Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 3 Harapan dan Pilihan

Bab 3 Harapan dan Pilihan

Sudah 10 menit berlalu dan Melati masih ditemani keheningan tanpa kepastian. Noah dan Zahir meninggalkan Melati di ruang tengah, sementara keduanya sibuk berbicara di dalam kamar. Tubuh Melati masih bergetar hebat dan ia merasakan tubuhnya didera sakit yang luar biasa. Ia lelah, tapi ia tidak bisa melakukan apapun selain menunggu 2 orang pemuda di dalam untuk keluar dan memberitahukan keputusan keduanya mengenai ke mana Melati harus dibawa selanjutnya.

Melati menekuk lututnya. Kegelisahannya bertambah memikirkan kemungkinan terburuk. Baik Noah dan Zahir pasti akan sangat berat menerima kehadirannya begitu saja. Seorang gadis belia yang tidak diketahui asal usulnya. Mereka bisa saja tetap membawa Melati ke kantor polisi dan pada akhirnya polisi itu akan membawa Melati kembali pada sang ayah.

Melati sudah pernah mencoba kabur karena tidak tahan dengan perlakuan sang Ayah. Meminta bantuan RT dan tetangganya. Namun, tetap saja, semuanya tetap membawa kembali Melati kepada Ayahnya. Orang-orang yang tinggal di rusunnya sudah amat mengetahui perilaku ayahnya yang gemar mabuk-mabukan dan acap kali memukul dirinya tapi tak ada satupun yang membantunya atau bahkan mempedulikan keadaannya. Melati hanya bisa mendengar para tetangganya berbisik dan menatap kasihan padanya setiap kali ia keluar dari rumah.

“Melati.”

Suara Noah menyentakkan Melati kembali dari lamunannya. Menariknya kembali ke ruang tengah apartemen milik Zahir dan meninggalkan segala lamunannya mengenai rusun tempatnya tinggal dulu bersama sang ayah. Jantungnya kembali berdegup kencang menanti keputusan apa yang akan di sampaikan 2 orang laki-laki dihadapannya ini.

“Apa kamu belum punya kartu identitas?” tanya Zahir hati-hati yang dijawab gelengan kepala oleh Melati. Melati tidak membawa apapun, tas kecil yang ia bawa ketika di hotel tertinggal di kamar hotel. Hanya dress koyak di badannya yang tersisa.

“Apa kau bisa memberi jaminan kalau kamu benar-benar bukan bagian dari komplotan perampok?” kini Noah bertanya dengan nada yang terdengar waspada. Melati cukup memahami mengapa pemuda itu bersikap lebih defensif kepada dirinya.

“Saya tidak bisa memberikan jaminan apapun untuk saat ini. Tapi saya benar-benar bukan komplotan perampok atau orang jahat.”Melati berusaha menjelaskan keadaannya dengan tenang walau dadanya terasa bergemuruh. “Ayah saya menjual saya. Saya tidak punya tujuan lain dan saya takut untuk kembali ke rumah.”

“Tolong bantu saya.”

Noah merasa iba. Sungguh. Tapi di sisi lain ia tetap merasa khawatir. Saat ini terlalu banyak modus kejahatan yang terjadi. Dia tidak bisa memilih selain tetap bersikap waspada dan menaruh curiga pada gadis itu. Pemuda itu tampak berpikir sejenak. Tiba-tiba ia mendapatkan sebuah ide.

“Bagaimana jika kamu menjadi pembantu di rumah saya?”

Melati mengangguk cepat mendengar tawaran dari Noah. “Saya bersedia. Apapun asal jangan bawa saya kembali ke rumah ayah saya.” Melati terdiam sejenak. “Tapi benar-benar menjadi bukan pembantu, bukan? Saya tidak akan diminta untuk melakukan hal lain seperti…”

“Tentu. Tidak. Benar-benar pembantu.” Noah menyergah cepat, menkankan suaranya pada kata pembantu. Ia mengerti maksud kalimat Melati yang belum selesai itu. “Membersihkan rumah dan memasak. Kau bisa?”

Melati mengangguk menyanggupi. Toh selama ini dia memang sudah terbiasa melakukan itu.

“Baiklah. Tapi aku perlu membicarakan hal ini dengan keluargaku. Jadi…” Noah melirik ke arah Zahir yang langsung dibalas Zahir dengan tatapan tak mengerti.

“Apa?”

“Mala mini Melati menginap di apartemenmu dulu, Zah. Besok pagi kau bisa mengantarkannya ke rumahku sebelum kau pergi ke rumah sakit.”

“Kenapa Melati tidak langusng ikut pulang bersamamu?” Zahir tidak serta merta menolak, tapi terdengar jelas ada ada nada keberatan dalam kalimatnya jika membiarkan Melati menginap di apartemennya mala mini.

“Kau kan mengerti bagaimana watak mamaku. Aku perlu berbicara dengan beliau terlebih dahulu. Setidaknya besok keadaan Melati sudah jauh lebih baik dari malam ini.” Noah berkilah. “Mamaku bisa mengamuk jika aku membawa gadis dengan wajah pucat dan pakaian seperti ini.”

Zahir memijat pelipisnya. Kepalanya tiba-tiba terasa sakit. Padahal tadi mereka sudah cukup lama berdebat mengenai hal ini di dalam kamar. Tapi Noah lebih licik, bisa-bisanya pemuda itu memberikan usulan untuk Melati menginap di apartemennya tanpa berbicara dengannya terlebih dahulu. Ini tidak seperti kesepakatan mereka sebelumnya.

“Bagaimana, Melati?” Noah ganti menanyai Melati karena Zahir tak kunjung memberikan tanggapan. “Kau tidak apa-apa jika menginap di sini terlebih dahulu?”

Melati mengigit bibir dalamnya. Mata cokelatnya menatap Zahir dan Noah bergantian. Bukan ide yang buruk sebenarnya jika ia memang harus menginap semalam di apartemen milik Zahir. Toh, pemuda itu dia rasa bersikap jauh lebih hangat ketimbang Noah. Lagipula tubuhnya sudah didera ngilu yang luar biasa. Ia butuh istirahat.

“S-saya, saya tidak masalah jika memang harus menginap di sini.” Melati menatap Zahir. “Kalau Bang Zahir mengizinkan.”

Zahir bisa saja menolak. Tapi melihat mata Melati yang menatapnya penuh harap, seperti seorang anak kecil yang meminta perlindungan, Zahir tak tega. Ia menarik napas panjang dan mengangguk.

“Baiklah. Malam ini Melati akan menginap di apartemenku.” Putusnya kemudian membuat Noah bersorak kecil. “Tapi kau perlu ingat, Melati butuh pakaian ganti.” Tunjukknya pada Noah. “Jadi sebaiknya kau segera mencari pakaian untuk Melati gunakan.”

“Tenang saja, Kawan. Ada beberapa pakaian milik Sofia apartemenku. Nanti akan ku kirimkan sebelum aku kembali ke rumah.”

Dan benar saja, Noah benar-benar mengirimkan pakaian ganti dan makanan untuk Melati melalui jasa pengiriman ojek online.

“Kau benar-benar tidak berniat kembali ke apartemenku, Sialan!” Zahir menggerutu saat menelepon Noah. Pemuda itu menangkap kehadiran Melati yang sudah tampak jauh lebih segar dengan kaos milik Sofia yang dikirimkan oleh Noah.

“Kau benar-benar meninggalkanku berdua dengan gadis itu.” Cicitnya menahan suara agar tidak terdengar oleh Melati.

“Maaf, kawan. Aku lelah sekali jika harus kembali.” Noah berkilah di ujung sambungan telepon. “Lagipula aku yakin aku akan baik-baik saja dengan gadis itu. Kau bisa menjaganya, bukan? Hanya malam ini saja.”

“Memang kau sialan, Noah.”

“Sudahlah. Tolong kau jaga saja dia. Aku harus menutup telepon. Mama memanggil.”

Melati dapat mendengar umpatan pelan Zahir sebelum pemuda itu memutuskan sambungan telepon. Kemudian pemuda itu mendekati Melati yang masih menyantap bubur yang dikirimkan oleh Noah.

“Habiskan makanannmu, Melati. Nanti kau bisa beristirahat di kamar tamu.”

“Saya bisa tidur di ruang tamu saja.” tolak Melati merasa tidak enak hati jika harus tidur di kamar tamu apartemen Zahir.

“Tidak. Kau sebaiknya tidur di kamar tamu dan jangan membantah,” canda Zahir cepat. “Aku sudah terlalu lelah jika harus berdebat lagi.” Imbuh Zahir

Melati mengangguk tidak berani membantah lagi. Ia menghabiskan buburnya dalam diam sementara Zahir menyeruput cokelat panasnya seraya sibuk dengan layar gawainya. Keheningan menyelimuti keduanya sampai Melati bangkit dan membuang bungkus makanannya ke tempat sampah dan mencuci cangkir bekas minumnya.

“Biar saya saja, Bang.” Melati meraih cangkir milik Zahir yang sudah tandas isinya. Zahir membiarkan gadis itu mencucinya.

Melati segera mencuci cangkir dan membersihkan wastafel dengan cekatan. Dia merasa sedikit gugup karena Zahir masih berdiri di sampingnya selama ia mencuci cangkir dan meletakkannya pada tempatnya. Jika bersisian seperti itu Melati merasa sangat kecil. Tingginya saja hanya sebatas pundak pemuda itu.

“Kalau sudah selesai, kau bisa beristirahat, Melati.”

Melati mengangguk dan Zahir berjalan menuju kamarnya.

“Bang Zahir,” panggil Melati pelan.

Zahir menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah Melati.

“Terimakasih.”

Manik mata Melati menangkap sudut bibir Zahir terangkat membentuk sebuah senyuman tulus sebelum akhirnya tubuh pemuda itu menghilang di balik pintu kamar.

Melati menarik napas lega. Ia merasa hari-harinya akan sedikit lebih baik dari sebelumnya.

*****

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel