Gemuruh rasa memenuhi ruang hati, sampai ia tak mampu berkata-kata selama didandani.

"Akad sudah mau mulai," ujar salah seorang yang ikut bersamanya di kamar ini.

Olivia mengangguk, berusaha tersenyum kecil untuk meredam gugup. Ikhlas, ia merasa benar-benar merelakan diri. Setelah melihat tadi hilang ketegangan di wajah ayah ibu, juga keluarga lain, ia merasa ikut bahagia.

Mungkin jodohku memang datang dengan cara begini ..., benak Olivia berusaha berfikir positif.

Terdengar dari mic suara Yudha dengan lantang mengucap kalimat qabul, menyebut namanya. Kemudian bersahutan dijawab sah oleh undangan dan keluarga.

Olivia menarik napas panjang, sembari melirik sang perias di sisinya. Wanita ramah itu membalas dengan menyentuh pundaknya, turut mendoakan ia berbahagia.

Tak lama, Nuria--sang ibu--menjemput Olivia keluar kamar. Ia digamit menuju sebelah mempelai pria.

Sepanjang langkah Olivia hanya tertunduk, semakin dekat dengan lelaki itu jantungnya terasa berloncatan. Status baru, sebagai istri Yudha membuat getar halus mengaliri darahnya. Telapak tangan Olivia mendingin.

"Silakan cium tangan suaminya, Nak?" pinta penghulu membuat Olivia sedikit tergeragap, lalu mengangguk.

Ia mendongak, tepat saat Yudha mengulurkan tangan. Mata bulat, memakai kontak lensa hazel, berpayung bulu mata lentik ini bertemu pandang dengan suaminya. Ada getar halus mengiringi Olivia mengecup punggung tangan kokoh itu.

Geletar rasa asing makin kuat merayap dalam dada gadis ini, saat Yudha balas mengecup keningnya. Demi apa pun, ia tak pernah bersentuhan dengan lelaki sebelumnya, selain ayah. Ini pertama, dan dalam kondisi dirinya belum mempersiapkan diri.

Usai akad, resepsi kemudian berlangsung lancar. Semua tampak bahagia, mereka sejenak terlupa kepergian Celine.

Si sulung yang dikenal energik, tak pernah betah di rumah. Beberapakali sebelumnya Celine juga pernah pergi tanpa pamit, lalu muncul kemudian dengan wajah tetap berbinar.

Kedua orang tua sangat sayang dan memahami perilakunya. Semua tampak baik-baik saja saat gadis itu kembali. Nuria dan suami akan jadi pendengar yang baik, karena Celine akan lancar cerita apa pun yang dilakukan selama kepergiannya. Mereka membebaskan, asal ia bahagia, begitu alasan keluarga Munawarman untuk sulungnya itu.

?

Malamnya, Olivia langsung diboyong oleh keluarga mempelai lelaki.

Mereka menuju rumah keluarga Trenggono. Mariah-mamanya Yudha-sudah siapkan kamar pengantin berdekorasi istimewa. Hasil diam-diam wanita ini tadi menghubungi dekorasi panggilan, saat ia merasa jatuh hati pada keikhlasan Olivia.

Yudha memang punya rumah baru untuk ditempati setelah menikah, tetapi mengingat rumah itu adalah hadiah untuk Celine, Mariah tak ingin mereka langsung tinggal di sana. Itu bisa menyakiti hati keduanya.

Biarkan cinta tumbuh dulu. Kuat. Lalu, mereka bisa mengayuh bersama ke mana arah rumah tangga baru ini bermuara, begitu harap Mariah sebagai orang tua.

?

Malam pengantin, di kamar beraroma lembut bunga, debar jantung Olivia makin tak menentu. Merasa asing sendiri di ruang yang luas, meski dekorasi nuansa pink sangat ia sukai.

Setelah mereka naik ke lantai dua ini tadi Yudha tidak langsung masuk kamar, entah kemana pria itu. Olivia tak berani keluar mencarinya. Ia hanya akan menunggu meski dalam gelisah.

Duduk, berbaring, lalu duduk lagi. Olivia sama sekali belum bisa tenang, apalagi memejamkan mata. Sulit baginya adaptasi dengan tempat baru.

Sampai tengah malam, gadis berbibir mungil ini masih duduk di tepi bed. Saat memutuskan akan kembali berbaring, ia melihat pintu terbuka.

Sontak tak bisa bergerak tubuhnya melihat Yudha langsung mendekat.

Menahan gugup, Olivia meremas jemari yang makin dingin di pangkuan. Tertunduk, hanya berani melihat langkah kaki lelaki itu.

"Kamu ... istriku?"

Yudha berhenti tepat di depan, mengangkat dagunya memaksa mata mereka bertatapan. Olivia kaget, merasakan deru napas lelaki itu menguarkan bau alkohol, dan sorot mata sinis.

"Heh! Kamu itu untuk bicara aja susah, bagaimana mau jadi istriku? Haha. Aku ini butuh istri yang cerdas. Dan ... kamu bukan apa-apa dibanding Celine!"

Tatapan merendahkan dan kalimat Yudha itu membuat Olivia terperanjat.

Apa maksud perkataannya ...?