Bab 9 Kembali Bersandiwara
Bab 9 Kembali Bersandiwara
Dengan langkah tergopoh Bagas memasuki ruangan kerja Shasha. Raut mukanya menampakkan kekesalan yang teramat sangat.
“Dengar Shasha aku tak mau melanjutkan hubungan settingan ini. Gadis udik itu sudah mengerjaiku berkali-kali. Aku sudah muak. Aku tak peduli dengan apapun lagi sekarang.”
Shasha malah balik menatapnya tajam. Ia juga terlihat jengah melihat sikap Bagas.
“Kalau begitu selesaikan semua persoalan ini sendiri,” tungkas Shasha sambil melemparkan beberapa berkas yang tadi dipelajarinya tepat di depan muka Bagas. Lelaki berwajah blasteran itu nampak terkaget-kaget dengan sikap Shasha, ia tak menyangka Shasha dapat bersikap sekasar itu padanya.
“Kamu lihat sendiri, semuanya ingin membatalkan kontraknya denganmu. Sebagian lagi tak mau memperpanjangnya. Bahkan produk shampo yang selama ini identik dengan wajah kamu juga akan menghentikan kerja samanya. Sekarang aku sudah menyerah, kamu selesaikan saja sendiri, bukankah kamu punya uang untuk membayar semua dendanya itu?”
Bagas langsung tercenung mendengar semua berita buruk itu.
“Aku sudah cukup bersabar dengan kamu, jika bukan karena mamamu, sudah dari dulu aku mendepakmu. Kamu itu narsis, sok ngartis tapi tidak professional. Aku lebih muak sama kamu.”
Bagas memunguti semua berkas itu di lantai dan nampak begitu terpukul.
“Sekarang kamu tinggal pilih meneruskan settingan ini atau kamu karirmu habis dan kamu harus menerima kekalahanmu dengan menerima tawaran papamu yang menginginkan kamu meneruskan perusahaannya.”
Bagas masih terdiam.
“Mereka semua melakukan ini karena mereka sudah muak dengan sikap aroganmu. Aku sudah memberikan kamu kesempatan lewat Nara. Ubahlah sikapmu menjadi lebih rendah hati dan tunjukkan dengan lebih sungguh-sungguh kamu bisa mencintai Nara apa adanya.”
“Tapi Sha, Nara memaksaku untuk makan lontong mie di gerobak reot, dan aku harus melihat air cucian piring mereka yang kotor, piring yang mereka gunakan untuk para pembelinya, piring yang juga aku gunakan. Membayangkannya sekarang saja sudah membuatku ingin muntah.”
“Kamu akan menjadi semakin mual bila melihat rumah Nara yang dulu, gadis itu dulu tinggal di pemukiman kumuh di Bantar Gebang, tepat di depan gunungan sampah. Bagaimana jika aku menyuruhmu ke sana, aku yakin kamu pasti bisa mati berdiri, Mr. Higienis?” sergah Shasha kesal sambil mengambil berkas yang telah dikumpulkan Ben setelah tadi ia sempat melemparnya.
“Kamu jangan keterlaluan Sha.”
“Kamu yang memaksaku berbuat seperti ini.”
Bagas segera mendekat dan memandang Shasha dengan tatapan memohon.
“Aku mohon Sha, berilah aku kesempatan.”
“Kamu benar ingin aku memberimu kesempatan? Sekarang jemput Nara di studio saat ini Nara sedang rekaman. Sebentar lagi ia akan merilis single. Di studio rekaman itu beberapa wartawan datang untuk meliput Nara rekaman. Tunjukkan perhatianmu pada Nara, gadis sederhana yang bisa membuat citramu membaik. Satu lagi jangan bersikap arogan lagi.”
Bagas kembali tercenung, namun akhirnya ia menunduk lalu mengangguk. Saat ini sepertinya ia memang tak mempunyai pilihan lain selain menuruti rencana Shasha.
“Baiklah aku akan melakukan apa yang kamu mau.”
“Ya sudah sana pergi,” ucap Shasha dingin sambil kembali menekuni pekerjaannya.
Tanpa menunggu lama Bagas segera melangkah pergi meninggalkan ruangan kerja Shasha dengan membawa kekesalan yang semakin menguat di hatinya.
****
Bagas datang diam-diam tanpa memberitahu pada Nara. Namun ia tetap memutuskan masuk ke dalam studio lewat jalan belakang hingga tak harus bertemu dengan wartawan yang sedang menunggu di depan pintu. Sesampainya di dalam ia langsung bergabung di dalam ruang kendali bersama seorang produser juga beberapa orang operator. Sementara saat ini Nara sedang menjalani proses rekaman di dalam ruang live. Bagas hanya menyapa orang-orang di raung kendali dengan isyarat tangannya dan setelah itu ikut memfokuskan perhatian pada suara Nara. Bagas kontan mengakui bahwa Nara ternyata memang memiliki suara yang memukau. Terdengar lembut namun memiliki power juga ada sedikit kesan manjanya karena memang tuntutan lagunya yang sedikit ngebeat.
Bagas nampak sangat menikmatinya hingga tanpa sadar turut menggoyangkan kepala dan tubuhnya. Segala ekspresi Bagas terlihat dengan jelas oleh Nara dan entah mengapa ia menjadi lebih bersemangat saat bernyanyi. Ia seperti ingin menunjukkan pada Bagas, bahwa ia bukan hanya artis karbitan tapi ia memang memiliki bakat. Karena selama ini Bagas sering menganggapnya sebagai artis medsos.
Setelah melakukan rekaman, Nara segera keluar dari ruang live dan Bagas langsung menyongsongnya.
“Suara kamu sekali sayang,” seru Bagas terdengar tak tulus di telinga Nara. Lewat ekspresi Bagas yang datar Nara tahu saat ini Bagas sedang mengajaknya bersandiwara. Sungguh membuat Nara jengah.
“Kenapa kamu ke sini?” tanya Nara sedikit ketus karena ia sedang enggan bersandiwara walau di antara mereka ada orang lain yang sedang memperhatikan mereka, yakni produsernya juga para operator.
“Tentu saja aku ingin menjemput pacarku. Sungguh suaramu tadi memang bagus.”
Bagas berusaha menunjukkan pujiannya yang tulus dengan menyunggingkan segaris senyum yang tetap disambut Nara dengan datar.
“Kalian ini pasangan baru, kok tidak romantis sama sekali. Bersikaplah yang manis Nara,” ucap Pak Beny, sang produser.
Nara dengan terpaksa turut mengulas senyumnya.
“Dia sedang ngambek Pak Beny karena aku kemarin belum bisa mengantarnya belanja,” sahut Bagas cepat memberikan jawaban sekenanya. Setelah itu ia berusaha menggandeng tangan Nara.
“Hari ini aku akan mengantarmu belanja sepuasnya.”
Nara hanya diam meski ia ingin memeloti Bagas.
“Rekaman untuk hari ini selesai, sekarang kalian boleh pergi.”
“Terima kasih Pak Beny,” ucap Nara dan Bagas hampir bersamaan.
Selanjutnya mereka melangkah keluar, saat sampai di depan pintu studio mereka harus kembali berhadapan dengan para wartawan yang bukan hanya menjadi ingin tahu dengan kegiatan rekaman Nara namun mereka malah lebih mengulik tentang hubungan Bagas dan Nara. Akhirnya mereka kembali bersandiwara, menampilkan kemesraan meski jika dilihat lebih teliti sikap mereka masih sangat kaku dan menjaga jarak. Tapi bisa segera tertutupi saat tiba Bagas merangkul pundak Nara dan berpura-pura bersikap posesif di hadapan mereka. Bagas kali ini mampu memainkan perannya dengan baik saat mereka harus kembali bersandiwara seperti saat ini.
*******