Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 2 Tak Diinginkan

Nyeri.

Kalimat meremehkan itu membawa perih merayapi permukaan hati Olivia.

Tak mungkin bisa berdebat, Olivia segera berdiri. Bermaksud akan turun, meminta tolong pada mertua untuk mengembalikannya pulang malam ini juga.

Namun, gerakannya justru memancing Yudha menahan, lantas mendorongnya sampai terjatuh di atas tempat tidur. Dengan cepat tubuh lelaki itu menindih, membuat napas Olivia tercekat.

“Umm!” Mulutnya dibungkam paksa bibir beraroma tajam alkohol.

Kaki Olivia terangkat, menendang sembarang bawah tubuh Yudha. Sempat terlepas, tapi ia kembali ditarik kasar. Kungkungan lelaki itu jadi begitu kuat.

“Tidak semudah itu kamu pergi, Celine ….”

“… ak-ku, bu-kan … Cel-!”

Seperti kesetanan, lelaki yang baru berstatus suami menarik kasar baju tidurnya. Tiga kancing langsung terlepas berjatuhan.

Berontak saja tenaganya tak akan bisa melawan kekuatan Yudha. Olivia membungkuk dalam gerak cepat, menggigit kuat lengan yang menahan tangannya.

Pegangan Yudha terlepas bersamaan dengan teriak kesakitan. Lengannya seketika berdenyut dan berdarah. Menjadi makin kalap, ia menarik Olivia yang sudah berlari ke pintu. Kembali menyeret gadis itu ke ranjang.

Tak ingin terhina jiwa raga, Olivia melawan sebisa mungkin. Beberapakali ia menggigit dan menyepak perut berotot itu, sayang tenaganya terasa akan habis. Berteriak pun hanya keluar suara rendah, tidak mungkin terdengar sampai di bawah sana.

“Kamu itu istriku, heh!” Yudha setengah sadar, menarik dan menghempaskan tubuh kurus yang akan merangkak turun. Keras belakang Olivia menghantam punggung bed.

“Aagh!” pekiknya tertahan.

Napas gadis malang ini tersendat, sulit meraup udara. Dalam hati ia memanggil-manggil siapa saja untuk menolong, tapi kalimat itu tak sanggup keluar sepatah pun.

“Apa kau tau sakitnya ditinggal, Celine …?” Yudha mulai menyecap tiap senti kulit yang polos sambil menceracau.

Ia tidak tahu kalau Olivia sedang lemah, merasa udara kian kosong di sekitarnya.

Saat akan menunaikan hasrat, Yudha terhenti melihat mulut Olivia menganga penuh, tanpa bersuara. Detik kemudian, kepala gadis itu terkulai ke kiri.

“Hei! Hei … kamu kenapa ...?” Takut-takut Yudha menepuk pipi pasi itu.

Namun, Olivia telah tak sadarkan diri.

Merasa seperti ditampar, Yudha segera tersadar akan apa yang sudah dilakukan. Gemuruh kecamuk di kepalanya saat memperbaiki posisi Olivia tetap saja terkulai tanpa daya.

Dia ... kenapa?!

Sebenarnya tadi hanya menenggak sebotol Brand*, ia tak begitu mabuk. Hanya luka dalam perasaan yang membuatnya melantur.

Makin tegang, saat disentuhnya bawah hidung Olivia. Tak terasa embusan udara. Menekan nadi pun terasa melemah. Gerak cepat, lelaki ini lakukan kompresi—menekan dada--lalu beri duakali napas buatan sebagai pertolongan pertama.

Napas Olivia kembali terembus.

Blingsatan, Yudha mengenakan pakaian sembarang. Tubuh Olivia yang hampir polos segera dipakaikan kimono handuk dari gantungan.

“Siapkan mobil! Sekarang!!” teriaknya pada sopir yang terjaga di ujung telepon.

Menggendong Olivia ia setengah berlari menuruni tangga.

“Cepat! Antar ke klinik!!” Suaranya memecah hening, membangunkan penghuni lain.

“Yudha, ada apa?”

Mariah dan Trenggono bertanya bersamaan, tampak linglung tergopoh dari kamar. Belum sempat mendapat penjelasan, karena putranya itu meminta sopir segera mengendarai mobil.

Lima menit kemudian sampai di sebuah klinik 24 jam. Perawat jaga segera menyambut tubuh Olivia dengan brankar dorong, lekas membawanya ke ruangan.

“Tunggu di luar, Pak!” kata suster melihatnya ingin masuk.

Arg!

Menyugar rambut kasar, bahkan menariknya kuat beberapa kali, Yudha berusaha meredam sesal atas emosi bodohnya tadi. Ia membuat Olivia takut, hingga berusaha melawannya. Andai kecewanya pada Celine terkontrol, tentu tidak terjadi situasi begini.

Sh*t!! Apa yang sudah kulakukan …!

Memaki dirinya sendiri. Buah kecewa, akibat luka berdarah oleh belati lain, ia malah mematahkan parang. Tidak pada tempatnya. Salah sasaran!

Yudha meringis, merasai perih saat tak sengaja memegang bekas gigitan Olivia. Hatinya terus memaki, merasa baru saja menjadi manusia bodoh sedunia. Kenapa bisa terlupa, kalau Olivia pernah dijuluki Celine sebagai Gadis Kaca.

“Dia itu Gadis Kaca. Lemah banget! Dulu kecilnya sering kejang. Pokoknya sensi lah. Udah biarin, anggap aja kita nggak liat ada orang, ntar malah ngerepotin!”

Begitu Celine dulu mengingatkan, saat ia mau menyapa gadis berkacamata yang penyendiri. Setiap terlihat tak pernah ada teman di sisinya. Kalau tidak buku, alat tulis, bahkan alat musik berserakan di sekitar Olivia.

Sempat terbersit di pikiran lelaki ini kalau adik Celine itu aneh. Sampai suatu sore, saat akan jemput kekasih tak sengaja ia mendengar permainan biola bernada menggores hati. Musik yang Olivia mainkan begitu sedih, seolah ratapan hati keluar dalam bentuk lain.

Sejak itu ia mulai tak menganggap Olivia aneh lagi. Justru salut! Permainan biola menurutnya sulit, dulu ia pernah belajar memainkan benda itu, tapi gagal total. Senyum pun mulai pria ini lempar kala bertemu gadis itu, hanya senyum berbalas senyum, tanpa pernah memulai menyapa.

Tak disangka waktu malah menariknya sekarang, menjadi suami wanita lemah itu.

?

“Olive kenapa, Yudh?”

Mariah dan Trenggono menyusul dengan wajah gusar.

Menatap kedua orangtuanya Yudha makin frustrasi. Tak bisa menjawab ia mengusap wajah dengan kasar.

Kedua orang tua itu tak mau menunggu, mereka langsung masuk menemui dokter dan perawat di dalam. Sesaat setelah melihat keadaan sang menantu, raut keduanya nampak sangat kecewa.

“Memalukan! Sebegitunya kamu tidak bisa kendalikan diri, Yudha?! Papa kecewa. Sangat kecewa! Kami kira kamu pintar, hebat, bisa diandalkan! Tapi kamu bisa setega ini. Olivia itu perempuan. Istrimu! Harusnya kamu hormati, hargai, seperti pada mamamu. Ini? Apa yang ada di otakmu, hah?!"

Trenggono memarahinya seperti anak remaja yang tidak tahu apa-apa. Kesalahan ini memalukan, dan tidak masuk akal dilakukan orang seperti Yudha. Bukankah ia lelaki matang, yang padanya bisa dipercayakan memegang satu perusahaan.

“Pa ... apa … Oliv baik-baik saja?” Sejak tadi Yudha masih di tempat duduk, tanpa punya keberanian melihat keadaan istrinya.

Trenggono menggeleng kuat.

“Kamu hampir mencabut nyawanya! Ini mengerikan! Apa yang akan kita katakan pada keluarga Munawarman. Mau taruh di mana muka ini?” desis Trenggono Permana tepat di depan muka putranya.

Sesaat tercium bau alkohol membuatnya terdiam.

“Kamu ... mabuk? Oh, Pantas saja!" Lelaki tinggi besar itu berdiri, berkacang pinggang. "Kamu sudah mencoreng nama papa. Sana! Pulang sekarang! Berpikirlah seribu kali apa yang salah dalam dirimu itu!”

Memijit kening, baru kali ini ia merasa benar-benar emosi atas perbuatan anak. Putra ketiga yang biasanya bisa diandalkan kini seperti kehilangan arah.

Setelah menyuruh Yudha pulang, lelaki berkantung mata tebal itu pun beranjak masuk, menemui istri yang tengah bersama Olivia dalam ruang rawat.

?

Tanda cinta bertebaran di leher, dan dada Olivia, bahkan di beberapa bagian nampak luka gigitan berdarah. Itu serangan pembalasan Yudha atas perlawanannya tadi. Pergelangan tangan yang ringkih juga membiru. Membuat ngilu kedua orang tua itu melihatnya.

Tak terbayangkan luka hati dan fisik yang dirasakan gadis ini. Air mata terus luruh dari pelupuknya sejak saat sadar tadi.

Di malam pertama ia tahu kalau dirinya dinikahi hanya karena dendam. Tidak diinginkan. Sama seperti yang sudah-sudah, semua orang memandangnya rendah. Andai tahu ini hanya kelicikan Yudha membalas kakaknya, ia akan menolak dari awal.

“Oliv … maafkan Yudha, ya … maafkan keluarga mama …,” mohon Mariah seraya mengusap pucuk kepalanya.

Maaf? Maaf untuk apa …?

Andai kata itu bisa membuat hidupku merasa diterima ….

Olivia menatap kosong dinding putih. Sempat terbersit untuk kembali saja pada orang tua, tapi cepat ditepisnya. Ia sangat tahu, belum ada yang benar-benar tulus selama ini.

Jika pulang, keluhan dan tuntutan pasti akan menghadang. Membandingkan kebodohannya dengan sosok si 'maha sempurna'. Kalimat tajam bagai pedang, siaga menghunus kala ia membuat kesalahan. Apalagi kesalahan sebesar ini.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel